Thursday, December 13, 2018

SEJARAH DAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM


A.      Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘oikonomeia’ yang asalnya dari dua suku kata, yaitu ‘oikos’ (rumah tangga, keluarga) dan ‘nomos’ (aturan, kaidah atau pengelolaan). Dengan demikian ekonomi memiliki arti membicarakan aturan, kaidah dan cara mengelola suatu rumah tangga manusia.
Ekonomi memiliki sistem yang berbeda sesuai dengan praktik dalam pengerjaannya, diantaranya adalah sistem ekonomi Islam. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang ekonomi Islam :
1. Menurut Apridar (2012:127) sistem ekonomi Islam atau sistem ekonomi syariah merupakan pengetahuan ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilahami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama islam dan didasari pada aturan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
2. Nejatullah Shiddiqi dalam Abdullah (2010) menjelaskan bahwa pemikiran ekonomi Islam merupakan respon para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al Quran dan sunnah, ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran tentang ekonomi, tetapi pemikiran para ilmuan islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al Quran dan sunnah tentang ekonomi. Objek pemikiran ekonomi islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi Islam.
3. Mannan (1997), ekonomi Islam adalah “Islamics problems of a people imbued with the economics problems of a people imbued with the values of Islam” (Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat relegius manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya kebutuhan dan kurangnya saran, maka timbullah masalah ekonomi, baik dalam ekonomi modern maupun dalam ekonomi Islam (Hak, 2011).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ekonomi Islam adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas al-Qur’an dan Hadis. Ini berarti bahwa kata Islam sebagai syarat suatu perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan didasarkan atas pedoman ekonomi Islam. Maka kalau kata ekonomi tidak disandingkan dengan kata Islam, maka tidak menggunakan dasar al-Qur’an dan hadis. Namun, hal ini akan menimbulkan masalah apabila dalam praktiknya ekonomi Islam tidak sesuai dengan apa yang diidealkan, sehingga menyebabkan Islam akan kehilangan makna sebagai pedoman yang paling sempurna untuk manusia (Sudarsono, 2002).

B.       Perkembangan Ekonomi Islam
1.       Kebijakan dan Praktek Ekonomi Pada Masa Rasulullah Saw
Sebelum kelahiran Rasulullah, jazirah arab terutama kota Mekah telah mengenal kehidupan perniagan dikarenakan letaknya strategis dalam jalur niaga antara Yaman di selatan dan Syriah di Utara. Dalam melakukan transaksi perniagaan, riba menjadi hal yang umum dalam bertransaksi. Salah satu sistem riba yang terjadi pada masa itu, salah satunya adalah ketika seorang meminjamkan uang dengan jangka waktu tertentu. Namun, bila uang yang dipinjam melebihi batas waktu pengembalian maka uang yang dikembalikan harus disertai tambahan uang.
      Diangkatnya seorang rasul (Nabi Muhammad) dari Mekah tidak mendapatkan sambutan baik oleh mayoritas penduduk Mekah. Pada awal masa kenabian di Mekah, Rasulullah hanya terfokus pada dakwah Islam. Namun setelah melakukan hijrah ke Madinah, Rasulullah dan para sahabat mulai menjalankan sistem ekonomi Islam yang sesuai Al Quran dan Hadist. Sistem ekonomi Islam mulai terbangun di kota Madinah dimana mayoritas masyarakatnya hidup dengan pengelolaan lahan berbeda dengan Mekah yang masyarakatnya berniaga.
     


Prinsip-prinsip ekonomi yang dijelaskan dalam Al Quran, yaitu:
a.         Allah merupakan penguasa dan pemilik alam semesta.
b.        Manusia merupkan khalifah di bumi, bukan pemilik sesungguhnya.
c.         Segala yang didapatkan dan dimiliki manusia adalah atas kehendak Allah. Atas dasar itu, di dalam harta seseorang terdapat harta orang lain yang berhak.
d.        Kekayaan harus diputar dan tidak boleh ditimbun.
e.         Eksploitasi ekonomi apapun bentuknya harus dihilangkan termasuk riba.
f.         Ditetapkannya sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan.
g.        Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orang-orang miskin.
Selain itu, Rasulullah menjalankan kebijakan fiskal dan moneter serta mendirikan lembaga pengumpul dan pengeluaran dana atau rumah dana (baitul mal). Diantaranya adalah sebagai berikut :
a.         Kharaj yatitu pajak terhadap tanah
b.        Zakat
c.         Khums yaitu pajak proposional sebesar 20%
d.        Jizyah yaitu pajak kepada non-muslim terhadap pelayanan sosial-ekonomi dan perlindungan di negara Islam
e.         Kaffarah dan harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris
Untuk pengeluaran baitul mal dialokasikan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrakstruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial (Amalia:2010).
2.    Kebijakan dan Praktek Ekonomi Pada Pemerintahan Sahabat (Khulafa al-Rasyidun)
Setelah Rasulullah wafat, kepimpinan Islam dilanjutkan oleh para sahabat yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib.


2.1   Abu Bakar ash-Shiddiq (51 SH-13 H/537-634 M)
Namanya lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi, khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah, salah seorang yang pertama masuk Islam (al-sabiqun al-awwalun) dan masa kepimpinannya selama dua tahun.
       Tidak banyakan kebijakan ekonomi baru yang dilaksanakan ketika masa kepimpinan Abu Bakar dan melanjutkan kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah. Saat menjadi khalifah, kepimpinannya banyak menghadapi persoalan dari kaum murtad, pembangkang zakat dan nabi palsu.
Khalifah Abu bakar as shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah di praktikan oleh Rasulullah :
a.  Memperhatikan lebih akurat tentang perhitungan zakat. 
b.  Melaksanakan kebijakan tanah hasil taklukan.
c.  Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkan demi
kepentingan umat Islam.
d.  Mendistribuskan baitul mal sesegara mungkin dan menerapkan kesamarataan dalam membagikan baitul mal.

2.2    Umar bin Khattab (40 SH-23 H/584-644 M)
Khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq adalah Umar bin Khattab. Kekhalifahaan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun dan ia memperkenalkan diri sebagai Amir al-Mukminin (komandan orang-orang yang beriman). Selama memimpin, ia berhasil memperluas wilayah Islam hingga jazirah arab, sebagian wilayah kekuasaan romawi seperti Syiria, Palestina, dan Mesir, serta seluruh wilayah kerajaan Persia. Atas ekspansi ini, ia mendapatkan julukan dari orang barat the Saint Paul of Islam.
      Meluasnya wilayah kekuasaan Islam, Umar bin Khatab mengambil kebijakan untuk menggunakan dana baitul mal secara bertahap sesusai kebuthan dan disediakan dana cadangan. Tidak seperti masa Rasulullah dan Abu Bakar ash-Shiddiq, dimana dana baitu mal disalurkan langsung. Baitul mal berkembang dan mendapatkan dana lebih banyak pada masa khalifah Umare bin Khatab. Sehingga baitul dijadikan sebagai lembaga reguler dan permanen. Dengan dibukanya cabang-cabang di ibu kota Privinsi dengan pusat di Madinah.
Beberapa kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa khalifah Umar bin Khatab, antara lain :
a.       Memperlakukan tanah-tanah taklukan tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah.
b.       Menetapkan kuda, madu dan karet sebagai objek zakat karena ketiga hal itu dijadikan perdagangan dengan skala besar.
c.        Menerapkan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah Islam.
d.      Menetapkan dirham perak seberat 14 qirat atau 70 grain barley.

2.3   Ustman bin Affan (47 SH- 35 H/577-656 M)
Sebelum wafatnya Umar bin Khatab, dalam menentukan khalifah selanjutnya dibentuklah tim yang terdiri dari enam orang yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin al-Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin ‘Auf. Dari musyawrah tersebut terpililah Utsman bin Affan sebagai khalifah selanjutnya menggantikan Umar bin Khatab.
      Masa kepimpinan Utsman bin Affan berlangsung selama 12 tahun. Dalam enam tahun kepimpinannya Utsman bin Affan mampu mengekspensi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan. Selain itu ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.
      Khalifah Utsman bin Affan mengambil langkah tidak mengambil upah dari kantornyadan menyimpannya di perbendaharaan negara. Ia tetap memberikan bantuan dan santunan seperti khalifah sebelum dirinya. Utsman tidak memiliki kontrol harga pasar, tetapi ia selalu mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku di pasaran dengan seluruh kaum Muslimin seusai sholat berjamaah.
      Namun selama pemerintahannya, Utsman bin Affan menemui banyak konflik dan kekacauan politik. Sehingga tidak ada kebijakan ekonomi yang cukup signifikan dijalankan.
2.4   Ali Ibn Abi Thalib (23 SH-40 H/600-661 M)
Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan yang terbunuh. Masa kepemimpinnanya berlangsung selama enam tahun dengan banyaknya konflik dan permasalahan dari kaum pemberontak. Salah satu masalah utama dari masa khalifah Ali bin Abi Thalib adalah tuntutan pembunuhan Utsman bin Affan.
       Adanya masalah dan konflik tidak menjadikan pemerintahan Ali bin Abi Thalib stagnan terlebih dalam perekonomian. Ia mengelola perekonomian dengan hati-hati terlebih dalam membelanjakan keuangan negara. Bahkan  diriwayatkan   juga  Ali menarik diri dari daftar penerima gaji. Langkah penting yang dilakukan khalifah Ali bin Abi Thalib adalah pencetakan mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam.
Kebijakan Ali bin Abi Thalib di bidang ekonomi, antara lain :
a. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
b.  Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar.
c.  Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap.
d.  Membentuk petugas keamanan yang disebut dengan syurthah (polisi) yang dipimpin oleh Shahibus-Syurthah.
e.  Ketat dalam menangani keuangan negara dan melanjutkan kebijakan dari khalifah sebelumnya.

3.     Kebijakan dan Praktek Ekonomi Pada Daulah Umayyah, Abbasiyah dan Turki Utsmani
Berakhirnya kekhalifahan para sahabat digantikan oleh pemerintahan yang didasari oleh garis keturunan (monarki). Hal yang berbeda dari pemerintahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam sampai Khulafa al-Rasyidin (sahabat) dimana musyawarah menjadi pilihan utama dalam menentukan pemimpin. Pemerintahan setelah masa Khulafa al-Rasyidin banyak mengalami penyimpangan di luar jalur Islam. Namun dari penyimpangan ini munculah beberapa tokoh-tokoh Islam yang kembali membawa pemerintahan pada jalur Islamnya.
3.1    Masa kepemimpinan Daulah Umayyah (41-132 H/661-750M)
Bergantinya kepemimpinan di tangan Muawiyah bin Abo Sofyan setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib membawa dampak besar bagi pemerintahan Islam. Karena pada masa itu, kepemimpinan diteruskan atas dasar garis keturunan dan dikenal sebagai kepemimpunan Bani Umayyah.
       Kekuasaan Bani Umayyah berpusat di Damaskus. Masa kepimpinan berlangsung selama kurang lebih 90 tahun dan pada tahun-tahun tersebut wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia tengah.
       Kebijakan ekonomi yang terlaksana tidak jauh berbeda dari masa kepimpinan sebelumnya. Penyimpangan yang terjadi pada masa Bani Umayyah adalah adanya disfungsi baitul mal. Dana baitul mal mulai digunakan untuk kepentingan pemimpin dan keluarganya yang tidak berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Akibat penyimpangan ini, muncul konfrontasi antara pemerintah dengan masyarakat. Kerusuhan tersebut terus berlanjut hingga pihak oposisi mampu menggantikan kepemimpinan. Ini menjadikan tanda berakhirnya daulah Muawiyyah dan digantikan oleh daulah Abbasiyah.
       Para tokoh-tokoh yang terlahir di masa daulah Umayyah ini adalah Ziad bin Ali, Imam Abu Hanifah, Abdurahman Al-Awzai’i, Malik bin Anas dan Abu Yusuf.

3.2 Masa Kepemimpinan Daulah Abbasiyah (132-656H/750-1258M)
Daulah Abbasiyah berkuasa setelah daulah Muaiyyah mampu digulingkan pada tahun 750 H. Para pendiri Bani Abbasiyah adalah keturunan dari paman Rasulullah, al-Abbas. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah pada 132-136 H dan pusat pemerintahan berpindah dari Damaskus ke Baghdad. Pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah periode pertama yang dipimpin Abdullah al-Saffah, al-Manshur, al-Mahdi dan al-Ma’mun mampu membawa Baghdad pusat pemerintahan yang tegas dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan menjadi pusat ilmu serta kebudayaan. Tokoh-tokoh pemikir yang lahir dalam dinasti Abbasiyah antara lain Abu Ubaid al-Qasim, Al-Mawardi, Abu Hamid al-Ghazali, Nasirudin at-Tusi, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Khaldun.   
       Setelah berakhirnya periode pertama, daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dan menjadi akhir dari periode kepimpinan daulah Abbasiyah. Bangsa Mongol mengahncurkan daulah yang bertahan lebih dari lima abad lamanya pada 1258 M.

3.3    Masa Kepemimpinan Daulah Turki Utsmani
Kepemimpinan Islam mengalami masa degredasi setelah runtuhnya daulah Abbasiyah. Kepemimpinan Turki Utsmani muncul sebagai kekuatan Islam terbesar di dunia disamping kerajaan Mughal (India) dan kerajaan Safawi (Persia). Putera dari Ertoghrul, Utsmani dianggap sebagai pendiri daulah Turki Utsmani. Pada kepemimpinannya, Utsmani dan penggantinya banyak melakukan perluasan wilayah Islam meliputi Asia kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungaria, dan Rumania. Daulah Turki Utsmani mengalami masa keemasan ketika dipimpin Muhammad II atau Muhammad al-Fatih (1451-1484M) dan Sulaiman al-Qanuni (1520-1566M).
       Perekonomian berjalan sebagaimana masa daulah Abbasiyah. Memfungsikan baitul mal sebagai sumber perbendaharaan negara. Sistem sentralisasi(terpusat) yang dijalankan pemerintah mulai menimbulkan permasalahan dikarenakan luasnya wilayah dan pemerintah pusat pusat terfokus pada peperangan dengan bangsa Eropa. Permasalahan ekonomi timbul dikarena pejabat yang memungut pajak tinggi melebihi batas, praktek pungutan liar dan memanipulasi pungutan pajak.
       Daulah Turki Utsmani mulai mengalami kemunduran pada awal abad keenam belas. Dimulainya konfrontasi dengan bangsa Eropa dan semakin meruncing ketika kalah perang. Selain itu, daulah Turki Utsmani harus menghadapi penyelewangan dan pemberontakan di luar kekalahan perang dengan bangsa Eropa. Pada tahun 1924 daulah Turki Utsmani berakhir.
4.        Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer
Memasuki abad ke-20 Masehi pemikiran ekonomi Islam mulai muncul dari para tokoh-tokoh Muslim. Jika dalam pemikiran ekonomi Islam klasik terdapat tiga fase (Rasulullah, khulafa al-Rasyidin dan daulah), maka pemikirin ekonomi Islam kontemporer dibagi menjadi 3 tipe, yaitu aliran Iqtishādunā, aliran Mainstream, dan aliran Alternatif. Dengan dasar pemikiran yang berbeda-beda antara satu tipe dengan yang lain.
4.1    Aliran Iqtishaduna (Ekonomi Kita)
Aliran Iqtishaduna terlahir dari pemikiran Muhammad Baqir Al-Shadr (1935-1980 M) yang berasal dari Kazimain, Irak. Baqir Al-Shadr telah menciptakan buku Falsafatuna dan Iqtishaduna dari hal inilah ia mulai dikenal sebagai teoritis kebangkitan Islam terkenal.
       Aliran Iqtishaduna beranggapan jika masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat dari sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Akibatnya pihak yang kuat akan semakin kaya dan pihak lemah akan semakin miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
       Aliran Iqtishaduna menolak pernyataan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi disebabkan oleh adanya keinginan manusia yang tak terbatas sementara sumber daya alam yang tersedia jumlahnya terbatas. Karena hal tersebut bertentangan dengan firman Allah: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar: 49).
       Sementara Islam, menurut Al-Shadr membatasi kebebasan individu dalam memiliki sumber-sumber produksi dan memisahkan distribusi sumber-sumber dari bentuk produksi. Alasan di balik itu, Islam melihat unsur manusia dalam keadilan. Islam mengobarkan jihad melawan keterbalakangan dan kemunduran. Maka, bagi Al-Shadr, tidak ada “kerangka” yang tepat untuk mencari berbagi “problem keterbelakangan ekonomi” kecuali dengan sistem ekonomi Islam (Apridar: 2012).
4.2    Aliran Mainstream
Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran Iqtishaduna dalam memandang permasalahan ekonomi. Menurut aliran ini, masalah ekonomi timbul memang dikarenakan kelangkaan (scarcity) sumber daya alam sementara keinginan manusia tidak terbatas. Untuk itu, manusia diarahkan untuk melakukan prioritas dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dan keputusan dalam menentukan skala prioritas tersebut tidak dapat dilakukan semaunya sendiri karena dalam Islam sudah ada rujukannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Tokoh-tokoh aliran mainstream ini, diantaranya Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.
a.         Muhammad Abdul Mannan
Abdul Mannan salah seorang pemikir ekonomi Islam kontemporer, ia salah seorang yang mendapat gelar Master dan Doktornya di Universitas Michigan, Amerika Serikat. Merupakan pengajar dan peneliti di universitas-universitas dunia termasuk di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah.
       Karya-karyanya dalam ilmu ekonomi yaitu Islamic Economics: Theory and Practice (1970) dan The Making of Islamic Economic Society (1984). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.” Ketika ekonomi Islam dihadapkan pada masalah ”kelangkaan”, maka bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan dalam ekonomi Barat. Bedanya adalah pilihan individu terhadap alternatif penggunaan sumber daya dipengaruhi oleh keyakinan terhadap nilai-nilai Islam.
b.    Muhammad Nejatullah Siddiqi
Baginya, ekonomi Islam modern itu, memanfaatkan teknik produksi terbaik dan metode organisasi yang ada. Sifat Islamnya terletak pada basis hubungan antarmanusia, di samping pada sikap dan kebijakan-kebijakan sosial yang membentuk sistem tersebut. Ciri utama yang membedakan perekonomian Islam dan sistem-sistem ekonomi modern yang lain, menurutnya, adalah bahwa di dalam suatu kerangka Islam, kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi merupakan sarana untuk mencapai tujuan spritual dan moral.
       Karya-karyanya dalam ilmu ekonomi yaitu The Economic Enterprise in Islam (1971) dan Some Aspects of The Islamic Economy (1978). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “respon para pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi yang dihadapi pada zaman mereka masing-masing. Dalam usaha ini, mereka dibantu oleh Qur’an dan Sunnah, baik sebagai dalil dan petunjuk maupun sebagai eksprimen.
c.    Syed Nawab Haidar Naqvi
Ada 3 tema besar dalam pemikiran Naqvi terhadap ekonomi Islam, yaitu :
1.    Kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari upaya manusia yang lebih luas untuk mewujudkan masyarakat yang adil berdasarkan pada prinsip etika illahiyah, yakni keadilan (Al-’Adl) dan kebajikan (Al-Ihsan). Menurutnya, hal itu berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi ekonomi dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem ekonomi lainnya.
2.    Melalui prinsip Al-’Adl wa Al- Ihsān, ekonomi Islam memerlukan suatu bias yang melekat dalam kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan lemah secara ekonomis. Bias tersebut mencerminkan penekanan Islam terhadap keadilan, yang ia terjemahkan sebagai egalitarianisme.
3.    Diperlukannya suatu peran utama negara dalam kegiatan ekonomi. Negara tidak hanya berperan sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia (supplier) kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar barang maupun faktor produksi, demikian pula negara berperan sebagai pengontrol sistem perbankan. Ia melihat negara Islam sebagai perwujudan atau penjelmaan amanah Allah tatkala ia meletakkan negara sebagai penyedia, penopang dan pendorong kegiatan ekonomi
Karya-karya Naqvi dalam ilmu ekonomi, yaitu  Ethics and Economics: An Islamic Synthesis (1981). Ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “perilaku muslim sebagai perwakilan dari ciri khas masyarakat muslim.
d.    Monzer Kahf
Monzer Kahf ialah salah pakar pemikir ekonomi Islam, ketua Economist Group Association of Muslim Social Scientist, USA. Menempuh pendidikan di Syiria dan USA serta mendapatkan gelar Ph.D ekonomi dengan spesialisasi ekonomi internatiol.
       Karya-karya dari Monzer Kahf dalam ilmu ekonomi, yaitu The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System (1978). Ia tidak mengusulkan suatu definisi “formal” bagi ekonomi Islam, tetapi karena ilmu ekonomi berhubungan dengan perilaku manusia dalam hal produksi, distribusi dan konsumsi, maka ekonomi Islam, menurutnya, dapat dilihat sebagai sebuah cabang dari ilmu ekonomi yang dipelajari dengan berdasarkan paradigma (yakni aksioma, sistem nilai dan etika) Islam, sama dengan studi ekonomi Kapitalisme dan ekonomi Sosialisme.

4.3    Aliran Alternatif
Aliran ini kritis secara ilmiah terhadap ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sebagai peradaban. Aliran alternatif banyak mengkritik aliran Iqtishaduna dan aliran Mainstream bahkan ekonomi Konvensional. Aliran Iqtishādunā dikritik karena dianggap berusaha menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan tokoh-tokoh sebelumnya, sedangkan aliran Mainstream dikritik sebagai jiplakan ekonomi aliran Neo-Klasik dan Keynesian dengan menghilangkan unsur riba serta memasukkan variabel zakat dan akad.
       Para tokoh-tokoh aliran ini yang diketahui adalah Timur Kuran dalam artikelnya “The Economyc System in Contemporary Islamic Thought: Interpretation and Assessment”, dalam International Journal of Middle East Studies Volume 18 tahun 1986, dan “On The Notion of Economic Justice in Contemporary Islamic Thought” dalam International Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989. Sohrab Behdad tulisan artikelnya yang berjudul “Property Rights in Contemporary Islamic Economic Thought: A Critical Perspective” dalam jurnal Review of Social Economy Volume 47 tahun 1989. Dan Abdullah Saeed dengan tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “Islamic Banking in Practice: A Critical Look at The Murabaha Financing Mechanism” dalam Journal of Arabic, Islamic & Middle Eastern Studies tahun 1993, dan “The Moral Context of The Prohibition of Riba in Islam Revisited” dalam American Journal of Islamic Social Sciencetahun 1995.








DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2010.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing. 2010.
Apridar. Teori Ekonomi: Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.2012
Hak, Nurul. Ekonomi Islam: Hukum Bisnis Syariah (Mengupas Ekonomi Islam, Bank Islam, Bunga Uang dan Bagi Hasil, Wakaf Uang dan Sengketa Ekonomi Syariah). Yogyakarta:  Teras. 2011.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Press. 2006.
Mannan, Muhammad Abdul. Islamic Economics, Teory and Practice. Terjemahan Drs. Nastangin dengan judul Teori dan Praktik Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 2007.
Noor, Deliar. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafndo Persada. 2012.
Shiddiqi, Nouruzzaman. Tamadun Muslim. Jakarta: Bulan Bintang. 1986.
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Ekonosia. (2002).
Diakses pada tanggal 9 September 2017
Diakses pada tanggal 9 September 2017
Diakses pada tanggal 9 September 2017

No comments:

Post a Comment