DAFTAR KERUGIAN
POTENSIIL
4.1. PENGERTIAN
Dari
kegiatan mengidentifikasi risiko akan dihasilkan/dibuat suatu daftar mengenai
kerugian potensiil, baik yang mungkin menimpa bisnisnya maupun bisnis apapun.
Daftar ini disebut ”daftar kerugian potensiil” atau ”check list”.
Jadi
dari daftar tersebut akan dapat diketahui kerugian apa saja dan bagaimana
terjadinya yang mungkin dapat menimpa bisnisnya, sehingga dapat dipakai sebagai
dasar di dalam menentukan kebijaksanaan pengendalian risiko.
Dari
seluruh kerugian potensiil yang mungkin menimpa suatu bisnis pada pokoknya
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Kerugian atas harta (property losses).
2. Kerugian berupa kewajiban kepada pihak ketiga
(liability losses).
3. Kerugian personil (personal losses).
4.2. KERUGIAN
ATAS HARTA
4.2.1. Pembagian Jenis Harta
Kerugian
harta adalah kerugian yang menimpa ”harta milik” perusahaan. Dimana untuk kepentingan penanggulangan risiko harta dibagi ke dalam :
a. Benda tetap (”real estate”), yaitu harta yang
terdiri dari tanah dan bangunan yang ada di atasnya.
b. Barang bergerak (”personal property”), yaitu
barang-barang yang tidak terikat pada tanah, yang selanjutnya dapat dibagi lagi
ke dalam :
b.1. barang-barang yang digunakan untuk melakukan
aktivitas produksi dan aktivitas-aktivitas perusahaan lainnya, yang meliputi
antara lain : bahan baku dan pembantu, peralatan, suku cadang dan sebagainya,
b.2. barang-barang yang akan dijual, misalnya :
hasil produksi (perusahaan industri), barang dagangan (perusahaan perdagangan),
surat-surat berharga (pialang), uang (bank) dan sebagainya.
4.2.2. Penyebab
Kerugian
Penyebab
kerugian terhadap harta yang dibedakan ke dalam :
1. Bahaya phisik, yaitu bahaya yang menimbulkan
kerugian, yang bukan berasal dari ulah manusia. Umumnya bahaya yang timbul
karena kekuatan alam, seperti : kebakaran, angin topan, gempa bumi yang dapat
merusak harta.
2. Bahaya sosial, yaitu bahaya yang timbul
karena :
a. adanya penyimpangan tingkah laku manusia dari
norma-norma kehidupan yang wajar, misalnya : pencurian, penggelapan, penipuan
dan sebagainya,
b. adanya penyimpangan perilaku yang dilakukan
oleh manusia secara kelompok, misalnya : pemogokan, kerusuhan dan sebagainya.
3. Bahaya ekonomi, yaitu bahaya-bahaya yang
disebabkan oleh kekuatan eksternal maupun internal perusahaan, misalnya :
mismanajemen, resesi ekonomi, perubahan harga, persaingan dan sebagainya.
Dalam
kaitan ini Manajer Risiko lebih menitik-beratkan perhatiannya pada bahaya
phisik dan bahaya sosial, karena dari situlah umumnya risiko murni bersumber.
Kerugian
harta yang bersumber dari bahaya sosial dapat berasal dari orang dalam
perusahaan sendiri, misalnya : korupsi, manipulasi dan mungkin pula dilakukan
oleh orang lain, misalnya : pencurian, penipuan dan sebagainya.
Kerugian
yang disebabkan oleh perbuatan karyawan sendiri (penggelapan) biasanya
dikarenakan adanya ketidak-jujuran dari karyawan yang bersangkutan. Dimana
karyawan menggunakan harta yang bukan miliknya, tetapi milik perusahaan untuk
kepentingannya sendiri. Ketidak-jujuran karyawan dapat dikategorikan ke dalam :
a. penggelapan yang sudah dipikirkan
masak-masak; biasanya mereka yang menerima pekerjaan di suatu perusahaan sudah
dengan maksud untuk memudahkan mencuri harta milik perusahaan, biasanya bahaya
kerugiannya besar,
b. penggelapan yang dilakukan oleh karyawan yang
mempunyai kebutuhan (keuangan) yang mendesak, sehingga yang bersangkutan
membenarkan keputusannya untuk menggelapkan harta milik perusahaan, biasanya
kerugiannya tidak begitu besar,
c. penggelapan yang dilakukan karena berbagai
alasan, yang bukan bermaksud memperkaya diri, misalnya : kleptomani, balas
dendam dan tekanan-tekanan psikologis lainnya, biasanya pencurian yang
dilakukan dalam skala kecil, sehingga bagi perusahaan tidak begitu membahayakan
(merugikan).
Kejahatan
yang dilakukan oleh pihak luar, yang didorong oleh keinginan untuk mencuri biasanya
perlu dibedakan ke dalam :
a. yang dilakukan oleh pencuri yang profesional,
yang biasanya melakukan pencurian setelah mengamati situasi dari sasaran secara
seksama, demi kelancaran dan keamanan kejahatannya, umumnya jumlah kerugiannya
besar,
b. yang dilakukan oleh pencuri amatiran, yaitu
pencurian-pencurian yang dilakukan hanya karena kecenderungan menuruti kata
hati, bukan didorong oleh keinginan untuk mencuri, tetapi oleh keinginan lain,
seperti : kebutuhan yang mendesak, kekacauan mental (kleptomani), biasanya
kerugian yang ditimbulkan tidak begitu besar.
4.2.3 Macam-macam
Kerugian atas Harta
Kerugian
yang menimpa harta karena terjadinya peril dapat dibedakan ke dalam :
1. Kerugian langsung.
2. Kerugian tidak langsung.
3. Kerugian net income.
ad.1. Kerugian langsung adalah kerugian yang
langsung dapat dikaitkan dengan peril yang menimpa harta tersebut, yaitu
kerugian yang diderita karena rusaknya atau hancurnya harta yang terkena peril,
misalnya gedung terbakar, dimana kerugiannya berupa nilai dari gedung tersebut,
yang besarnya sama dengan nilai pembangunan kembali atau biaya perbaikan
terhadap gedung yang bersangkutan.
ad.2. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang
disebabkan oleh berkurangnya nilai, kemsakan atau tidak berfungsinya barang
lain selain yang terkena peril.
Contoh : 1. Makanan,
minuman, obat-obatan menjadi rusak dikarenakan lingkungan yang berubah
disebabkan oleh peril yang telah menimpa harta lain (misalnya gardu instalasi
listriknya terbakar), sehingga pengaturan temperature dan kelembaban menjadi
kacau balau.
2. Harta yang terdiri dua komponen atau lebih,
apabila salah satu komponennya rusak, maka nilai dari komponen-komponen yang
lain ikut menjadi berkurang, meskipun sebetulnya tidak rusak.
3. Suatu gedung rusak berat, tetapi tidak
seluruhnya rusak artinya masin ada bagian-bagian yang tidak mengalami kerusakan
dan bila dibangun kembali gedung harus dibongkar seluruhnya. Kerugian tidak
langsungnya : biaya pembongkaran dan pembangunan kembali bagian gedung yang
sebetulnya tidak rusak.
4. Bila rusaknya satu alat produksi mengakibatkan
beberapa karyawan terpaksa harus menganggur untuk beberapa hari dan mereka itu
umumnya harus tetap dibayar upah / gajinya. Kerugian tidak langsungnya adalah
gaji / upah karyawan yang harus nganggur tersebut.
ad.3. Kerugian net income (= pendapatan dikurangi
biaya), yaitu penurunan net income suatu perusahaan, karena hilangnya / berkurangnya
manfaat suatu harta, baik sebagian maupun seluruhnya karena peril, sampai harta
tersebut diganti atau dipulihkan seperti semula. Sebab hal itu akan
mengakibatkan di satu pihak pendapatan perusahaan menurun dan di lain pihak
biayanya naik.
Meskipun
jenis kerugian ini sering jauh lebih besar daripada kerugian langsung maupun
tidak langsung, tetapi banyak perusahaan yang tidak / kurang menyadari adanya
kerugian ini. Hal ini dikarenakan manajer risiko lebih sukar untuk
mengidentifikasi dan mengukur kerugian net income, karena banyaknya variabel
yang terlibat, yang tidak mudah untuk mengidentifikasi dan mengukurnya.
4.2.4. Subyek
Kerugian Harta
Dalam
kaitan masalah kerugian atas harta pertama-tama perlu dipahami bahwa pengertian
harta disini lebih luas dari aset nyata. Dalam pengertian harta disini tercakup
pula sekumpulan hak yang berasal dari atau merupakan bagian dari aset nyata,
yang juga mempunyai nilai ekonomis yang pasti. Hak tersebut dapat berupa
berbagai bentuk, yang dapat diperoleh dengan berbagai cara.
Untuk
mengidentifikasi dan mengukur kerugian dalam bisnis, Manajer Risiko harus
mengetahui dan memahami jenis-jenis kepemilikan yang berbeda yang mungkin ada
dan bagaimana menilainya.
Hal
kedua yang perlu dipahami pula adalah bahwa sebagai konsekuensi lebih luasnya
pengertian harta dari pada aset nyata adalah bahwa orang yang dapat menderita
(subyek kerugian) tidak selalu orang yang memiliki harta tersebut, tetapi
mungkin pihak lain yang bukan pemiliknya.
Berkaitan
dengan kedua hal tersebut berikut akan dibahas beberapa hal yang berkaitan
dengan kepemilikan dan siapa yang bertanggung-jawab atas atau menderita
kerugian-kerugian harta yang terkena suatu peril.
4.2.4.1.
Kepemilikan
Kepemilikan
atas harta adalah merupakan kepemilikan tunggal, sebagai hasil dari : pembelian,
penyitaan barang jaminan, hadiah atau hasil-hasil dari kejadian yang lain. Jika
harta terkena peril, maka pemiliknyalah yang akan menderita / bertanggung jawab
atas kerugian akibat peril tersebut. Demikian pula bila ia hanya memiliki
sebagai dari harta tersebut, maka ia juga hanya menanggung sebagian saja dari
kerugian tersebut.
4.2.4.2.
Kredit dengan jaminan
Kreditur
yang memberikan kredit dengan jaminan mempunyai hak / bagian atas harta yang
digunakan sebagai jaminan. Dimana kemampuan menagih kreditur akan berkurang
(menderita kerugian) bila harta yang dijaminkan rusak atau hancur, karena
terkena peril, yang berarti kerugian berupa tidak terbayarnya sebagian atau
seluruh piutangnya, meskipun kreditur bukan pemilik harta tersebut.
Dimana
hak kreditur atas harta yang dipakai sebagai jaminan adalah sebanding dengan
nilai dari piutangnya (ditambah bunga). Hal ini akan terlihat jelas pada kasus
bila harta yang dipakai sebagia jaminan itu diasuransikan dan terkena peril,
maka kreditur akan berhak atas sebagian ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi, sebesar piutang ditambah bunganya.
4.2.4.3.
Jual-beli Bersyarat
Tanggung
jawab terhadap kerugian-kemgian yang terjadi dalam transaksi jual-beli
bersyarat adalah tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak
jual-beli termaksud. Artinya tanggung jawab dapat di pundak penjual dan bisa
juga pada pembeli, tergantung pada bagaimana isi persyaratan kontrak
jual-belinya.
Dalam
kaitan ini sudah ada ketentuan umum yang berlaku secara internasional, yang dikenal
dengan istilah “Uniform Commercial Code”. Beberapa ketentuan umum
tersebut antara lain :
a. Bila persyaratan “loco gudang“ (penjual),
berarti bahwa segala kerugian yang terjadi sesudah barang keluar dari gudang
penjual, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembeli.
b.
Bila persyaratan “anco gudang perusahaan pengangkutan“, hal ini
berarti bahwa barang sudah menjadi milik pembeli pada saat barang berada di
gudang perusahaan pengangkutan dan ongkos angkut sudah dibayar oleh pembeli. Jadi
segala kerugian yang terjadi sesudah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pembeli. Dalam kasus ini perusahaan pengangkutan
bertindak sebagai wakil pembeli.
c.
Bila persyaratannya “franco
tempat tujuan” atau “franco gudang (pembeli)”, berarti
barang baru menjadi milik pembeli sesudah diserahkan di gudang pembeli oleh
perusahaan pengangkutan. Dengan demikian kerugian yang terjadi sebelum
penyerahan menjadi tanggung jawab penjual. Dalam hal ini berarti perusahaan
pengangkutan bertindak sebagai wakil penjual.
d.
Bila persyaratannya “F.A.S”
(“free alongside ship”), berarti barang menjadi milik pembeli bila barang
sudah siap untuk diangkut (barang sudah ada di pelabuhan dan siap dimuat ke
atas kapal). Dengan demikian kerusakan / kerugian selama barang dalam
pengangkutan / pengiriman menjadi tanggung jawab pembeli.
e.
Bila persyaratannya “C.O.D”
(“Collect on Delivery”), maka barang masih tetap menjadi milik penjual
meskipun sudah berada di tangan pembeli, sampai harga barang tersebut dibayar
lunas. Dapat juga barang sudah menjadi milik pembeli pada saat ongkos angkut
sudah dibayar lunas oleh pembeli, tetapi penjual masih mempunyai hak gadai
terhadap barang tersebut, sampai harga barang dibayar lunas.
f.
Bila persyaratannya “C.1.F”
(“Cost Insurance and Freight”), maka kepemilikan barang-barang berpindah ke
pembeli pada saat barang diserahkaan kepada perusahaan pengangkutan, disertai
dengan dokumen-dokumen asuransi, pengangkutan dan surat-surat tanda kepemilikan
(“conyosemen”).
4.2.4.4. Sewa-menyewa
Umumnya penyewa tidak bertanggung jawab
atas kerugian harta yang disewa yang terkena peril. Tetapi ada beberapa
perkecualian terhadap ketentuan umum ini, yaitu antara lain :
a.
Berdasarkan hukum adat
penyewa bertanggung jawab atas kerusakan harta yang disewanya, yang disebabkan
oleh kecerobohannya.
b.
Bila dalam kontrak
sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa harus mengembalikan harta kepada
pemiliknya dalam kondisi baik, seperti pada waktu diterima, kecuali kerusakan-kerusakan
karena keusangan / keausan, maka bila ada kerusakan menjadi tanggung jawab
penyewa.
c. Penyewa melakukan perubahan terhadap harta tetap yang
disewakannya, dengan harapan mendapatkan beberapa manfaat dari perubahan
tersebut. Maka :
a. jika pada saat penyerahan kembali perubahan
dapat dikembalikan seperti keadaan semula penyewa akan memperoleh keuntungan,
b. tetapi bila perubahan tersebut tidak dapat
dikembalikan seperti semula, maka kerusakan terhadap harta tetap akibat
perubahan tersebut menjadi tanggung jawab penyewa.
4.2. Bailments
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering mengalami bahwa ada barang-barang yang untuk sementara
berada di tangan orang lain (bukan pemilik yang sebenarnya).
Contoh : - Mobil
yang direparasikan, untuk sementara barada di tangan pemilik bengkel.
- Pakaian yang dibinatukan, untuk sementara
berada di tangan tukang binatu.
- Barang-barang yang disimpan di gudang yang
disewa.
Orang-orang
atau badan-badan yang menguasai harta orang lain untuk sementara disebut ”bailee”
dan si pemilik barang disebut ”bailor”, sedang perjanjian antara
bailee dan bailor disebut ”bailments”.
Jadi
yang dapat dikategorikan sebagai bailee adalah termasuk bisnis-bisnis yang
mengerjakan barang milik orang lain.
Dimana
selama berada di tangan bailee ada kemungkinan bahwa barang akan terkena peril.
Tanggung jawab terhadap kerugian akibat peril tersebut tergantung pada isi
penjanjian (bailment)nya. Tetapi meski bagaimanapun juga bailee bertanggung
jawab terhadap kerugian harta yang sementara ada di tangannya, yang diakibatkan
oleh kecerobohannya.
Kadang-kadang
karena suatu sebab tertentu perjanjian telah dibuat sebelum terjadi kerugian
atau karena keinginan dari bailee untuk menjaga hubungan baik dengan
pelanggannya (bailor), bailee memikul tanggung jawab untuk kerugian-kerugian
yang tak terduga terhadap harta pelanggan yang ada di tangannya, sekalipun
kerugian itu bukan karena kecerobohannya. Bailee yang bertindak demikian pada
hakekatnya adalah sebagai wakil atau agen pemilik.
Karakteristik
dari hubungan ini (bailments) antara lain:
1.
Identitas harta (“the
title of the property”) atau bukti kepemilikan masih ada di tangan bailor.
2. Kepemilikan atau penguasaan harta untuk
sementara berada di tangan bailee.
3. Pemindahan kepemilikan atau penguasaan kepada
orang lain dari harta harus merupakan pemindahan posisi dari seorang bailee dan
harus mendapat persetujuan dari bailor.
Mengenai
sampai dimana tanggung jawab terhadap harta yang untuk sementara .berada di
bawah kekuasaan Bailee, hukum menentukan 3 macam kategori, yaitu :
1. Bila penyerahan (bailments) tersebut untuk
kepentingan bailor dan bailee tidak mendapatkan kompensasi apapun atas
pemeliharaan dan pengamanan harta tersebut, maka bailee tidak bertanggung jawab
kepada kerugian harta tersebut.
Contoh : Seseorang menitipkan barangnya kepada
temannya, tanpa ada kompensasi atas penitipan tersebut, bila harta yang
dititipkan terkena peril, maka temannya tidak bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.
2. Bila penyerahan tersebut untuk kepentingan
bailee, dimana bailee dapat meminjam dan memanfaatkan harta tersebut untuk
sementara waktu tanpa kompensasi apapun kepada bailor, maka bailee bertanggung
jawab atas kerugian harta yang bersangkutan.
Contoh : Pemilik bengkel yang memanfaatkan mobil yang
sudah selesai diperbaiki sebelum diserahkan kepada pemiliknya dan pemilik tidak
mendapatkan kompensasi apapun atas pemanfaatan (misalnya disewakan), maka bila
mobil tersebut terkena peril, kerugian menjadi tanggung jawab pemilik bengkel.
3. Penyerahan tersebut untuk kepentingan kedua
belah pihak (bailee dan bailor) dan kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari
penyerahan tersebut, maka kerugian terhadap harta yang diserahkan menjadi
tanggung jawab kedua belah pihak.
Contoh : Seorang pemilik mobil menyerahkan mobilnya
kepada perusahaan penyewaan mobil, dimana pemilik mendapatkan bagian dari hasil
persewaannya, maka bila mobil tersebut terkena peril, kerugiannya dipikul
bersama oleh pemilik dan perusahaan persewaan.
4.2.4.6.
Easement
Easement
adalah hak bagi seseorang untuk memanfaatkan harta yang bukan miliknya dan hak
penggunaan tersebut diakui oleh pemiliknya, maka bila terjadi kerugian atas
pemanfaatan harta tersebut menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkan
(pemakai). Hak ini biasanya diperoleh melalui pengungkapan / pengakuan secara
tidak langsung, tetapi mungkin juga diperoleh melalui sebuah perjanjian / akte
(disebut ”prescription”).
Contoh : Seorang pengusaha bahan bangunan mempunyai
hak untuk menggunakan halaman tetangganya untuk menyimpan sebagian barang
dagangannya. Bila terjadi kerugian akibat penempatan barang dagangan tersebut,
maka kerugiannya menjadi tanggung jawab pedagang bahan bangunan itu sendiri.
4.2.4.7.
Lisensi
Lisensi
adalah hak istimewa yang diberikan oleh pemilik harta kepada pihak lain untuk
mcnggunakan harta tersebut, bagi suatu tujuan yang spesifik. Bila terjadi
kerugian akibat penggunaan tersebut, kerugiannya menjadi tanggung jawab pemilik
atau bisa juga menurut perjanjian.
Contoh : Hak penggunaan merek dan formula obat-obatan
yang diperoleh beberapa perusahaan pharmasi di Indonesia atas mereka dan
formula obat-obatan produksi luar negeri. Misalnya : hak PT. Medifarma
Laboratories, Inc. untuk memproduksi obat dengan merek dan formula ”Neozep”,
milik United American Pharmaceuti-cals, Ltd.
4.2.5. Menghitung
Nilai Kerugian
Setelah
seorang manajer risiko berhasil mengidentifikasi adanya kerugian harta yang
dihadapi perusahaan, maka ia harus menghitung besarnya nilai kerugian tersebut,
guna memperkirakan besarnya (kegawatan) dari risiko tersebut.
Ada
beberapa ukuran dasar untuk melakukan penaksiran nilai kerugian yang telah
diakui oleh penilai, lembaga-lembaga maupun orang-orang yang bekerja secara
profesional dalam bidang penaksiran. Meskipun harus tetap diakui adanya
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing ukuran dasar tersebut, yang mana
yang akan dipilih untuk dipakai biasanya tergantung pada tujuan dari penilaian
yang bersangkutan.
Metode
atau ukuran dasar tersebut antara lain :
1. Biaya yang sesungguhnya dari harta. Jadi
nilainya tergantung pada kondisi pasar pada saat dilakukan pembelian, antara
lain : kekuatan tawar menawar, apakah harta masih baru atau sudah tangan kedua
dan faktor-faktor lain. Kelemahan dari metode ini : penilaian tidak dapat
mencerminkan perubahan teknologi atau mode.
2. Nilai buku. Jadi nilai harta sebesar harga
pembelian dikurangi dengan penyusutan.
3. Nilai taksiran pajak, yaitu penilaian yang
diberikan oleh petugas pajak pada waktu menetapkan pajak perseroan perusahaan
yang bersangkutan. Kelemahan metode ini : sering tidak dapat mencerminkan nilai
yang sebenarnya dari harta.
4. Biaya memproduksi kembali, memperbaiki atau
biaya penggantian harta agar kembali seperti semula.
Kelebihan
dari metode ini : kurang dipengaruhi oleh unsur subyektif ; sedang kelemahannya
: nilainya akan di atas nilai pasar. Metode ini cocok untuk harta yang
penggantiannya hanya sebagian (cukup direparasi untuk mengembalikan pada
keadaan semula).
5. Nilai pasar, Jadi ditentukan oleh kemauan
penjual untuk menerima pembayaran dan kemauan pembeli untuk membayar harta
tersebut dalam suatu transaksi, pada saat dilakukan penilaian terhadap harta
tersebut.
6. Biaya penggantian dikurangi dengan penyusutan
dan keusangan.
Kelebihan
metode ini akan menghasilkan penilaian bahwa harta baru mempunyai nilai bisnis
yang lebih tinggi dari pada harta yang lama, Sedang kelemahannya metode ini
agak bersifat subyektif. Metode ini yang sering dipakai oleh perusahaan
asuransi dalam menilai harta yang akan ditanggungnya, sebab metode ini
mendasarkan pada ”actual cash value”.
Penyusutan
adalah hal yang berkaitan dengan umur, sedang keusangan berkaitan dengan
masalah mode atau perubahan design.
Metode
yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi adalah metode yang ke 4, 5 dan 6.
Ada
satu masalah lain yang berkaitan dengan penilaian harta, yaitu masalah ”Pembuangan”.
Yaitu masalah yang timbul jika suatu harta terkena peril, tetapi tidak
seluruhnya menjadi hancur. Masalahnya adalah : apakah harta tersebut cukup
diperbaiki saja, berarti bagian harta yang masih baik tetap dipakai, tidak
dibuang atau harus diganti seluruhnya, yang berarti bagian harta yang masih
baik dibuang. Persoalannya disini adalah bila diganti seluruhnya adalah
pembuangan bagian harta yang sebetulnya masih dapat dipakai, yang tentu saja
berakibat biaya keseluruhan untuk perbaikan kembali menjadi lebih tinggi.
Pemecahannya
umumnya dengan cara membandingkan ”PV” (present value) cash flow dari kedua
alternatif tersebut. Artinya :
¨
apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih besar dari pada ”pv, cash
flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut
diperbaiki saja;
¨
apabila ”pv. cash flow” dengan perbaikan lebih kecil dari pada ”pv. cash
flow” dengan penggantian / pembuangan, maka sebaiknya harta tersebut diganti
seluruhnya.
4.2.6. Sumber
Kerugian Net Income
Pada
prinsipnya sumber kerugian terhadap net income terdiri dari dua hal, yaitu :
1. Pendapatan yang menurun.
2. Biaya yang meningkat.
4.2.6.1.
Pendapatan yang menurun
Bila
suatu perusahaan tertimpa peril, maka pendapatannya akan mengalami penurunan,
yang disebabkan antara lain :
1. Kerugian uang sewa
Jika
suatu harta yang disewakan rusak / hancur terkena peril, penyewa umumnya tidak
akan mau membayar sewa selama harta itu masih dalam perbaikan atau selama tidak
dapat digunakan
2. Gangguan terhadap operasi perusahaan
Bila
suatu perusahaan hartanya terkena peril, ia akan terpaksa mengehentikan atau
mengurangi volume operasinya, hal maka akan mengakibatkan :
a. net profit yang seharusnya diterima akan
hilang,
b. biaya yang tetap harus dikeluarkan, meskipun
operasi perusahaan mengalami gangguan.
3. Gangguan tak terduga di dalam bisnis,
misalnya karena terganggunya kegiatan dari supplier atau penyalur dari
perusahaan.
4. Hilangnya profit dari barang jadi yang
mestinya bisa dijual, yang rusak karena kerusakan alat produksi atau barang
jadi itu sendiri yang terkena peril.
5. Pengumpulan piutang akan menurun.
Bila
karena peril bukti-bukti piutang hilang, maka penagihan piutang akan menjadi
lebih sulit, sehingga piutang yang bisa terkumpul menjadi menurun.
Juga
karena : perusahaan yang terkena peril biasanya perhatian lebih dicurahkan pada
penyelamatan operasi perusahaan dari pada untuk mengumpulkan piutang, sehingga
aktivitas pengumpulan piutang akan menurun dan hasilnya juga akan turun.
4.2.6.2.
Biaya yang meningKat
Bila
suatu perusahaan terkena peril dapat mengakibatkan kenaikan beberapa jenis
biaya, antara lain:
1. Kerugian nilai sewa.
Dimana
karena kerusakan bangunan/peralatan tersebut maka untuk melanjutkan operasinya
perusahaan terpaksa untuk sementara harus menyewa peralatan lain. Bila yang
rusak harta yang disewa, perusahaan harus menyewa lagi barang lain dan sewa
yang sudah dibayar menjadi hilang.
2. Biasanya perlu dikeluarkan biaya ekstra untuk
meneruskan operasi perusahaan secara normal akibat adanya peril dan demi
memelihara hubungan baik dengan pelanggan. Untuk itu biasanya perlu disusun suatu
rencana tentang apa yang harus dilakukan setelah terjadi peril, agar :
a. perusahaan dapat beroperasi dengan lebih
cepat dan lebih efisien,
b. dapat menentukan besarnya biaya ekstra yang
harus dikeluarkan.
3. Pembatalan kontrak sewa yang bernilai tinggi,
dimana biasanya sewa jangka panjang lebih murah dari pada sewa jangka pendek.
4. Hilangnya manfaat yang diakibatkan oleh
perbaikan / perubahan yang dilakukan penyewa terhadap harta yang disewa, yang
mengalami kerusakan.
4.3. TANGGUNG
JAWAB ATAS KERUGIAN PIHAK LAIN
4.3.1. Pengertian
Tanggung
jawab atas kerugian pihak lain (”Liability Loss Exposures”) timbul
karena adanya kemungkinan bahwa aktivitas perusahaan menimbulkan kerugian harta
atau personil pihak lain tersebut, baik yang disengaja maupun tidak. Tanggung
jawab ini timbul dapat dikatakan sebagai penjabaran dari ungkapan norma
kehidupan masyarakat, yaitu : ”Siapa yang berbuat, dialah yang bertanggung
jawab”. Tanggung jawab ini disebut juga tanggung jawab yang sah.
4.3.2. Jenis
Tanggung Jawab yang Sah
Tanggung
jawab yang sah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Tanggung jawab sipil / perdata, yaitu
tanggung jawab yang sah yang realisasinya biasanya dilakukan oleh satu pihak
(penggugat) melawan pihak lain (tergugat) yang dinyatakan bersalah. Dimana
keputusan hukumnya berupa : penggantian kerugian kepada pihak yang dirugikan
(penggugat). Dimana pengadilan memutuskan perkara yang diajukan oleh pihak yang
berperkara dan atas biaya mereka sendiri.
b. Tanggung jawab umum / pidana, dimana
berlakunya tanggung jawab ini kepada yang bersangkutan diajukan oleh petugas
pelaksana hukum (”Jaksa Penuntut Umum”) atas nama masyarakat / umum / Negara
terhadap individu maupun usaha bisnis, yang diduga harus bertanggung jawab atas
kerugian yang terjadi.
Dimana
keputusan hukumnya berupa denda atau penjara, yang harus dibayar / dijalani
oleh tersangka.
Bila
ancaman hukumannya cukup berat dan si tersangka tidak mampu membayar pengacara,
maka pengacara disediakan dan dibayaroleh Pemerintah.
4.3.3. Sumber
Tanggung Jawab Sipil
Tanggung
jawab sipil yang harus dipikul seseorang atau suatu badan dapat timbul karena
berbagai sebab / sumber, yang antara lain terdiri dari :
a. Yang timbul dari kontrak, yaitu antara lain
yang timbul karena pelanggaran atau pembatalan atas kontrak yang telah
disetujuinya.
b. Yang timbul dari kelalaian atau kesembronoan,
yang meliputi :
1. Kelalaian yang disengaja, misalnya berupa :
pelanggaran, salah tangkap, penyerangan, memfitnah, mengumpat dan sebagainya.
2. Kelalaian yang tidak disengaja, yaitu akibat
dari tindakan yang sembrono, misalnya : memasang stroom pada pagar.
3. Subyek kesembronoan yang menimbulkan tanggung
jawab yang sempurna, seperti berupa gangguan pribadi, kecelakaan industri,
kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Yang timbul dari penipuan atau kesalahan,
misalnya : keringanan keputusan dari yang seharusnya, kekurangan penggantian
kerugian, membuat kontrak pura-pura.
d. Yang timbul dari tindakan atau aktivitas yang
lain, seperti : kebangkrutan, penyitaan, perwaliandan sebagainya.
4.3.4. Cara
Menentukan Tanggung Jawab Sipil
Dalam
menentukan tanggung jawab sipil peraturan hukum berpegang pada prinsip : ”perlindungan hukum hanya diberikan pada
orang-orang yang dapat membuktikannya”.
Karena
prinsip tersebut maka pihak-pihak yang berperkara harus menangani
kepentingannya sendiri atau menggunakan pengacara yang profesional, agar dapat
membuktikan bahwa dialah yang memang berhak. Sebab hanya dengan kekuatan,
ketelitian, kecermatan dan kebijaksanaan orang yang berperkara dapat menang.
Dalam
proses penentuan tanggung jawab yang sah atau hak maka :
1. Pihak pengadilan / hukum tidak akan
memberikan keadilan secara khusus, artinya pengadilan akan memberikan
kesempatan kepada masing-masing pihak untuk dapat ”menentukan / membuktikan
sendiri” atas hak-haknya, melalui pembuktian bahwa ”dia yang benar”.
2. Hak-hak sipil tidak serta merta dilindungi,
kecuali bila yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk itu. Jadi pengadilan tidak serta menentukan siapa
yang berhak tanpa ada permohonan untuk itu.
3. Ada batas ”kadaluwarsa”, artinya ada batas
waktu penuntutan penentuan suatu hak.
4. Para pihak harus tunduk pada peraturan yang
berlaku dalam proses penentuan hak.
Dengan
demikian penggugat bertanggung jawab untuk dapat membuktikan secara memuaskan
agar berhasil gugatannya, dengan ”jumlah bukti yang lebih besar” dari pada
bukti yang diajukan oleh tergugat, karena dalam penentuan hak ini dianut azas ”Hes
Ipsa Loquitur” (= ”Sesuatu yang berbicara pada dirinya sendiri”).
Penentuan
hak ini dapat juga diselesaikan di luar pengadilan (dengan ”Dading”).
4.3.5. Sifat
Kerugian
Kerugian
/ kerusakan yang diderita oleh seseorang yang dapat menimbulkan tanggung jawab
yang sah pada pihak lain dapat digolongkan ke dalam :
a. Kerugian yang bersifat ”khusus / spesial”,
yang biasanya mudah diketahui, misalnya : kehilangan hak milik, biaya perbaikan
dan sebagainya.
b. Kerugian yang bersifat ”umum”, yang biasanya
tidak langsung dapat diketahui pada saat peristiwa terjadi; misalnya: suatu
kerugian mungkin diikuti kehilangan-kehilangan yang tidak dapat diukur secara
langsung, seperti : kepedihan hati, rasa kehilangan dan sebagainya (kerugian
immateriil).
Dalam
proses hukum penentuan hak/besarnya kerugian kedua macam kerugian tersebut
dapat dinilai sebelum proses pemeriksaan di pengadilan. Dalam hal ini termasuk
juga hal-hal yang dimungkinkan akan terjadi di masa yang akan datang.
4.3.6. Konsep
Tanggung Jawab atas Kelalaian
Lalai
atau ”tort” berasal dari kata ”tortus”, yang artinya ”membelit”,
yaitu tingkah laku yang berbelit dan tidak jujur. Salah / lalai atau tort
adalah kesalahan sipil yang dapat diperbaiki dengan tindakan pemberian ”ganti
rugi”.
Lalai
adalah tindakan tidak sah yang dapat menjangkau apa saja yang tidak terjangkau
oleh hukum pidana. Jadi tindakan-tindakan tidak sah yang bukan kejahatan, bukan
pelanggaran hak milik dan sebagainya.
1. Lalai dengan sengaja, yaitu tingkah laku yang
disengaja, tetapi tidak dengan niat menghasilkan konsekuensi yang terjadi, yang
mungkin merugikan orang lain.
Contoh : Seorang salesman yang
mendemontrasikan obat serangga berupa cairan yang disemprotkan. Dimana hal itu
dilakukan di depan orang yang alergi terhadap obat serangga tersebut. Tentu
saja hal itu akan mengakibatkan penderitaan orang yang ditawari.
Kelalaian semacam ini antara lain berupa :
¨
pelanggaran, misalnya memasuki halaman orang lain tanpa ijin,
¨
pengubahan, misalnya: menjadikan milik orang lain menjadi miliknya sendiri,
¨
serangan, misalnya: mengancam orang lain,
¨
kesalahan hukum, misalnya: penangkapan tanpa dasar hukum,
¨
pencemaran nama baik, misalnya : memfitnah (secara tidak langsung),
mengumpat (secara langsung).
2. Kelalaian yang tidak disengaja (sembrono),
yaitu berupa kegagalan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
(yang seharusnya dilakukan), karena kekurang hati-hatiannya, sehingga
mengakibatkan kerugian.
Contoh : Seorang dokter tentu sudah tahu bahwa ada
sementara orang yang tidak tahan terhadap ”pinicilin”, sehingga ia harus selalu
menyediakan obat penangkalnya. Pada suatu ketika dia mengobati pasiennya dengan
”pinicilin” yang ternyata si pasien tidak tahan dan si dokter tidak dapat
segera memberikan pertolongan, karena persediaan obat penawarnya sedang habis.
Untuk
membedakan apakah kelalaian itu disengaja atau tidak harus dilihat maksud dari
tindakan terdakwa. Bila tindakan tersebut karena kurang hati-hati sehingga
mengakibatkan orang lain menderita, dikategorikan sebagai kelalaian yang tidak
disengaja atau tindakan yang ”ceroboh”.
Unsur-unsur
suatu kelalaian dapat dikategorikan sebagai ceroboh antara lain :
a. adanya kewajiban (legal) untuk berbuat atau
tidak berbuat, artinya terdakwa seharusnya menggunakan kewajiban legalnya untuk
memperhatikan tingkah lakunya yang dapat menimbulkan kerugian / persoalan,
b. pelanggaran terhadap kewajiban legal, yaitu
melanggar kewajiban legal yang berlaku untuk orang yang berpikiran bijaksana,
c. kedekatan antara penyebab pelanggaran
terhadap kewajiban dan kerugian yang diderita,
d. adanya kerugian yang terus-menerus, misalnya :
shok karena tindakan terdakwa.
3. Kesalahan, yaitu kerugian yang mengakibatkan
orang / perusahaan harus bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang
timbul.
4.3.7. Pembelaan
Dalam
proses penentuan kewajiban ada kemungkinan terdakwa / tergugat dapat mengajukan
atau menunjukkan bahwa ia tidak sembrono, sehingga dia tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang diderita oleh penuntut. Artinya tergugat dapat membeia
diri, bahwa dia tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang telah terjadi.
Pembelaan
atau kebebasan tanggung jawab pada prinsipnya hanya dimungkinkan bila
menyangkut 3 hal, yaitu :
1. Adanya asumsi risiko, yaitu bila bisa
diasumsikan bahwa si penuntut sudah mengetahui risiko yang dihadapi berkaitan
dengan hal yang berhubunga dengan tergugat.
Contoh : Seorang sopir pribadi tidak bertanggung
jawab terhadap kerugian majikannya akibat mobil yang dikemudikan rusak karena
tabrakan. Jadi terhadap kerugian tersebut si majikan tidak dapat menuntut ganti
rugi pada sopirnya, karena diasumsikan bahwa si majikan sudah menyadari risiko
yang dihadapi dengan penggunaan sopir pribadi.
2. Membandingkan sumbangan dari kesembronoan
terhadap kerugian, Hal ini berlaku bila diduga bahwa penggugat maupun tergugat
kedua-duanya sembrono, sehingga menimbulkan kerugian.
Dalam
menentukan tanggung jawab biasanya dipertimbangkan seberapa jauh yang
bersangkutan berupaya untuk menghindari kerugian yang sebetulnya mungkin
dilakukan.
3. Lembaga-lembaga pemerintahan dan
institusi-institusi yang bersifat sosial.
Prinsipnya
petugas pemerintah dan institusi sosial mempunyai kekebalan terhadap kewajiban
mengganti kerugian yang diderita oleh pihak lain, akibat perbuatannya dalam
melakukan tugas kewajibannya.
Dalam
perkembangan dewasa ini hal itu bersifat relatif, artinya tergantung kasusnya.
Jadi kadang-kadang tetap harus bertanggung jawab tetapi mungkin juga tidak.
Dengan adanya pengadilan tata usaha negara (PTUN) menunjukkan bahwa petugas / lembaga
pemerintah tidak serta-merta bebas terhadap tanggung jawab atas tindakannya
yang merugikan orang / pihak lain.
4.3.8. Tanggung
jawab yang berhubungan dengan perbuatan orang lain
Tanggung
jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang
seakan-akan dilakukan sendiri mencakup :
a. Tanggung jawab yang timbul karena tindakan
karyawannya sendiri.
Sampai
seberapa jauh tanggung jawab majikan terhadap tindakan karyawannya tergantung
pada tingkat pengawasan yang dapat dilakukan perusahaan / majikan terhadap
tindakan karyawannya tersebut.
b. Tanggung jawab yang timbul karena hubungan
kontrak/kerjasama antara pelaku dan perusahaan.
Dalam
hal ini prinsipnya: kontraktor bertanggung jawab atas terjadinya kerugian pada proyek
yang ditanganinya.
Mungkin
juga tanggung jawab atas kerugian tersebut dapat dibebankan kepada karyawannya
sendiri yang berhubungan dengan kontraktor tersebut. Dengan alasan antara lain :
1. kegagalannya dalam memilih kontraktor yang
tepat,
2. yang bersangkutan juga harus ikut bertanggung
jawab atas kelalaiannya kalau hubungan dengan kontraktor itu merupakan
kerjasama.
4.3.9. Tanggung
Jawab Terhadap Kontrak
Perbuatan
yang merugikan yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kontrak dikategorikan
sebagai ”pelanggaran”. Dalam hal ini prinsipnya siapa yang berbuat tidak
sesuai dengan isi kontrak, sehingga menimbulkan kerugian, bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
4.3.10.
Tanggung Jawab Menurut Undang-undang / Peraturan
Semua
negara tentu membuat peraturan / undang-undang tentang tanggung jawab dari
tindakan-tindakan tertentu yang dapat merugikan orang lain. Ketentuan-ketentuan
tersebut antara lain :
a. Hukum penjualan : penjual bertanggung jawab
atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga atas penjualan
barangnya.
Contoh : Penjual minuman keras bertanggung jawab atas
kerugian orang lain akibat ulah pembelinya yang mabuk.
b. Tanggung jawab orang tua terhadap kenakalan
anaknya.
Pada
prinsipnya orang tua tidak bertanggung jawab terhadap tingkah laku / kenakalan anaknya.
Dalam
praktek hal ini tidak mutlak, artinya dalam kondisi tertentu orang tua
bertanggungjawab terhadap ulah anaknya yang merugikan orang lain.
c. Tanggung jawab pemelihara binatang.
Pemilik
binatang peliharaan bertanggung jawab atas kerugian atas ulah binatang
peliharaannya, terutama hewan peliharaan yang berupa binatang buas. Tetapi bila
hewan peliharaannya berupa binatang jinak / ternak (misalnya : anjing, kucing,
ayam) untuk menentukan tanggung jawabnya harus dibuktikan terlebih dahulu
adalah ada tidaknya unsur kelalaian dari si pemilik.
4.3.11.
Seluk-beluk Tanggung Jawab dan Masalahnya
4.3.11.1.
Tanggung Jawab yang Muncul dan Kepemilikan Real Es
Tanggung
jawab pemilik real estate kepada orang yang berkunjung ke real estatenya tergantung
pada status dari pengunjung pada saat melakukan kunjungan, yang dapat dibedakan
ke dalam :
a.
Pelanggar :
yaitu orang yang tidak berhak masuk ke real estate orang lain, yang masuk tanpa
diundang. Jadi yang datang / masuk untuk maksudnya sendiri, yang umumnya tidak
ada minat yang sama antara pemilik dan si pengunjung. Dalam hubungan ini hukum
mengasumsikan bahwa pemilik mempunyai hak untuk merasa aman dan damai di real
estatenya sendiri, tanpa ada gangguan dari pihak lain. Maka dari itu pemilik
real estate tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pelanggar
tersebut. Kecuali apabila :
1. pemilik mengenal si pelanggar,
2. dalam kaitannya dengan doktrin ”gangguan” berkaitan
dengan anak-anak.
Doktrin
gangguan yang berkaitan dengan anak-anak adalah berkaitan dengan kondisi / keadaan
yang menarik bagi anak-anak. Doktrin ini menentukan :
2.a. tempat dimana kondisi yang menarik anak-anak
itu dipelihara diketahui oleh pemilik,
2.b. pemilik mengetahui dan menyadari adanya risiko
yang layak yang dapat mengakibatkan kematian / kerugian phisik yang serius pada
anak-anak,
2.c. adanya kecenderungan bahwa anak-anak tidak
menyadari adanya risiko yang membahayakan,
2.d. pemilik tidak melakukan pengamanan yang memadai
terhadap kondisi yang berbahaya yang dapat menimpa anak-anak.
Bila
terdapat salah satu dari keempat unsur tersebut maka pemilik real estate
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan yang dilakukan
oleh anak-anak tersebut.
b.
Pemilik ijin :
yaitu mereka yang diijinkan masuk ke real estate tanpa ada hubungan kontrak / bisnis
dengan si pemilik, artinya tidak untuk mencari keuntungan bagi kedua belah
pihak.
Dalam
keadaan yang demikian ini pemilik real estate bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh pemilik ijin atas kelalaiannya untuk menjaga keselamatan
pemilik ijin.
c.
Pengunjung :
yaitu orang yang datang berkunjung untuk berbisnis dengan pemilik real estate.
Dalam
kondisi ini pemilik real estate bertanggung jawab penuh atas kerugian yang
diderita pengunjung sebagai akibat kondisi real estatenya.
Contoh : Seorang yang datang berbelanja ke sebuah
toko, yang mengalami kerugian karena kondisi dari toko, maka si pemilik toko
bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Misalnya
pengunjung yang kepleset, sehingga mengalami patah tulang disebabkan lantai toko
yang kurang bersih.
4.3.11.2.
Tanggung Jawab yang Muncul dari Gangguan Terhadap Pribadi atau Masyarakat
Perusahaan
dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kerugian pribadi atau
masyarakat akibat dari real estate miliknya tidak dapat melakukan kewajibannya
sebagaimana mestinya. Artinya perseorangan atau masyarakat menjadi terganggu
atas perilaku dari real estate. Hal ini meliputi :
a. Gangguan Publik : misalnya pembuatan konstruksi jalan yang
tidak aman oleh kontraktor, kecurangan transaksi bisnis yang menyangkut
kepentingan masyarakat. Gangguan yang demikian ini menimbulkan tanggung jawab
yang bersifat kriminal / pidana.
b. Gangguan Pribadi : yaitu gangguan-gangguan yang menimbulkan
kerugian pada seseorang, yang menimbulkan tanggung jawab sipil.
Contoh : peledakan bangunan untuk renovasi,
pengeboran minyak bumi, pemasangan pipa saluran air dan sebagainya yang dapat
menganggu kepentingan pribadi orang lain.
Dalam
kasus yang demikian ini perusahaan yang melaksanakan pekerjaan itu bertanggung
jawab secara mutlak.
4.3.11.3.
Tanggung Jawab vang Muncul dari Penjualan, Pembualan dan Distribusi Barang / Jasa
Adalah
kewajiban legal yang melibatkan janji dan kewajiban dari penjual sesuai dengan
penjualan barang / jasa. Apabila dalam melaksanakan janji / kewajiban tersebut
ada hal-hal yang merugikan pembeli / pengguna, termasuk di dalamnya pengiriman,
pemasangan dan pemeliharaan yang tidak sebagaimana mestinya, maka kerugian
tersebut menjadi tanggung jawab penjual.
Hal ini
meliputi :
a. Pelanggaran terhadap garansi yang muncul dari
kontrak penjualan, yang mencakup :
1. garansi, baik yang eksplisit maupun implisit,
2. kondisi dimana pembeli mempunyai kesan atau
dapat mengidentifikasi bahwa barang yang dibeli dapat memenuhi tujuan pokoknya,
3. jaminan terhadap kualitas minimum tertentu,
misalnya bebas dari cacad yang tersembunyi.
b. Tanggung jawab yang muncul dari kesembronoan.
Contoh : Kerugian yang timbul karena kesembronoan
perusahaan pengalengan ikan, minuman, sehingga produknya mengandung zat-zat
yang merusak.
c. Tanggung jawab terhadap kerugian yang timbul
karena produknya yang merusak, yang bukan karena kesembronoannya.
Contoh : Perusahaan asbes bertanggung jawab atas
sakit ”Asbestoris”, yaitu sakit sesak nafas yang diakibatkan oleh
mengumpulnya debu-debu asbes dalam saluran pernafasan.
4.3.11.4.
Tanggung Jawab yang Muncul dari Hubungan Fiducier
Dalam
hubungan fiducier pemegang fiducier bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang
diembannya.
Contoh : 1. Tanggung
jawab Dewan Direktur dalam mengelola aset perusahaan untuk kepentingan pemegang
saham, yang meliputi perawatan dan kesetiaan / loyalitas.
2. Tanggung jawab dari para manajer terhadap
pelaksanaan rencana yang telah dibuat oleh panitia / pimpinan.
4.3.11.5.
Tanggung Jawab Para Profesional
Berkaitan
dengan kemashuran dan keahlian yang dimiliki dalam pengetahuan khusus sebagai
hasil keahliannya (ahli hukum, dokter, akuntan) para profesional bertanggung
jawab terhadap kerugian akibat dari penerapan keahlian mereka.
Contoh:
Dalam dunia kedokteran : kerugian karena ”malpraktek”.
Masalah
ini memang cukup rumit pemecahannya, karena :
1. tidak mudah mengidentifikasi dan mengartikan
malpraktek,
2. perubahan teknologi yang cepat, sehingga apa
yang benar pada beberapa waktu yang lalu belum tentu benar pada saat sekarang.
4.3.11.6.
Tanggung Jawab yang Muncul karena Penggunaan Kendaraan Bermotor
Yaitu
tanggung jawab atas kerugian-kerugian yang timbul akibat kecelakaan kendaraan
bermotor (termasuk juga kendaraan lainnya), yang bertanggung jawab bisa:
a. Pengemudi : yang bertanggung jawab terhadap kerugiannya
apabila kecelakaan itu akibat kesembronoannya.
b. Pemilik kendaraan / Majikan : yaitu apabila pada saat terjadi kecelakaan
pengemudi bertindak atas suruhan dari pemilik / majikan.
Kesulitan
yang dihadapi bila kerugian itu menjadi tanggung jawab pengemudi adalah
kemampuan keuangannya untuk membayar ganti rugi, karena umumnya para pengemudi
kemampuan keuangannya sangat terbatas.
Di
Indonesia masalah ini di coba di atasi dengan adanya lembaga asuransi sosial,
yang khusus memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu-lintas, yang
dikelola PT. Jasa Raharja.
4.4. TANGGUNG JAWAB ATAS KERUGIAN PERSONIL
4.4.1. Pengantar
Perusahaan
juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian personil (”Personnel Loss
Exposures”) baik yang menimpa karyawannya maupun keluarga dari karyawan
yang bersangkutan. Kerugian tersebut mencakup kerugian karena karyawan atau
keluarganya mengalami kecelakaan, meninggal dunia, mencapai usia tua, sakit
atau kehilangan pekerjaan karena berbagai sebab. Dalam peristiwa-peristiwa yang
demikian, baik karyawan maupun keluarga akan ikut menderita atas kerugian
tersebut, maka adalah wajar bila seorang manajer terutama Manajer Risiko harus
memberikan perhatian yang sama terhadap kerugian yang diderita karyawan maupun
yang menimpa keluarganya. Jadi dalam mengelola risiko Manajer Risiko harus
memperhitungkan risiko yang demikian ini. Maka dari itu ”Business Risk
Management” mencakup pula ”Family Risk Management”.
4.4.2. Alasan
Perusahaan Memperhatikan Kerugian Personil
Alasan
mengapa perusahaan harus memperhatikan kerugian personil baik yang dialami
karyawan maupun keluarganya antara lain adalah :
1. Untuk menarik dan mempertahankan karyawan
yang berkualitas tinggi.
2. Untuk meningkatkan moral dan produktivitas
kerja karyawan.
3. Sebagai salah satu materi dalam perjanjian
kerja bersama dengan karyawan / organisasi karyawan, yaitu yang menyangkut
jaminan kesejahteraan karyawan.
4. Memanfaatkan keuntungan yang diberikan oleh sistim
perpajakan yang berkaitan dengan pemberian jaminan sosial.
5. Sebagai upaya untuk memperbaiki kesejahteraan
karyawan, di luar gaji / upah yang diberikan.
6. Untuk membangun citra baik perusahaan
mengenai pengelolaan terhadap sumber daya manusia / karyawan.
7. Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan
perundang-undangan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.
8. Sebagai alasan bagi perusahaan yang tidak mau
mengikut sertakan karyawannya dalam program asuransi sosial tenaga kerja (”Asuransi'Tenaga
Kerja” = ”Astek”).
4.4.3. Hubungan
Majikan dengan Karyawan
Perhatian
yang diberikan oleh perusahaan terhadap kerugian (terutama finansiil) yang
diderita oleh karyawannya pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk
memelihara dan membina hubungan yang baik / harmonis antara majikan / perusahaan
dengan karyawannya. Dimana dengan kebijaksanaan tersebut antara lain akan dapat
: menarik karyawan baru yang berkualitas tinggi, meningkatkan loyalitas
karyawan kepada perusahaan, dapat mengurangi ”turn over”, pemogokan dan
sebagainya. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga akan dapat :
meningkatkan produktivitas kerja karyawan karena dengan demikian mereka
terbebas akan rasa was-was terhadap risiko yang dapat menimpanya, termasuk bila
nanti harus berhenti bekerja karena usia maupun karena ketidakmampuan. Jadi
dengan memperhatikan kesejahteraan karyawan akan meningkatkan keutungan
perusahaan, sebab mereka akan berupaya meningkatkan produktivitas kerjanya.
Perhatian
perusahaan terhadap masalah kesejahteraan karyawan telah mengalami perkembangan
yang pesat, terutama sesudah Perang Dunia II, hal itu antara lain :
1. Pengawasan terhadap masalah pengupahan sejak
Perang Dunia II langsung ditujukan kepada masalah kesejahteraan karyawan dalam
menilai kondisi ketenaga kerjaan (”employment”).
2. Perkembangan tingkat harga semenjak tahun
1949-an mengurangi peranan ”harga” sebagai kekuatan alasan
organisasi-organisasi buruh untuk menuntut kenaikan upah.
Artinya
kenaikan harga tidak bisa lagi dipakai sebagai alasan yang signifikan untuk menuntut
kenaikan upah.
3. Tingginya pajak pendapatan menarik minat
majikan untuk memberikan sebagian keuntungan perusahaan kepada karyawan tidak
berupa upah, tetapi berupa peningkatan kesejahteraan, yang dapat diperhitungkan
sebagai unsur biaya dan dapat mengurangi sisa pendapatan kena pajak.
4.4.4. Kategori
Tanggung Jawab Terhadap Kerugian Personil
Tanggung
jawab terhadap kerugian personil dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
1. Kerugian personil yang berkaitan langsung
dengan aktivitas perusahaan.
2. Kerugian personil yang tidak ada kaitan
ataupun kalau ada secara tidak langsung dengan aktivitas perusahaan.
4.4.4.1.
Kerugian Personil yang Berkaitan Langsung dengan Aktivitas Perusahaan
Tanggung
jawab perusahaan terhadap kerugian personil yang berkaitan langsung dengan
aktivitas perusahaan pada hakekatnya merupakan tanggung jawab majikan terhadap
karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang dia bebankan. Tanggung jawab tersebut
biasanya akan terlihat pada ketentuan-ketentuan hubungan kerja antara buruh dan
majikan.
Dalam
melaksanakan pekerjaan seorang karyawan akan menghadapi kemungkinan :
a. harus bertanggung jawab terhadap kerusakan / kerugian
yang diakibatkan oleh kesembronoannya dalam bekerja,
b. terpaksa menderita secara phisik dan kerugian
materi yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.
Sebalikanya
dalam hubungan kerja dengan karyawan pihak majikan / perusahaan :
a. harus tunduk kepada undang-undang tentang
hubungan perburuhan, jaminan sosial dan keselamatan kerja,
b. pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
tersebut dapat dikenakan sangsi pidana maupun perdata.
Di
samping itu dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang baik majikan / perusahaan
juga berkewajiban :
a. melengkapi tempat kerja dengan syarat-syarat
atau sarana guna menjaga keselamatan kerja yang layak,
b. memperhatikan sifat phisik dari karyawan yang
dikaitkan dengan keselamatan kerja,
c. menghindarkan karyawan dari keadaan bahaya,
misalnya melatih karyawan untuk menanggulangi keteledoran.
Pada
pokoknya ada 4 macam ganti rugi sebagai wujud tanggung jawab majikan /
perusahaan terhadap karyawan, yaitu :
1. Pemeliharaan kesehatan, yaitu pengobatan
untuk sakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dilakukan.
2. Santunan terhadap cacad yang diderita
karyawan, akibat dari kecelakaan kerja.
3. Santunan kematian, yaitu untuk karyawan yang
meninggal karena kecelakaan kerja.
4. Biaya rehabilitasi, yaitu biaya yang
diperlukan untuk pemulihan kesehatan maupun keterampilan yang menurun akibat
kecelakaan kerja.
4.4.4.2.
Kerugian Personil yang Tidak Berkaitan dengan Aktivitas Perusahaan
Karyawan
(juga keluarganya) juga menghadapi risiko kerugian potensiil dari menurunnya
kemampuan memperoleh pendapatan dan meningkatnya pengeluaran-pengeluaran yang
tidak terduga, sebagai akibat seorang karyawan : meninggal dunia (kematian),
kesehatan yang menurun, menganggur maupun karena usia tua.
4.4.4.2.1.
Kematian
Kerugian
utama yang diderita oleh keluarga dari karyawan yang mati dini (”premature
death”) adalah hilangnya sumber penghasilan (”earning power”).
Berapa besar kerugian finansiil yang diderita oleh keluarga yang ditinggalkan
dapat diestimasikan dengan cara sebagai berikut :
1. perkiraan penghasilan bersih yang diterima
setiap bulan / tahun seandainya dia tidak meninggal sampai masa pensiun,
2. dikurangi dengan biaya-biaya yang diperlukan
untuk memelihara kehidupan / kemampuannya selama itu,
3. dihitung ”present value” dari sisanya.
4.4.4.2.2.
Kesehatan yang Menurun
Adalah
suatu hal yang wajar bila seseorang karena sesuatu hal pada suatu ketika kondisi
kesehatannya menurun. Bila hal ini terjadi ada 2 macam kerugian yang diderita,
yaitu :
1. berkurang atau hilangnya sumber penghasilan
karena ketidakmampuan atau berkurangnya kemampuan,
2. biaya ekstra yang harus dikeluarkan untuk
biaya pengobatan atau upaya merehabilitasi.
Bila
ketidakmampuannya bersifat tetap / selamanya maka kerugiannya akan sama dengan
karena kematian, sedang kalau bersifat sementara, maka kerugian hanya selama
kemampuannya belum pulih kembali.
4.4.4.2.3.
Pengangguran
Yang
dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran yang ”terpaksa” (”involuntary
unemployment”), yaitu pengangguran yang disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, yang merupakan salah satu penyebab hilangnya sumber pendapatan
seseorang / karyawan.
Pengangguran
dapat dibedakan ke dalam :
a. Pengangguran menyeluruh (”agregate
unemployment”), yaitu pengangguran yang menimpa seluruh sektor kehidupan
ekonomi.
b. Pengangguran selective atau struktural, yaitu
pengangguran yang hanya menimpa suatu sektor / daerah perusahaan, industri,
kelompok karyawan atau daerah tertentu saja.
c. Pengangguran pribadi, yaitu pengangguran yang
hanya menimpa seseorang secara individual.
4.4.4.2.4.
Pensiun
Kerugian
finansiil karena pensiun tidak segawat seperti kerugian finansiil sebagai
akibat kematian atau pengangguran. Sebab disini kerugiannya hanya berupa
berkurangnya jumlah penghasilan. Tetapi meskipun demikian masalah ini sering
dihadapi oleh kebanyakan orang pada akhir-akhir masa kehidupannya. Yaitu adanya
kegelisahan yang sering kita jumpai pada orang-orang yang mendekati masa
pensiun.
Masalah
ini biasanya diatasi dengan mengadakan tabungan untuk hari tua. Tetapi tidak
semua orang dapat melakukannya, karena berbagai sebab, misalnya : karena
penghasilannya memang tidak berlebihan (pas-pasan), sehingga tidak mungkin
menabung; karena pola hidupnya pada masa aktif bekerja dan sebagainya.
4.4.5. Kerugian
yang Menimpa Perusahaan itu Sendiri
Seorang
Manajer Risiko juga harus memperhitungkan kemungkinan kerugian potensiil yang
diderita oleh perusahaan itu sendiri sebagai akibat peril yang menimpa
seseorang, yaitu kematian atau ketidak mampuan karyawan, langganan atau pemilik
perusahaan. Kerugian-kerugian semacam ini dapat diklasifikasikan kedalam :
1. ”Key-Person Losses” :
Yaitu
kerugian akibat kematian atau ketidak mampuan seseorang yang mempunyai posisi
”kunci” dalam menentukan keberhasilan dan kelancaran operasi perusahaan. Contoh
: Kreditur dalam memberikan kredit biasanya sangat memperhatikan siapa yang
mempunyai posisi kunci pada perusahaan debitur, sehingga kematian orang
tersebut akan mempengaruhi kepercayaan kreditur tersebut.
2. ”Credit Losses” :
Banyak
perusahaan yang menjual produknya dilakukan dengan secara kredit, lebih-lebih
perusahaan perbankan. Dimana biasanya kelancaran pembayaran kredit tersebut
tergantung pada seseorang yang berperanan penting pada perusahaan penerima
kredit. Jadi apabila orang tersebut meninggal dunia atau menjadi tidak mampu
bekerja tentu akan sangat mempengaruhi keberhasilan pengumpulan piutang / kredit.
3. ”Business - Discontinuation Losses” :
Bila
orang penting, pemilik atau pemegang saham utama meninggal dunia atau tidak
mampu melaksanakan pekerjaan dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan
perusahaan untuk sementara tidak bekerja. Kerugian akibat dari keadan ini
biasanya cukup berat, baik bagi perusahaan maupun karyawannya dan juga bagi
ahli waris / keluarga dari personil yang bersangkutan.
Dalam
hubungan dengan kejadian yang demikian ini biasanya kerugian yang diderita
tidak hanya kerugian selama perusahaan tidak bekerja, tetapi juga biaya-biaya
ekstra yang harus dikeluarkan kalau perusahaan akan bekerja kembali.
Contoh : Biaya ekstra untuk upaya menarik kembali
langganan yang sudah beralih ke perusahaan lain. Untuk ini biasanya diperlukan
biaya promosi yang tidak kecil.
No comments:
Post a Comment