PENANGGULANGAN RISIKO
6.1. PENANGGULANGAN
RISIKO
Pada
pokoknya ada dua pendekatan / cara yang digunakan oleh seorang Manajer Risiko
dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :
1.
Penanganan risiko (Risk
control).
2.
Pembiayaan risiko (Risk
financing).
Selanjutnya dalam masing-masing
pendekatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko yang
dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer Risiko dalam menggunakan alat-alat
tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau lebih, agar upaya
penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam pendekatan dengan penanganan
risiko (risk control) ada beberapa alat / metode yang dapat digunakan, antara
lain :
1.
Menghindarinya.
2.
Mengendalikan.
3.
Memisahkan.
4.
Melakukan kombinasi atau
pooling.
5.
Memindahkan.
Sedang dalam penanggulangan risiko
dengan membiayai risiko, (risk financing) ada dua cara / metode yang dapat
digunakan, yaitu :
1. Pemindahan risiko melalui asuransi.
2. Melakukan retensi.
6.1.1. Menghindari
Menghindari
suatu risiko (murni) adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari
exposure, dengan cara antara lain :
1. Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan
kegiatan yang mengandung risiko, walaupun hanya untuk sementara.
Contoh : tidak menggunakan teknologi yang berisiko
tinggi (PUN); tidak mau menerima pengemudi yang suka mabuk; tidak menjual
barang secara kredit untuk menghindari risiko: radiasi nucklear, kecelakaan,
kredit macet.
2. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur
diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko.
Contoh : membatalkan membeli barang-barang yang
berharga murah, setelah mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang
selundupan.
Ada
beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan
penghindaran risiko, antara lain :
a. Keadaan yang mengakibatkan tidak adanya
kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin luas pengertian risiko yang
dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan untuk menghindari.
Contoh : kalau ingin menghindari semua risiko
tanggung jawab, maka semua kegiatan harus dihentikan (tidak usah melakukan
kegiatan apapun).
b. Faedah atau laba potensiil yang akan diterima
dari pemilikan harta, mempekerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu
kegiatan akan hilang bila kita menghindari risiko dari kepemilikan,
mempekerjakan atau kegiatan tersebut.
Contoh : - menghindari
risiko akibat naik-turunnya kurs saham orang tidak akan mendapatkan ”capital
gain”,
-
menghindari risiko membayar honorarium
yang tinggi orang tidak akan dapat menikmati jasa konsultan,
- menghindari risiko akibat kecelakaan
lalu-lintas, orang tidak akan dapat menikmati keuntungan dari usaha di bidang
transportasi.
c. Makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan
semakin besar kemungkinan akan terciptanya risiko yang baru.
Contoh : menghindari risiko perjalanan dengan pesawat
terbang dan menggantinya dengan menggunakan mobil, akan muncul risiko
kecelakaan lalu-lintas.
Untuk
mengimplementasikan keputusan penanggulangan risiko dengan penghindaran, harus
ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi
risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak
Manajemen Puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan policy dan
prosedur tertentu yang harus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
Contoh : Jika tujuan penanggulangan untuk menghindari
risiko sehubungan dengan pengangkutan udara, maka semua departemen, karyawan
diinstruksikan untuk menggunakan alat angkut di luar pesawat terbang (kapal, truk,
dan sebagainya).
Penghindaran
dikatakan berhasil jika ternyata tidak terjadi kerugian yang diakibatkan oleh
risiko yang ingin dihidari dan sesungguhnya bisa terjadi bahwa metode ini tidak
diimplementasikan sebagaimana semestinya, jika ternyata larangan-larangan /
prosedure yang telah diinstruksikan dilanggar, walaupun kebetulan tidak terjadi
kerugian.
6.1.2. Mengendalikan Kerugian (Loss Control)
Pengendalian
kerugian bertujuan untuk :
1. Memperkecil kans / kemungkinan / kesempatan
terjadinya kerugian.
2. Mengurangi keparahan bila suatu risiko
kerugian memang terjadi.
Dimana
tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain :
a. Melakukan tindakan pencegahan dan pengurangan
kerugian :
Dengan
program pencegahan kerugian adalah berusaha untuk mengurangi atau kalau bisa
menghilangkan kans / kesempatan terjadinya kerugian. Sedang program pengurangan
kerugian bertujuan untuk mengurangi keparahan potensiil dari suatu kerugian.
Program
pengendalian kerugian kebanyakan merupakan gabungan antara program pengurangan
kerugian dan program pencegahan kerugian.
Contoh : - kans
kerugian karena kebakaran dapat dikurangi dengan konstruksi yang memakai
bahan-bahan tahan api,
- kans kerugian karena tanggung gugat karena
produk dapat dikurangi dengan memperketat pengawasan mutu, memonitor
pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh salesman / bagian iklan, memilih
penyalur dengan hati-hati,
- kans kecelakaan kerja dapat dikurangi dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas keselamatan kerja, mengharuskan
karyawan memakai perlengkapan keselamatan kerja (masker, kaca mata las, dan
sebagainya).
Program
pengurangan kerugian dapat pula dibedakan ke dalam :
1. Program minimisasi (Minimization program) :
Program
yang dijalankan sebelum kerugian terjadi atau selama kerugian sedang terjadi,
dengan tujuan membatasi besarnya kerugian.
Contoh :
tindakan memadamkan kebakaran.
2. Program penyelamatan (Salvage program) :
Program
penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
Contoh : Menyelamatkan harta yang tertinggal (tidak
ikut terbakar) sesudah terjadi kebakaran, mengangkat kembali kapal yang karam.
b. Program pengendalian kerugian berdasar
sebab-sebab terjadinya :
Ada
dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu :
1. Pendekatan engineering : program
pengendalian yang menekankan pada pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik
dan mekanis.
Contoh : - memperbaiki
kabel-kabel listrik yang tidak memenuhi syarat, untuk mencegah kebakaran karena
arus pendek,
- pemeriksaan bahan-bahan untuk mencegah
terjadinya konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang
berkualitas jelek.
2. Pendekatan hubungan kemanusiaan (human
relation) : menekankan pada pencegahan terjadinya kecelakaan karena faktor
manusia, seperti: kelengahan, suka menantang bahaya, tidak memakai alat-alat
keselamatan dan lain-lain faktor psikologis; yang antara lain dilakukan dengan :
memberi nasehat secara sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
Kedua
pendekatan tersebut dalam praktek biasanya dilakukan secara simultan.
DR.
William Haddon menganjurkan cara yang lebih konprehensif dalam
mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya kerugian. Sebab musibah merupakan
hasil dari perpindahan energi dalam jumlah dan pada kecepatan dengan cara
sedemikian rupa, sehingga menghancurkan struktur yang dilandanya. Dengan
demikian musibah dapat dicegah dengan jalan menguasai / mengendalikan energi
tersebut atau mengubah struktur obyeknya dengan struktur yang tahan terhadap
energi tersebut.
Untuk
itu W. Haddon mengemukakan 10 strategi, yaitu :
1. Mencegah lahirnya hazard pada kesempatan
pertama.
2. Mengurangi jumlah atau besarnya hazard.
Contoh
: mengurangi kecepatan mobil untuk menghindari kecelakaan.
3. Mencegah keluarnya hazard jika hazard
terbentuk atau kalau hazard memang sudah
ada sebelumnya.
Contoh : mensterilkan susu sebelum diminum untuk
mencegah infeksi melalui susu.
4. Mengubah kecepatan atau kekuatan keluarnya
hazard dari sumbernya.
Contoh : membagi aliran sungai menjadi beberapa
sungai untuk mengurangi derasnya aliran sungai, guna mencegah terjadinya
pengikisan tepian sungai.
5. Memisahkan obyek dari sumber yang dapat
menghancurkannya. Pemisahan
dalam arti pemisahan tempat maupun waktu.
Contoh : membuat tanggul sungai untuk menghindari
banjir.
6. Memisahkan hazard dari obyek yang harus
dilindungi dengan suatu sekat pemisah.
Contoh : - karyawan
harus memakai sarung tangan karet untuk mencegah tertular dengan bibit
penyakit,
- makanan dibungkus, dimasukkan dalam kaleng
untuk menghindari pencemaran.
7. Mengubah kualitas dasar yang relevan dari
hazard.
Contoh : jalan diberi jalur pemisah antara jalur yang
berlawanan arah untuk mengurangi bahaya tabrakan.
8. Menjadikan obyek lebih tahan terhadap hazard
yang akan merusaknya.
Contoh : imunisasi untuk memperkuat daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit.
9. Melakukan tindakan kontra untuk menahan
bertambah parahnya kerusakan.
Contoh : memasang tanggul penahan gelombang untuk
mencegah kerusakan pantai dari abrasi.
10. Menstabilkan, mereparasi dan merehabilitas
obyek yang terkena peril.
Contoh : Memperbaiki mesin yang terkena peril untuk
mencegah kerusakan / cacadnya produk
yang dihasilkan.
c. Pengendalian kerugian menurut lokasi :
Menurut
W. Haddon kemungkinan dan keparahan kerugian dari kecelakaan lalu lintas tergantung
pada kondisi dari :
1. Orangyang menggunakan jalan.
2. Kendaraan.
3. Lingkungan umum jalan yang meliputi
faktor-faktor seperti : desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas dan
rambu-rambu.
Dengan
memperbaiki faktor lingkungan umum (lokasi) kemungkinan dan keparahan kerugian
karena kecelakaan lalu lintas di tempat tersebut akan dikurangi/dihindarkan.
Contoh
lain :
|
Kerugian
Kerusakan/kebakaran terhadap bangunan.
Tanggung-gugat produk.
|
Lokasi
Orang
yang menggunakan bangunan itu, masyarakat sekitanya.
Pemakai
produk, pembuat produk, lingkungan hukum.
|
a. Pengendalian menurut timing :
Pendekatan
ini berkaitan dengan masalah kapan metode pencegahan / pengendalian itu
digunakan, yang dapat :
1. Sebelum terjadinya peril.
2. Selama peril terjadi.
3. Sesudah peril terjadi.
Di
samping itu dapat pula diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode
pengendalian / pencegahan pada:
1. Phase perencanaan, segala perubahan-perubahan
yang mendasar dalam operasi perusahaan, seperti pembelian mesin baru, penambahan
bangunan dan sebagainya harus didahului dengan perencanaan pengendalian
kerugian akibat perubahan-perubahan tersebut.
2. Phase pengamanan-perawatan, yaitu program
untuk memeriksa pelaksanaan dan mengusulkan perubahan bila perlu.
Contoh : Kualitas jasa penjagaan dan sistim alat
pengamanan apakah sudah memadai dan sebagainya.
3. Phase darurat, meliputi program-program yang
menjadi efektif dalam keadaan darurat.
Contoh : Pengadaan fasilitas pemadam kebakaran.
6.1.2.1.
Analisis Kerugian dan Analisis Hazard
Langkah
awal dalam pengendalian risiko adalah melakukan identifikasi dan analisa
terhadap :
1. Kerugian-kerugian yang telah terjadi.
2. Hazard yang menyebabkan suatu kerugian atau
yang mungkin menyebabkannya di masa mendatang.
Agar langkah
tersebut dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan adanya :
1. Suatu sistim pelaporan yang komprehensif,
2. Inspeksi secara berkala.
6.1.2.1.1.
Analisis Kerugian
Untuk
bisa mendapatkan informasi yang memadai atas kerugian, maka Manajer Risiko
perlu membangun suatu :
a. Jaringan pemberi informasi.
b. Formulir untuk melaporkan kerugian.
Pemberi
informasi yang utama adalah para supervisor lini yang bertanggung jawab
terhadap operasi dimana peril itu terjadi. Karena merekalah yang dapat
menyediakan informasi terinci mengenai peril yang telah terjadi dan dengan
mengisi formulir pelaporan dengan sempurna mereka akan lebih waspada terhadap
apa yang menyebabkan terjadinya peril dan tentang pentingnya mengendalikan
sebab-sebab tersebut.
Informasi
dari laporan supervisor lini mempunyai berbagai manfaat, antara lain :
a. Menilai performance pada manajer lini.
b. Mengevaluasi operasi perusahaan, sehingga
dapat menetapkan operasi mana yang perlu dibetulkan.
c. Mengidentifikasi hazard yang bersangkut-paut
dengan peril.
d. Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan
untuk memotivasi manajer dan karyawan agar menaruh perhatian besar terhadap
pengendalian kerugian.
Informasi
dapat pula diperoleh dari data-data statistik, yang dari data mana dapat
diperoleh :
1. Perbandingan antara pengalaman perusahaan
sendiri dengan perusahaan lain atau perusahaan secara umum.
2. Pengetahuan tentang karakteristik setiap
peril, sifat peril, sifat dan luasnya kerugian, bulan - hari - jam terjadinya
peril, karyawan / supervisor yang tersangkut, hazard atau peristiwa yang
melatar belakangi peril.
Catatan-catatan
mengenai peril seharusnya dapat mengikhtisarkan karakteristik-karakteristik
tersebut, terutama untuk selama periode yang paling akhir dan juga dapat
menggambarkan bagaimana karakteristik itu berubah sepanjang waktu. Dimana perhatian terutama harus ditujukan
kepada karakteristik yang kemunculannya melebihi frekuensi yang normal.
6.1.2.1.2
Analisis Hazard
Analisis
hazard harus tidak dibatasi hanya pada hazard yang telah mengakibatkan
terjadinya peril di perusahaannya saja. Perlu pula menyelidiki hazard yang
mungkin akan muncul, hazard dari pengalaman perusahaan lain atau pengalaman
dari perusahaan asuransi.
Alat-alat
yang dapat digunakan dalam menemukan hazard melalui inspeksi antara lain:
a.
checklist,
b.
fault tree analysis.
6.1.2.13. Menentukan Kelayakan Ekonomis
Dalam upaya pencegahan terhadap segala
risiko harus selalu ditinjau pula dari sudut manfaat dan biayanya, artinya
upaya yang digunakan harus ”economical feasible”. Oleh karena itu perlu pula dilakukan analisa
terhadap :
a. Kerugian yang timbul karena peril:
Kerugian
yang timbul karena peril yang sering diperhitungkan / dialokasikan lebih rendah
dari jumlah yang mungkin terjadi. Hal ini terjadi karena adanya
kerugian-kerugian lain yang tersembunyi, yang tidak terlihat secara langsung
pada saat terjadinya peril (umumnya dikategorikan ”kerugian tidak langsung”).
Kerugian-kerugian tersebut antara lain :
1. Kerugian karena hilangnya waktu kerja dari
karyawan yang cedera karena terjadinya peril.
2. Kerugian karena hilangnya waktu kerka bagi
karyawan lain, yang menolong karyawan yang terkena peril.
3. Kerugian dari waktu yang terpakai supervisor
untuk menyiapkan laporan peril dan melatih karyawan lain untuk mengganti
karyawan yang terkena peril.
4. Kerugian yang berkenaan dengan rusaknya
mesin, peralatan harta yang lain, yang tidak langsung diakibatkan oleh peril.
Contoh
: mesin rusak, karena gardu listrik terkena peril.
5. Kerugian berkenaan dengan pembayaran penuh
upah / gaji karyawan yang telah pulih dari cederanya, tetapi kemampuannya
menurun.
6. Kerugian karena hilangnya waktu produksi,
terutama selama rehabilitasi terhadap mesin / peralatan yang terkena peril.
b. Biaya Pengendalian Risiko :
Biaya
pengadaan, pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian risiko pada pokoknya
dapat dibagi dalam tiga kategori :
1. Pengeluaran modal / investasi dan depresiasi
untuk alat pencegah peril, seperti: masker, pemadam kebakaran dan sebagainya.
2. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk regu
pemadam kebakaran, konsultan dan sebagainya.
3. Biaya untuk menjalankan program pencegahan,
seperti upah karyawan pelaksana pencegahan, inspeksi, perawatan preventif dan
sebagainya.
Besarnya
kemungkinan kerugian dan biaya pengendalian itu yang biasanya digunakan untuk
membandingkan manfaat dari pengendalian risiko dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengendalian tersebut. Pekerjaan ini menghadapi dua persoalan
:
1. karena manfaatnya biasanya tidak pasti, maka
manfaat tersebut harus dikalikan dengan probabilitas diraihnya manfaat,
2. baik manfaat maupun biaya dapat disebarkan
pada biaya untuk beberapa tahun, maka dalam menghitung harus membandingkan
antara “present value” dan ”expected cost”.
Usaha
pengendalian risiko apakah bermanfaat atau tidak dapat dievaluasi dengan menetapkan
:
1. Apakah kerugian akibat terjadinya peril dapat
dikurangi dengan adanya upaya pengendalian.
2. Apakah kebijaksanaan keselamatan (safety
policy) dan prosedure yang dianjurkan oleh Manajer Risiko dijalankan.
3. Mengukur perubahan-perubahan dalam kerugian
dan biaya untuk pencegahan, misalnya : premi asuransi, biaya-biaya karena
peril, frekuensi peril, keparahan kerugian, yang harus dianalisis secara
aggregate berdasarkan departemen dan berdasarkan exposure.
6.1.3. Pemisahan
Pemisahan
artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko yang sama. Jadi
dengan cara menambah banyaknya ”independent exposure unit”, sehingga
probabilitas kerugiannya dapat diperkecil. Maksud dari pemisahan adalah untuk
mengurangi jumlah kerugian akibat suatu peril.
Contoh : Perusahaan yang mempunyai banyak truck, maka
untuk memperkecil kerugian karena kebakaran, trucknya disimpan dalam beberapa
pool.
6.1.4. Kombinasi
atau Pooling
Kombinasi
atau pooling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali
perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan dialami
lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil.
Untuk
ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan pengembangan
internal.
Contoh : - Perusahaan
transport memperbanyak armada trucknya, agar probabilitas terjadinya kecelakaan
diperkecil.
- Perusahaan asuransi mengkombinasikan risiko
murni dari banyak tertanggung.
6.1.5.
Pemindahan Risiko
Pemindahan
risiko dapat dilakukan dengan cara-cara:
1. Harta milik atau kegiatan yang menghadapi
risiko dipindahkan kepada pihak lain, yang dinyatakan dengan tegas dengan
berbagai transaksi atau kontrak.
Contoh:
Perusahaan yang menyerahkan pengangkutan produknya kepada perusahaan transport,
bertujuan untuk memindahkan risiko dalam pengangkutan kepada perusahaan
transport.
2. Risikonya sendiri yang dipindahkan.
Contoh.:
Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, biasanya pemilik rumah, memindahkan risiko
kerusakan kepada penyewa, yang biasanya terhadap kerusakan karena kelalaian
penyewa.
6.2.
PEMBIAYAAN RISIKO
Penanggulangan
risiko dapat pula dilakukan dengan menyediakan / mengeluarkan dana yang berhubungan
dengan cara-cara pengadaan dana untuk menanggulangi kerugian. Cara-cara yang
dapat digunakan yaitu:
1.
Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
2.
Menangani sendiri risiko yang dihadapi, dengan meretensi.
6.2.1. Risk Financing Transfers
Pemindahan
risiko melalui risk financing berarti transferor/penanggung harus mencari dana
eksternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh tertanggung, yang
benar-benar terjadi, yang dikarenakan oleh peril yang dipindahkan. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan
cara-cara:
1. Transfer risiko kepada perusahaan asuransi
(mengasuransikan). Akan dibahas dalam bagian II.
2. Transfer risiko kepada perusahaan yang bukan
perusahaan asuransi (noninsurance transfer).
6.2.1.1.
Noninsurance Transfer
Pemindahan
risiko kepada pihak noninsurance biasanya dilakukan melalui kontrak-kontrak
bisnis biasa atau melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Isi kontrak
adalah berkenaan dengan pemindahan tanggung jawab atas kerugian terhadap:
a. Harta kekayaan
b. Net Income.
c. Personil.
d. Tanggung jawab (liabilities) kepada pihak
ketiga.
Pemindahan
ini dapat dibeda-bedakan berdasarkan scope dari tanggung jawab yang
dipindahkan; mulai dari ekstrim; transferer/penanggung hanya memindahkan
tanggung jawab keuangan untuk kerugian akibat tindakan yang tidak disengaja
oleh transferee/ tertanggung, sampai pada ekstrim; tertanggung akan menerima
ganti-rugi berkenaan dengan peril yang disebutkan dalam kontrak dan tidak
peduli apa penyebab dari kerugian tersebut.
Ada
beberapa ”keterbatasan” dari noninsurance transfer, antara lain :
1. Kontrak mungkin hanya memindahkan sebagian
dari risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko harus dipindahkan ke pihak
lain. Oleh sebab itu Manajer Risiko harus mempelajari dengan cermat isi kontrak
pemindahan.
2. Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah
"Bahasa Hukum", sehingga kadang-kadang sukar dipahami oleh orang awam
(termasuk Manajer Risiko), sehingga mudah menimbulkan salah pengertian.
3. Kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan bila
isinya bertentangan dengan undang-undang, peraturan Pemerintah, kebijaksanaan
Pemerintah atau dianggap tidak wajar bagi tertanggung.
Contoh : - Melalui
perjanjian leasing, pihak lessor dapat memindahkan tanggung jawab keuangan
kepada penyewa untuk kerusakan harta, tanggung jawab kepada pihak ketiga,
tanggung jawab mana sebelum ada kontrak berada pada lessor.
- Melalui leasing, leassee (penyewa) juga dapat
memindah kerugian potensiilnya kepada lessor.
- Dengan leasing berarti leassee bebas dari
risiko turunnya harga barang yang disewa, risiko keusangan ekonomis, risiko
keusangan teknis. Risiko mana akan ditanggung bila barang itu milik sendiri.
- Melalui kontrak-kontrak pengiriman barang,
penyimpanan barang, pembuatan bangunan yang di dalamnya dicantumkan adanya
pembayaran premi risiko.
- Bonding (Surety bond), dimana surety
(penjamin) memberikan jaminan kepada obligee (yang diberi jaminan) atas
pemenuhan kewajiban dari prinsipal (yang dijamin).
6.2.2. Meretensi (Risk Retention)
Meretensi
artinya perusahaan menanggung sendiri risiko finansiil dari suatu peril dan ini
adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling banyak/umum. Dimana sumber
dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggulangan
semacam ini dapat bersifat atau tidak direncanakan (”unplanned retention”) dapat
pula bersifat ”aktif” atau direncanakan (”planned retention”).
Retensi
bersifat aktif bila Manajer Risiko telah mempertimbangkan metode-metode lain
untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak
memindahkan kerugian potensiil tersebut, sehingga bila terjadi peril
kerugiannya akan diperhitungkan sebagai ”biaya yang tak terduga”.
6.2.2.1
. Alasan melakukan Retensi
Ada
beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan retensi dalam menanggulangi
risiko, antara lain:
1. Merupakan keharusan, karena tidak ada
alternatif lain.
Contoh:
kerugian-kerugian karena tindakan kriminal, bencana alam, keusangan dan
sebagainya, dimana perusahaan asuransi tidak akan mau menanggungnya.
2. Berdasarkan pertimbangan biaya, dimana
memindahkan risiko biayanya lebih mahal (loss allowance/premi asuransi,
loading/biaya pemindahan/profit margin) dibandingkan dengan kemungkinan
besarnya kerugian.
3. Bila perkiraan expected loss dari Manajer
Risiko lebih rendah daripada perkiraan perusahaan asuransi.
4. Berdasarkan prinsip ”opportunity cost”,
dimana Manajer Risiko berpendapat bahwa penggunaan dana untuk kepentingan
investasi adalah lebih menguntungkan daripada untuk membayar premi.
5. Kualitas servis dari penanggung dianggap
kurang memuaskan, dibandingkan dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.
2.2.2. Hal-hal yang Mendorong Penggunaan
Retensi
Hal-hal
yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam penanggulangan risiko antara lain:
1. Jika biayanya lebih rendah dibandingkan
dengan yang akan dibebankan oleh perusahaan asuransi.
2. Jika expected lossnya lebih rendah dari pada
yang diperkirakan perusahaan asuransi.
3. Jika unit yang menghadapi risiko yang sama
banyak jumlahnya, sehingga risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat
diperhitungkan dengan lebih akurat.
4. Tujuan manajemen risiko meneriman variasi
yang besar dalam kerugian tahunan.
5. Jika pembiayaan untuk memindahkan kerugian
membengkak selama jangka waktu yang cukup panjang, sehingga menghasilkan
opportunity cost yang lebih besar.
6. Adanya peluang yang kuat untuk melakukan
investasi, sehingga memperbesar opportunity cost.
7. Keuntungan pelayanan internal (”noninsurer
servicing”).
6.2.2.3.
Kelemahan Penggunaan Retensi
Ada
beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik untuk menangani
risiko, antara lain :
1. Sering biaya yang dikeluarkan dengan meretensi
lebih besar dari pada biaya yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2. Expected lossesnya lebih besar dari pada yang
diperkirakan oleh perusahaan asuransi.
3. Exposure unitnya sedikit, yang berarti bahwa
risikonya tinggi, sehingga perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup
meramalkan besarnya kerugian secara memuaskan.
4. Ketidak-mampuan keuangan perusahaan untuk
menopang maximum possible losses atau maximum probable losses dalam jangka
pendek (short run).
5. Tujuan manajemen risiko ditekankan pada
”ketenangan pikiran” dan ”variasi laba tahunan yang kecil” (relatif stabil).
6. Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama
jangka waktu pendek, sehingga mengurangi opportunity cost.
7. Peluang investasi yang terbatas dengan
tingkat pengembalian (return) yang rendah.
8. Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan
bila risiko diasuransikan (biaya pemindahan termasuk biaya).
6.2.2.4.
Penyediaan Dana untuk Retensi
Ada beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk melaksanakan program
retensi, antara lain:
1. Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
Dalam
hal ini perusahaan tidak menyediakan dana khusus untuk meretensi risiko. Bila
terjadi peril, kerugiannya diperhitungkan sebagai biaya. Jadi langsung
mengurangi keuntungan.
2. Dengan membentuk dana cadangan.
Membentuk
dana cadangan dari bagian laba yang disisihkan, sehingga bila terjadi peril
akan mengurangi besarnya dana cadangan. Cara ini mengandung kelemahan, antara
lain:
a. Pembentukan dana cadangan adalah
pemindah-bukuan secara akunting. Jadi tidak berupa uang tunai, sehingga bila
terjadi peril yang harus dibiayai secara tunaiperusahaan akan mengalami
kesulitan.
b. Penaksiran besarnya expected loss jarang yang
tepat.
c. Apakah pembentukan dana semacam ini dapat
diijinkan oleh Pemerintah ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan Asuransi sendiri (“self-insurance”).
Perusahaan
membentuk organisasi asuransi sendiri ("Self-Insurer"), yang
bertugas
mengelola
dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko. Badan ini merupakan badan
otonom, yang berhak menginvestasikan dana cadangan yang sedang nganggur, tetapi
badan itu bukan perusahaan asuransi.
4. Dengan "Captive Insurer".
Dimana
perusahaan membentuk sebuah perusahaan asuransi, dimana nasabahnya seluruhnya
atau sebagian besar perusahaan pendiri itu sendiri. Keuntungan cara ini adalah
bahwa Captive-Insurer dapat melakukan re-asuransi.
No comments:
Post a Comment