Wednesday, December 12, 2018

PENANGGULANGAN RISIKO


PENANGGULANGAN RISIKO

6.1. PENANGGULANGAN RISIKO
Pada pokoknya ada dua pendekatan / cara yang digunakan oleh seorang Manajer Risiko dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaannya, yaitu :
1.      Penanganan risiko (Risk control).
2.      Pembiayaan risiko (Risk financing).

Selanjutnya dalam masing-masing pendekatan ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko yang dihadapi. Biasanya dan sebaiknya Manajer Risiko dalam menggunakan alat-alat tersebut mengadakan kombinasi dari dua cara atau lebih, agar upaya penanggulangan risiko dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam pendekatan dengan penanganan risiko (risk control) ada beberapa alat / metode yang dapat digunakan, antara lain :
1.      Menghindarinya.
2.      Mengendalikan.
3.      Memisahkan.
4.      Melakukan kombinasi atau pooling.
5.      Memindahkan.

Sedang dalam penanggulangan risiko dengan membiayai risiko, (risk financing) ada dua cara / metode yang dapat digunakan, yaitu :
1.      Pemindahan risiko melalui asuransi.
2.      Melakukan retensi.

6.1.1. Menghindari
Menghindari suatu risiko (murni) adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari exposure, dengan cara antara lain :
1.       Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung risiko, walaupun hanya untuk sementara.
Contoh   :    tidak menggunakan teknologi yang berisiko tinggi (PUN); tidak mau menerima pengemudi yang suka mabuk; tidak menjual barang secara kredit untuk menghindari risiko: radiasi nucklear, kecelakaan, kredit macet.
2.      Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau segera menghentikan yang diketahui mengandung risiko.
Contoh   :    membatalkan membeli barang-barang yang berharga murah, setelah mengetahui bahwa barang tersebut adalah barang selundupan.

Ada beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan penghindaran risiko, antara lain :
a.       Keadaan yang mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari risiko, dimana makin luas pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar ketidakmungkinan untuk menghindari.
Contoh   :    kalau ingin menghindari semua risiko tanggung jawab, maka semua kegiatan harus dihentikan (tidak usah melakukan kegiatan apapun).
b.      Faedah atau laba potensiil yang akan diterima dari pemilikan harta, mempekerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu kegiatan akan hilang bila kita menghindari risiko dari kepemilikan, mempekerjakan atau kegiatan tersebut.
Contoh   :    -    menghindari risiko akibat naik-turunnya kurs saham orang tidak akan mendapatkan ”capital gain”,
                    -    menghindari risiko membayar honorarium yang tinggi orang tidak akan dapat menikmati jasa konsultan,
                    -    menghindari risiko akibat kecelakaan lalu-lintas, orang tidak akan dapat menikmati keuntungan dari usaha di bidang transportasi.
c.       Makin sempit risiko yang dihadapi, maka akan semakin besar kemungkinan akan terciptanya risiko yang baru.
Contoh   :    menghindari risiko perjalanan dengan pesawat terbang dan menggantinya dengan menggunakan mobil, akan muncul risiko kecelakaan lalu-lintas.

Untuk mengimplementasikan keputusan penanggulangan risiko dengan penghindaran, harus ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta kegiatan yang menghadapi risiko yang ingin dihindarkan tersebut. Selanjutnya dengan dukungan pihak Manajemen Puncak, Manajer Risiko seharusnya merekomendasikan policy dan prosedur tertentu yang harus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
Contoh  :    Jika tujuan penanggulangan untuk menghindari risiko sehubungan dengan pengangkutan udara, maka semua departemen, karyawan diinstruksikan untuk menggunakan alat angkut di luar pesawat terbang (kapal, truk, dan sebagainya).
Penghindaran dikatakan berhasil jika ternyata tidak terjadi kerugian yang diakibatkan oleh risiko yang ingin dihidari dan sesungguhnya bisa terjadi bahwa metode ini tidak diimplementasikan sebagaimana semestinya, jika ternyata larangan-larangan / prosedure yang telah diinstruksikan dilanggar, walaupun kebetulan tidak terjadi kerugian.

6.1.2. Mengendalikan Kerugian (Loss Control)
Pengendalian kerugian bertujuan untuk :
1.      Memperkecil kans / kemungkinan / kesempatan terjadinya kerugian.
2.      Mengurangi keparahan bila suatu risiko kerugian memang terjadi.

Dimana tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain :
a.       Melakukan tindakan pencegahan dan pengurangan kerugian :
Dengan program pencegahan kerugian adalah berusaha untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan kans / kesempatan terjadinya kerugian. Sedang program pengurangan kerugian bertujuan untuk mengurangi keparahan potensiil dari suatu kerugian.
Program pengendalian kerugian kebanyakan merupakan gabungan antara program pengurangan kerugian dan program pencegahan kerugian.
Contoh   :    -    kans kerugian karena kebakaran dapat dikurangi dengan konstruksi yang memakai bahan-bahan tahan api,
                    -    kans kerugian karena tanggung gugat karena produk dapat dikurangi dengan memperketat pengawasan mutu, memonitor pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh salesman / bagian iklan, memilih penyalur dengan hati-hati,
                    -    kans kecelakaan kerja dapat dikurangi dengan mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membahas keselamatan kerja, mengharuskan karyawan memakai perlengkapan keselamatan kerja (masker, kaca mata las, dan sebagainya).
Program pengurangan kerugian dapat pula dibedakan ke dalam :
1.      Program minimisasi (Minimization program) :
Program yang dijalankan sebelum kerugian terjadi atau selama kerugian sedang terjadi, dengan tujuan membatasi besarnya kerugian.
Contoh : tindakan memadamkan kebakaran.
2.      Program penyelamatan (Salvage program) :
Program penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
Contoh :    Menyelamatkan harta yang tertinggal (tidak ikut terbakar) sesudah terjadi kebakaran, mengangkat kembali kapal yang karam.

b.      Program pengendalian kerugian berdasar sebab-sebab terjadinya :
Ada dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu :
1.      Pendekatan engineering : program pengendalian yang menekankan pada pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik dan mekanis.
Contoh  :    -    memperbaiki kabel-kabel listrik yang tidak memenuhi syarat, untuk mencegah kebakaran karena arus pendek,
                   -    pemeriksaan bahan-bahan untuk mencegah terjadinya konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat dan bahan-bahan yang berkualitas jelek.
2.      Pendekatan hubungan kemanusiaan (human relation) : menekankan pada pencegahan terjadinya kecelakaan karena faktor manusia, seperti: kelengahan, suka menantang bahaya, tidak memakai alat-alat keselamatan dan lain-lain faktor psikologis; yang antara lain dilakukan dengan : memberi nasehat secara sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
Kedua pendekatan tersebut dalam praktek biasanya dilakukan secara simultan.
DR. William Haddon menganjurkan cara yang lebih konprehensif dalam mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya kerugian. Sebab musibah merupakan hasil dari perpindahan energi dalam jumlah dan pada kecepatan dengan cara sedemikian rupa, sehingga menghancurkan struktur yang dilandanya. Dengan demikian musibah dapat dicegah dengan jalan menguasai / mengendalikan energi tersebut atau mengubah struktur obyeknya dengan struktur yang tahan terhadap energi tersebut.
Untuk itu W. Haddon mengemukakan 10 strategi, yaitu :
1.      Mencegah lahirnya hazard pada kesempatan pertama.
2.      Mengurangi jumlah atau besarnya hazard.
Contoh : mengurangi kecepatan mobil untuk menghindari kecelakaan.
3.      Mencegah keluarnya hazard jika hazard terbentuk atau kalau hazard memang  sudah ada sebelumnya.
Contoh   :    mensterilkan susu sebelum diminum untuk mencegah infeksi melalui susu.
4.      Mengubah kecepatan atau kekuatan keluarnya hazard dari sumbernya.
Contoh   :    membagi aliran sungai menjadi beberapa sungai untuk mengurangi derasnya aliran sungai, guna mencegah terjadinya pengikisan tepian sungai.
5.      Memisahkan obyek dari sumber yang dapat menghancurkannya. Pemisahan dalam arti pemisahan tempat maupun waktu.
Contoh   :    membuat tanggul sungai untuk menghindari banjir.
6.      Memisahkan hazard dari obyek yang harus dilindungi dengan suatu sekat pemisah.
Contoh   :    -    karyawan harus memakai sarung tangan karet untuk mencegah tertular dengan bibit penyakit,
                    -    makanan dibungkus, dimasukkan dalam kaleng untuk menghindari pencemaran.
7.      Mengubah kualitas dasar yang relevan dari hazard.
Contoh   :    jalan diberi jalur pemisah antara jalur yang berlawanan arah untuk mengurangi bahaya tabrakan.
8.      Menjadikan obyek lebih tahan terhadap hazard yang akan merusaknya.
Contoh   :    imunisasi untuk memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.
9.      Melakukan tindakan kontra untuk menahan bertambah parahnya kerusakan.
Contoh   :    memasang tanggul penahan gelombang untuk mencegah kerusakan pantai dari abrasi.
10.  Menstabilkan, mereparasi dan merehabilitas obyek yang terkena peril.
Contoh   :    Memperbaiki mesin yang terkena peril untuk mencegah kerusakan /  cacadnya produk yang dihasilkan.

c.       Pengendalian kerugian menurut lokasi :
Menurut W. Haddon kemungkinan dan keparahan kerugian dari kecelakaan lalu lintas tergantung pada kondisi dari :
1.      Orangyang menggunakan jalan.
2.      Kendaraan.
3.      Lingkungan umum jalan yang meliputi faktor-faktor seperti : desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas dan rambu-rambu.


Dengan memperbaiki faktor lingkungan umum (lokasi) kemungkinan dan keparahan kerugian karena kecelakaan lalu lintas di tempat tersebut akan dikurangi/dihindarkan.
Contoh lain :
Kerugian
Kerusakan/kebakaran terhadap bangunan.
Tanggung-gugat produk.
Lokasi
Orang yang menggunakan bangunan itu, masyarakat sekitanya.
Pemakai produk, pembuat produk, lingkungan hukum.


a.       Pengendalian menurut timing :
Pendekatan ini berkaitan dengan masalah kapan metode pencegahan / pengendalian itu digunakan, yang dapat :
1.      Sebelum terjadinya peril.
2.      Selama peril terjadi.
3.      Sesudah peril terjadi.
Di samping itu dapat pula diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode pengendalian / pencegahan pada:
1.      Phase perencanaan, segala perubahan-perubahan yang mendasar dalam operasi perusahaan, seperti pembelian mesin baru, penambahan bangunan dan sebagainya harus didahului dengan perencanaan pengendalian kerugian akibat perubahan-perubahan tersebut.
2.      Phase pengamanan-perawatan, yaitu program untuk memeriksa pelaksanaan dan mengusulkan perubahan bila perlu.
Contoh   :    Kualitas jasa penjagaan dan sistim alat pengamanan apakah sudah memadai dan sebagainya.
3.      Phase darurat, meliputi program-program yang menjadi efektif dalam keadaan darurat.
Contoh   :    Pengadaan fasilitas pemadam kebakaran.

6.1.2.1. Analisis Kerugian dan Analisis Hazard
Langkah awal dalam pengendalian risiko adalah melakukan identifikasi dan analisa terhadap :
1.      Kerugian-kerugian yang telah terjadi.
2.      Hazard yang menyebabkan suatu kerugian atau yang mungkin menyebabkannya di masa mendatang.
Agar langkah tersebut dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan adanya :
1.      Suatu sistim pelaporan yang komprehensif,
2.      Inspeksi secara berkala.

6.1.2.1.1. Analisis Kerugian
Untuk bisa mendapatkan informasi yang memadai atas kerugian, maka Manajer Risiko perlu membangun suatu :
a.       Jaringan pemberi informasi.
b.      Formulir untuk melaporkan kerugian.

Pemberi informasi yang utama adalah para supervisor lini yang bertanggung jawab terhadap operasi dimana peril itu terjadi. Karena merekalah yang dapat menyediakan informasi terinci mengenai peril yang telah terjadi dan dengan mengisi formulir pelaporan dengan sempurna mereka akan lebih waspada terhadap apa yang menyebabkan terjadinya peril dan tentang pentingnya mengendalikan sebab-sebab tersebut.
Informasi dari laporan supervisor lini mempunyai berbagai manfaat, antara lain :
a.       Menilai performance pada manajer lini.
b.      Mengevaluasi operasi perusahaan, sehingga dapat menetapkan operasi mana yang perlu dibetulkan.
c.       Mengidentifikasi hazard yang bersangkut-paut dengan peril.
d.      Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan untuk memotivasi manajer dan karyawan agar menaruh perhatian besar terhadap pengendalian kerugian.

Informasi dapat pula diperoleh dari data-data statistik, yang dari data mana dapat diperoleh :
1.      Perbandingan antara pengalaman perusahaan sendiri dengan perusahaan lain atau perusahaan secara umum.
2.      Pengetahuan tentang karakteristik setiap peril, sifat peril, sifat dan luasnya kerugian, bulan - hari - jam terjadinya peril, karyawan / supervisor yang tersangkut, hazard atau peristiwa yang melatar belakangi peril.

Catatan-catatan mengenai peril seharusnya dapat mengikhtisarkan karakteristik-karakteristik tersebut, terutama untuk selama periode yang paling akhir dan juga dapat menggambarkan bagaimana karakteristik itu berubah sepanjang waktu. Dimana perhatian terutama harus ditujukan kepada karakteristik yang kemunculannya melebihi frekuensi yang normal.

6.1.2.1.2 Analisis Hazard
Analisis hazard harus tidak dibatasi hanya pada hazard yang telah mengakibatkan terjadinya peril di perusahaannya saja. Perlu pula menyelidiki hazard yang mungkin akan muncul, hazard dari pengalaman perusahaan lain atau pengalaman dari perusahaan asuransi.
Alat-alat yang dapat digunakan dalam menemukan hazard melalui inspeksi antara lain:
a.       checklist,
b.      fault tree analysis.

6.1.2.13. Menentukan Kelayakan Ekonomis
Dalam upaya pencegahan terhadap segala risiko harus selalu ditinjau pula dari sudut manfaat dan biayanya, artinya upaya yang digunakan harus ”economical feasible”. Oleh karena itu perlu pula dilakukan analisa terhadap :
a.       Kerugian yang timbul karena  peril:
Kerugian yang timbul karena peril yang sering diperhitungkan / dialokasikan lebih rendah dari jumlah yang mungkin terjadi. Hal ini terjadi karena adanya kerugian-kerugian lain yang tersembunyi, yang tidak terlihat secara langsung pada saat terjadinya peril (umumnya dikategorikan ”kerugian tidak langsung”). Kerugian-kerugian tersebut antara lain :
1.      Kerugian karena hilangnya waktu kerja dari karyawan yang cedera karena terjadinya peril.
2.      Kerugian karena hilangnya waktu kerka bagi karyawan lain, yang menolong karyawan yang terkena peril.
3.      Kerugian dari waktu yang terpakai supervisor untuk menyiapkan laporan peril dan melatih karyawan lain untuk mengganti karyawan yang terkena peril.
4.      Kerugian yang berkenaan dengan rusaknya mesin, peralatan harta yang lain, yang tidak langsung diakibatkan oleh peril.
Contoh : mesin rusak, karena gardu listrik terkena peril.
5.      Kerugian berkenaan dengan pembayaran penuh upah / gaji karyawan yang telah pulih dari cederanya, tetapi kemampuannya menurun.
6.      Kerugian karena hilangnya waktu produksi, terutama selama rehabilitasi terhadap mesin / peralatan yang terkena peril.

b.      Biaya Pengendalian Risiko :
Biaya pengadaan, pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian risiko pada pokoknya dapat dibagi dalam tiga kategori :
1.      Pengeluaran modal / investasi dan depresiasi untuk alat pencegah peril, seperti: masker, pemadam kebakaran dan sebagainya.
2.      Biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk regu pemadam kebakaran, konsultan dan sebagainya.
3.      Biaya untuk menjalankan program pencegahan, seperti upah karyawan pelaksana pencegahan, inspeksi, perawatan preventif dan sebagainya.
Besarnya kemungkinan kerugian dan biaya pengendalian itu yang biasanya digunakan untuk membandingkan manfaat dari pengendalian risiko dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengendalian tersebut. Pekerjaan ini menghadapi dua persoalan :
1.      karena manfaatnya biasanya tidak pasti, maka manfaat tersebut harus dikalikan dengan probabilitas diraihnya manfaat,
2.      baik manfaat maupun biaya dapat disebarkan pada biaya untuk beberapa tahun, maka dalam menghitung harus membandingkan antara “present value” dan ”expected cost”.

Usaha pengendalian risiko apakah bermanfaat atau tidak dapat dievaluasi dengan menetapkan :
1.      Apakah kerugian akibat terjadinya peril dapat dikurangi dengan adanya upaya pengendalian.
2.      Apakah kebijaksanaan keselamatan (safety policy) dan prosedure yang dianjurkan oleh Manajer Risiko dijalankan.
3.      Mengukur perubahan-perubahan dalam kerugian dan biaya untuk pencegahan, misalnya : premi asuransi, biaya-biaya karena peril, frekuensi peril, keparahan kerugian, yang harus dianalisis secara aggregate berdasarkan departemen dan berdasarkan ex­posure.


6.1.3. Pemisahan
Pemisahan artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko yang sama. Jadi dengan cara menambah banyaknya ”independent exposure unit”, sehingga probabilitas kerugiannya dapat diperkecil. Maksud dari pemisahan adalah untuk mengurangi jumlah kerugian akibat suatu peril.
Contoh  :    Perusahaan yang mempunyai banyak truck, maka untuk memperkecil kerugian karena kebakaran, trucknya disimpan dalam beberapa pool.

6.1.4. Kombinasi atau Pooling
Kombinasi atau pooling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan dialami lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil.
Untuk ini salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan pengembangan internal.
Contoh  :    -    Perusahaan transport memperbanyak armada trucknya, agar probabilitas terjadinya kecelakaan diperkecil.
                   -    Perusahaan asuransi mengkombinasikan risiko murni dari banyak tertanggung.

6.1.5. Pemindahan Risiko
Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara-cara:
1.      Harta milik atau kegiatan yang menghadapi risiko dipindahkan kepada pihak lain, yang dinyatakan dengan tegas dengan berbagai transaksi atau kontrak.
Contoh: Perusahaan yang menyerahkan pengangkutan produknya kepada perusahaan transport, bertujuan untuk memindahkan risiko dalam pengangkutan kepada perusahaan transport.
2.   Risikonya sendiri yang dipindahkan.
Contoh.: Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, biasanya pemilik rumah, memindahkan risiko kerusakan kepada penyewa, yang biasanya terhadap kerusakan karena kelalaian penyewa.


6.2. PEMBIAYAAN RISIKO                                         
Penanggulangan risiko dapat pula dilakukan dengan menyediakan / mengeluarkan dana yang berhubungan dengan cara-cara pengadaan dana untuk menanggulangi kerugian. Cara-cara yang dapat digunakan yaitu:
1. Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
2. Menangani sendiri risiko yang dihadapi, dengan meretensi.

6.2.1.  Risk Financing Transfers
Pemindahan risiko melalui risk financing berarti transferor/penanggung harus mencari dana eksternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh tertanggung, yang benar-benar terjadi, yang dikarenakan oleh peril yang dipindahkan. Pemindahan ini dapat dilakukan dengan cara-cara:
1.      Transfer risiko kepada perusahaan asuransi (mengasuransikan). Akan dibahas dalam bagian II.
2.      Transfer risiko kepada perusahaan yang bukan perusahaan asuransi (noninsurance transfer).

6.2.1.1. Noninsurance Transfer
Pemindahan risiko kepada pihak noninsurance biasanya dilakukan melalui kontrak-kontrak bisnis biasa atau melalui kontrak khusus untuk pemindahan risiko. Isi kontrak adalah berkenaan dengan pemindahan tanggung jawab atas kerugian terhadap:
a.       Harta kekayaan
b.      Net Income.
c.       Personil.
d.      Tanggung jawab (liabilities) kepada pihak ketiga.

Pemindahan ini dapat dibeda-bedakan berdasarkan scope dari tanggung jawab yang dipindahkan; mulai dari ekstrim; transferer/penanggung hanya memindahkan tanggung jawab keuangan untuk kerugian akibat tindakan yang tidak disengaja oleh transferee/ tertanggung, sampai pada ekstrim; tertanggung akan menerima ganti-rugi berkenaan dengan peril yang disebutkan dalam kontrak dan tidak peduli apa penyebab dari kerugian tersebut.
Ada beberapa ”keterbatasan” dari noninsurance transfer, antara lain :
1.      Kontrak mungkin hanya memindahkan sebagian dari risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko harus dipindahkan ke pihak lain. Oleh sebab itu Manajer Risiko harus mempelajari dengan cermat isi kontrak pemindahan.
2.      Bahasa yang digunakan dalam kontrak adalah "Bahasa Hukum", sehingga kadang-kadang sukar dipahami oleh orang awam (termasuk Manajer Risiko), sehingga mudah menimbulkan salah pengertian.
3.      Kontrak dapat dibatalkan oleh pengadilan bila isinya bertentangan dengan undang-undang, peraturan Pemerintah, kebijaksanaan Pemerintah atau dianggap tidak wajar bagi tertanggung.
Contoh   :  -   Melalui perjanjian leasing, pihak lessor dapat memindahkan tanggung jawab keuangan kepada penyewa untuk kerusakan harta, tanggung jawab kepada pihak ketiga, tanggung jawab mana sebelum ada kontrak berada pada les­sor.
-      Melalui leasing, leassee (penyewa) juga dapat memindah kerugian potensiilnya kepada lessor.
-      Dengan leasing berarti leassee bebas dari risiko turunnya harga barang yang disewa, risiko keusangan ekonomis, risiko keusangan teknis. Risiko mana akan ditanggung bila barang itu milik sendiri.
-      Melalui kontrak-kontrak pengiriman barang, penyimpanan barang, pembuatan bangunan yang di dalamnya dicantumkan adanya pembayaran premi risiko.
-      Bonding (Surety bond), dimana surety (penjamin) memberikan jaminan kepada obligee (yang diberi jaminan) atas pemenuhan kewajiban dari prinsipal (yang dijamin).

6.2.2.  Meretensi (Risk Retention)
Meretensi artinya perusahaan menanggung sendiri risiko finansiil dari suatu peril dan ini adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling banyak/umum. Dimana sumber dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Penanggulangan semacam ini dapat bersifat atau tidak direncanakan (”unplanned retention”) dapat pula bersifat ”aktif” atau direncanakan (”planned retention”).
Retensi bersifat aktif bila Manajer Risiko telah mempertimbangkan metode-metode lain untuk menangani risiko dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak memindahkan kerugian potensiil tersebut, sehingga bila terjadi peril kerugiannya akan diperhitungkan sebagai ”biaya yang tak terduga”.


6.2.2.1 . Alasan melakukan Retensi
Ada beberapa alasan mengapa suatu perusahaan melakukan retensi dalam menanggulangi risiko, antara lain:
1.      Merupakan keharusan, karena tidak ada alternatif lain.
Contoh: kerugian-kerugian karena tindakan kriminal, bencana alam, keusangan dan sebagainya, dimana perusahaan asuransi tidak akan mau menanggungnya.
2.      Berdasarkan pertimbangan biaya, dimana memindahkan risiko biayanya lebih mahal (loss allowance/premi asuransi, loading/biaya pemindahan/profit margin) dibandingkan dengan kemungkinan besarnya kerugian.
3.      Bila perkiraan expected loss dari Manajer Risiko lebih rendah daripada perkiraan perusahaan asuransi.
4.      Berdasarkan prinsip ”opportunity cost”, dimana Manajer Risiko berpendapat bahwa penggunaan dana untuk kepentingan investasi adalah lebih menguntungkan daripada untuk membayar premi.
5.      Kualitas servis dari penanggung dianggap kurang memuaskan, dibandingkan dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.

2.2.2. Hal-hal yang Mendorong Penggunaan Retensi              
Hal-hal yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam penanggulangan risiko  antara lain:
1.      Jika biayanya lebih rendah dibandingkan dengan yang akan dibebankan oleh perusahaan asuransi.
2.      Jika expected lossnya lebih rendah dari pada yang diperkirakan perusahaan asuransi.
3.      Jika unit yang menghadapi risiko yang sama banyak jumlahnya, sehingga risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat diperhitungkan dengan lebih akurat.
4.      Tujuan manajemen risiko meneriman variasi yang besar dalam kerugian tahunan.
5.      Jika pembiayaan untuk memindahkan kerugian membengkak selama jangka waktu yang cukup panjang, sehingga menghasilkan opportunity cost yang lebih besar.
6.      Adanya peluang yang kuat untuk melakukan investasi, sehingga memperbesar oppor­tunity cost.
7.      Keuntungan pelayanan internal (”noninsurer servicing”).

6.2.2.3. Kelemahan Penggunaan Retensi
Ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik untuk menangani risiko, antara lain :
1.      Sering biaya yang dikeluarkan dengan meretensi lebih besar dari pada biaya yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2.      Expected lossesnya lebih besar dari pada yang diperkirakan oleh perusahaan  asuransi.
3.      Exposure unitnya sedikit, yang berarti bahwa risikonya tinggi, sehingga perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup meramalkan besarnya kerugian secara memuaskan.
4.      Ketidak-mampuan keuangan perusahaan untuk menopang maximum possible losses atau maximum probable losses dalam jangka pendek (short run).
5.      Tujuan manajemen risiko ditekankan pada ”ketenangan pikiran” dan ”variasi laba tahunan yang kecil” (relatif stabil).
6.      Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama jangka waktu pendek, sehingga mengurangi opportunity cost.
7.      Peluang investasi yang terbatas dengan tingkat pengembalian (return) yang rendah.
8.      Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan bila risiko diasuransikan (biaya pemindahan termasuk biaya).

6.2.2.4. Penyediaan Dana untuk Retensi
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk melaksanakan program retensi, antara lain:
1.      Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
Dalam hal ini perusahaan tidak menyediakan dana khusus untuk meretensi risiko. Bila terjadi peril, kerugiannya diperhitungkan sebagai biaya. Jadi langsung mengurangi keuntungan.
2.      Dengan membentuk dana cadangan.
Membentuk dana cadangan dari bagian laba yang disisihkan, sehingga bila terjadi peril akan mengurangi besarnya dana cadangan. Cara ini mengandung kelemahan, antara lain:
a.       Pembentukan dana cadangan adalah pemindah-bukuan secara akunting. Jadi tidak berupa uang tunai, sehingga bila terjadi peril yang harus dibiayai secara tunaiperusahaan akan mengalami kesulitan.
b.      Penaksiran besarnya expected loss jarang yang tepat.
c.       Apakah pembentukan dana semacam ini dapat diijinkan oleh Pemerintah ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan Asuransi sendiri (“self-insurance”).
Perusahaan membentuk organisasi asuransi sendiri ("Self-Insurer"), yang bertugas
mengelola dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko. Badan ini merupakan badan otonom, yang berhak menginvestasikan dana cadangan yang sedang nganggur, tetapi badan itu bukan perusahaan asuransi.
4. Dengan "Captive Insurer".
Dimana perusahaan membentuk sebuah perusahaan asuransi, dimana nasabahnya seluruhnya atau sebagian besar perusahaan pendiri itu sendiri. Keuntungan cara ini adalah bahwa Captive-Insurer dapat melakukan re-asuransi.

No comments:

Post a Comment