Sunday, December 30, 2018

Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 dan Nomor 10 tahun 1998

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
Pasal 2
Yang dimaksud dengan "demokrasi ekonomi" adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 5
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu" adalah antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan.
Pasal 6
Bank Umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf n. Masing-masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara demikian kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi.
Huruf c
Bank dapat menerbitkan surat pengakuan hutang baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan hutang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 229 k Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan hutang berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.
Huruf d
Usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf ini mencakup kegiatan membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga seperti tersebut pada penjelasan huruf c dan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
Butir 7
Ketentuan ini dimaksud untuk menampung kemungkinan adanya jenis surat berharga lain, selain dari yang telah disebutkan pada butir 1 sampai dengan butir 6.
Huruf g
Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "menyediakan tempat" dalam ketentuan ini adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.
Huruf i
Dalam melakukan kegiatan penitipan, bank menerima titipan harta penitip dengan mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.
Huruf j
Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang memiliki dana.
Huruf k
Kewajiban bank dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli dengan lelang, agar dana hasil pencairan dari penjualan agunan tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam hal terdapat sisa dari hasil pelelangan setelah diperhitungkan dengan kewajiban nasabah kepada bank, dimanfaatkan oleh nasabah.
Huruf l
Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi.
Huruf n
Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah dan lain-lain.
Pasal 8
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pembelian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan "agunan tambahan".
Pasal 10
Huruf c
Usaha lain yang dilarang pada huruf c ini antara lain melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek (underwriter).
Pasal 11
Pemberian kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya-tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu.
Ayat (1)
Kelompok (group) merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
Ayat (2)
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Batas maksimum dimaksud adalah untuk masing-masing peminjam atau sekelompok peminjam termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "keluarga" dalam ketentuan ini meliputi hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua menurut garis lurus maupun ke samping termasuk mertua, menantu dan ipar.
 Huruf f
Ayat (4)
Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 10% (sepuluh perseratus) dari modal bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan "Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum", adalah dalam rangka penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan perbankan sebagaimana diatur dalam Bab II, yang penyelenggaraannya senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional. Yang dimaksud dengan "sektor-sektor perekonomian tertentu", adalah antara lain program pengembangan pembangunan perumahan, serta pengembangan ekspor non migas.
Dalam Peraturan Pemerintah dimaksud diatur pula ketentuan mengenai pelaksanaan program tertentu oleh satu atau beberapa Bank Umum tertentu.
Pasal 13
Huruf a
Penyebutan "bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu" dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan Rakyat yang serupa dengan deposito berjangka dan tabungan tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek.
Pasal 14
Larangan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Untuk itu jenis-jenis pelayanan yang dapat diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat disesuaikan dengan maksud tersebut.
Huruf b
Larangan yang dimaksud dalam huruf ini tidak termasuk kegiatan tukar menukar valuta asing (money changer). Untuk melakukan usaha tukar menukar valuta asing, Bank Perkreditan Rakyat harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia.
Pasal 16
Ayat (1)
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut.
Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah pihak yang bersangkutan terlebih dahulu memperoleh izin usaha, sebagai Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Namun demikian, di masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan, berdasarkan ketentuan dalam ayat ini. Terhadap kegiatan menghimpun dana masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan Undang-undang tersendiri beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "kecamatan" dalam ayat ini adalah kecamatan di luar ibukota kabupaten, kotamadya, ibukota propinsi, atau ibukota negara. Hal ini dimaksudkan agar Bank Perkreditan Rakyat tetap dapat berfungsi sebagai penunjang pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan.
Ayat (5)
Dalam rangka menunjang peningkatan pembangunan yang lebih merata, maka khusus di kota-kota sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat didirikan Bank Perkreditan Rakyat oleh pemerintah daerah setempat, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan koperasi, bank milik negara dan/atau bank milik pemerintah daerah.
Ayat (6)
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), ketentuan-ketentuan menyangkut koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang perkoperasian, misalnya tentang susunan organisasi, kepemilikan, dan kepengurusan, perlu diperhatikan.
Pasal 17
Huruf a
Dalam ketentuan mengenai jumlah kepemilikan dan kepengurusan pihak asing, termasuk pula pengertian tentang proses Indonesianisasi.Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan perbankan nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Huruf c
Mengenai hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka penyusunan Peraturan Pemerintah dimaksud diperoleh dari dewan moneter oleh karena secara fungsional dewan moneter mempunyai tugas-tugas menyangkut perumusan kebijaksanaan di bidang moneter sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Namun demikian dalam perumusan Peraturan Pemerintah tersebut dapat diminta pula masukan dari instansi-instansi pemerintah lainnya.
Pasal 19
Ayat (1)
Untuk memungkinkan pelayanan bagi golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil di daerah perkotaan, Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dapat memberi izin kepada Bank Perkreditan Rakyat untuk membuka kantor cabang di ibukota kabupaten, kotamadya, dan/atau di ibukota propinsi yang bersangkutan. Izin tersebut dapat diberikan pula kepada Bank Perkreditan Rakyat yang berkedudukan di kecamatan sekitar ibukota negara untuk membuka kantor cabang di ibukota negara.

Ayat (3)
Untuk menjaga kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat, Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia menetapkan persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat antara lain mencakup persyaratan tingkat kesehatan bank dan kesiapan pembukaan kantor. Khusus bagi Bank Perkreditan Rakyat yang membuka kantor di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya, selain persyaratan kesehatan bank dan kesiapan pembukaan kantor juga harus memenuhi persyaratan lainnya seperti permodalan, dan tersedianya tenaga yang profesional.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bank yang berkedudukan di luar negeri" adalah bank yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri. Oleh karenanya bank yang bersangkutan tunduk pada hukum di mana bank tersebut didirikan.
Pasal 21
Huruf d
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
Pasal 22
Huruf a
Dalam hal pendiri bank adalah badan hukum, maka badan hukum yang bersangkutan harus dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia. Termasuk dalam pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.
Pasal 23
Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dimiliki oleh badan hukum Indonesia, maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruh pemiliknya adalah warga negara Indonesia.
Pasal 25
Saham bank dalam bentuk saham atas nama dimaksudkan untuk dapat mengetahui perubahan kepemilikan saham bank.
Pasal 26
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "mayoritas" adalah sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah seluruh saham yang dijual melalui bursa efek.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "mayoritas kepemilikan saham oleh negara" adalah sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh satu perseratus) dari modal disetor.
Pasal 28
Ayat (1)
Merger (penggabungan usaha) adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank lainnya. Konsolidasi (peleburan usaha) adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan melikuidasi bank-bank yang ada. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank. Dalam hal bank umum milik negara, merger atau konsolidasi hanya dapat dilakukan antar bank umum milik negara. Dengan demikian pemilikan oleh swasta atas saham bank umum milik negara hanya dapat dilakukan melalui bursa efek. Dalam melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi, wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Demikian pula merger, konsolidasi atau akuisisi yang dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah.
Pasal 29
Ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan itu Bank Indonesia diberi wewenang dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.
Ayat (5)
Informasi yang disediakan untuk nasabah tersebut adalah informasi mengenai tingkat risiko dari kegiatan yang menjadi sasaran penggunaan atau penempatan dana. Apabila informasi telah disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan oleh bank, dalam hal bank bertindak sebagai perantara dalam melakukan penempatan dana dari nasabah atau membeli/menjual surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
Pasal 30
Ayat (1) dan ayat (2)
Kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu bank kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut dibutuhkan untuk memantau keadaan dari suatu bank. Pemantauan keadaan bank perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan lembaga perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank.
Pasal 32
Permintaan Menteri kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus atas suatu bank atau meminta laporan atas hasil pemeriksaan bank adalah bilamana terdapat petunjuk yang menurut pendapat Menteri membahayakan kesehatan dan kelangsungan hidup bank serta kepentingan umum dan kelangsungan pembangunan nasional.
Pasal 33
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pemeriksaan" adalah antara lain meliputi jenis pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, pelaporan, dan langkah tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam rangka pembinaan dan pengawasan.
Pasal 36
Pengecualian ini dapat diberikan dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat yang bersangkutan.
Pasal 37
Ayat (2)
Dalam ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, sebelum dilakukan pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan likuidasi. Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka mempertahankan/menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.
Pasal 38
Ayat (1)
Ketentuan dalam Pasal ini berlaku pula dalam hal pengangkatan atau perubahan pejabat pimpinan yang setingkat direksi dan anggota dewan komisaris, bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.
Pasal 39
Ayat (1)
Penggunaan tenaga asing oleh bank dimungkinkan, sesuai dengan kebutuhan bank yang bersangkutan. Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum, tenaga asing dimaksud bersifat sementara dan terbatas pada tenaga ahli, penasehat dan konsultan, sesuai dengan kebutuhan bank yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal bank campuran dan cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, tenaga asing tersebut disesuaikan dengan sifat kepemilikan oleh asing. Namun demikian penggunaan tenaga asing dalam bank campuran dan cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, wajib disesuaikan dengan program Indonesianisasi.
Ayat (2)
Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain adalah mengenai persyaratan-persyaratan sebagai penjabaran ketentuan dalam ayat (1) misalnya jenis pekerjaan atau keahlian yang masih memerlukan tenaga asing dan jangka waktu penggunaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 40
Ayat (1)
Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.
Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
Pasal 42
Ayat (1)
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana atas permintaan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung, Menteri dapat mengeluarkan izin tertulis untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa. Kata "dapat" dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin oleh Menteri akan diberikan sepanjang syarat/prosedur administrasi pemberian izin dipenuhi oleh pihak yang meminta izin, seperti nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, maksud pemeriksaan, pejabat yang berwenang mengajukan permohonan kepada Menteri, nama nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa serta sebab-sebab keterangan diperlukan dalam hubungan perkara pidana yang bersangkutan.
Pasal 43
Dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan lain yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Menteri.


Pasal 44
Ayat (1)
Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain.
Ayat (2)
Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
Pasal 45
Apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank tidak dipenuhi oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.
Pasal 47
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses terhadap informal mengenai keadaan bank.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 51
Ayat (1)
Perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal- pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada Bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan. Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan , maka diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini.Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Dengan ditetapkannya batas maksimum pidana terhadap kejahatan yang dilakukan, maka besar kecilnya pidana dapat dipertimbangkan dengan memperhatikan antara lain kerugian yang ditimbulkan.
Pasal 52
Sanksi administratif dalam pasal ini dapat berupa:
a. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini;
b. penyampaian teguran-teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan bank;
d. larangan turut serta dalam kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau untuk beberapa cabang;
f. pencabutan izin usaha.
Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur oleh Bank Indonesia. Khusus mengenai huruf e dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Sanksi administratif dalam Pasal ini dapat berupa:
a. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini;
b. penyampaian teguran-teguran tertulis;
c. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai direksi atau komisaris bank;
d. larangan untuk memberikan jasanya kepada perbankan;
e. penyampaian usul kepada instansi yang berwenang untuk mencabut atau membatalkan izin usaha sebagai pemberi jasa bagi bank (antara lain terhadap konsultan, konsultan hukum, akuntan publik, penilai).
Pasal 54
Ayat (3)
Penyesuaian bentuk hukum bank-bank milik negara sebagaimana diatur dalam Pasal ini dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969. Dengan demikian setelah penyesuaian bentuk hukum bank-bank milik negara tersebut selesai, Undang-undang tentang pendirian bank-bank tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian pula Undang-undang Nomor 13 Tahun 1962 tidak berlaku lagi 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
Pasal 56
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan bank memenuhi ketentuan batas maksimum pemberian kredit berdasarkan Undang-undang ini secara bertahap, sehingga tidak menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam memenuhi ketentuan dimaksud, mengingat pada saat ini berlaku ketentuan batas maksimum pemberian kredit yang lebih tinggi daripada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan
Pasal 57
Penyesuaian usaha Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi bank berdasarkan Undang-undang ini dapat dilakukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini. Sedangkan penyesuaian usaha Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi perusahaan efek didasarkan pada ketentuan di bidang pasar modal.
Pasal 58
Mengingat lembaga-lembaga dimaksud dalam Pasal ini telah tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karenanya Undang-undang ini memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud. Selanjutnya untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Pasal 59
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kekosongan hukum dan menampung pengaturan masalah-masalah yang timbul sampai dengan dikeluarkannya peraturan yang baru.


PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN
Pasal 6
Huruf m
Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui:
a. pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
b. pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah di dalam kantor bank tersebut.
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
1. kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan Prinsip Syariah;
2. pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah;
3. persyaratan bagi pembukaan Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 7
Huruf c
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. penyertaan modal sementara oleh bank berasal dari konversi kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah pada perusahaan yang bersangkutan;
b. persyaratan kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang dapat dikonversi menjadi penyertaan modal;
c. penyertaan modal tersebut wajib ditarik kembali apabila:
i) telah melebihi jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau
ii) perusahaan telah memperoleh laba;
d. penyertaan sementara tersebut wajib dihapusbukukan dari neraca bank, apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, bank belum berhasil menarik penyertaannya;
e. pelaporan kepada Bank Indonesia mengenai penyertaan modal sementara oleh bank.
Pasal 8
Ayat (1)
Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.
Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Di samping itu, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;
b. bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;
c. kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
d. kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
e. larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau pihakpihak terafiliasi;
f. penyelesaian sengketa.
Pasal 11
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit atau pembiayaan dimaksud bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada Nasabah Debitur atau kelompok Nasabah Debitur tertentu.
Ayat (1)
Kelompok (grup) merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan atau hubungan keuangan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keluarga dalam ketentuan ini adalah hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua baik menurut garis keturunan lurus maupun ke samping termasuk mertua, menantu dan ipar.
Ayat (4A)
Larangan ini dimaksudkan agar dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat. Bank dinyatakan melakukan pelanggaran atas ayat ini apabila pada saat pemberiannya, saldo kredit atau pembiayaan tersebut melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan oleh bank Indonesia.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam rangka penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan Perbankan pelaksanaannya senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional, sepanjang tidak bertentangan dengan program moneter Bank Indonesia.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara lain
a. Kewajiban Bank Umum untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada koperasi, usaha kecil dan menengah dengan prosedur dan persyaratan yang mudah dan lunak;
b. Program peningkatan taraf hidup rakyat banyak yang berupa penyediaan kredit dengan bunga rendah atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan tingkat bagi hasil yang rendah;
c. Subsidi bunga atau bagi hasil yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 12A
Ayat (1)
Pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Dalam hal bank sebagai pembeli agunan Nasabah Debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya.
Bank tidak diperbolehkan memiliki agunan yang dibelinya dan secepat-cepatnya harus dijual kembali agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara lain:
a. Agunan yang dapat dibeli oleh bank adalah agunan yang kreditnya telah dikategorikan macet selama jangka waktu tertentu;
b. Agunan yang telah dibeli wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu tahun;
c. Dalam jangka waktu satu tahun, bank dapat menangguhkan kewajiban-kewajiban berkaitan dengan pengalihan hak atas agunan yang bersangkutan. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Huruf c
Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan Prinsip Syariah;
b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah.
Pasal 16
Ayat (1)
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Namun, di masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan usaha Perbankan berdasarkan ketentuan dalam ayat ini. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, diatur dengan undang-undang tersendiri.
Ayat (2)
Dalam hal memberikan izin usaha sebagai Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia selain memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara bank, tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Huruf a
Pada Bank Umum dimungkinkan kepengurusan pihak asing sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Persyaratan kepemilikan dimaksud termasuk jumlah serta komposisi kepemilikan pihak asing yang diizinkan pada Bank Umum.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang Perbankan dan konduite yang baik;
b. larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank;
c. modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat;
d. batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan;
e. kelayakan rencana kerja;
f. batas waktu pemberian izin pendirian bank.
Pasal 18
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kantor di bawah kantor cabang antara lain mencakup kantor cabang pembantu dan kantor kas. Dalam rangka memenuhi penyediaan layanan jasa Perbankan, dimungkinkan pula pembukaan jenis kantor lain di bawah kantor cabang, misalnya tempat pembayaran (payment point), kas mobil dan anjungan tunai mandiri (ATM). Rencana pembukaan kantor dimaksud wajib terlebih dahulu dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Ayat (4)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan tingkat kesehatan bank;
b. tingkat persaingan yang sehat antara bank;
c. tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu;
d. pemerataan pembangunan ekonomi nasional;
e. batas waktu pemberian izin pembukaan kantor selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap;
f. batas waktu dan alasan penolakan;
g. batas waktu pelaporan pembukaan kantor di bawah kantor cabang.
Pasal 19
Ayat (1)
Dalam memberikan izin pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia selain memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara bank, tingkat kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat tidak memerlukan izin. Rencana pembukaan kantor dimaksud wajib terlebih dahulu dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat;
b. tingkat persaingan yang sehat antara Bank Perkreditan Rakyat;
c. tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat dalam suatu wilayah
tertentu;
d. pemerataan pembangunan ekonomi nasional;
e. batas waktu pemberian izin pembukaan kantor selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap;
f. batas waktu dan alasan penolakan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bank yang berkedudukan di luar negeri adalah bank yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri. Dengan demikian, bank yang bersangkutan tunduk pada hukum di tempat bank tersebut didirikan.
Dalam memberikan izin pembukaan jenis kantor-kantor dimaksud, Bank Indonesia selain memperhatikan tingkat kesehatan bank juga memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara bank, tingkat kejenuhan jumlah kantor bank dalam suatu wilayah tertentu serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Yang termasuk dalam pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah Negara Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.
Huruf b
Dalam hal salah satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum adalah badan hukum asing, yang bersangkutan. terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Perbankan.
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. kepemilikan saham;
b. persyaratan dokumen yang harus dipenuhi;
c. kondisi keuangan talon pendiri bank.
Pasal 26
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan, penyebaran kepemilikan, dan meningkatkan kinerja bank tersebut. Emisi saham dapat dilakukan melalui bursa efek di Indonesia dan atau di luar negeri.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada berbagai pihak, baik Indonesia maupun asing untuk turut serta memiliki Bank Umum.
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara lain:
a. Persyaratan kepemilikan saham termasuk kondisi keuangan calon pemilik bank:
b. Persyaratan dokumen yang harus dipenuhi.
Pasal 27
Huruf b
Rencana pengalihan kepemilikan bank yang dilakukan secara langsung harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. Pelaporan ini dimaksudkan untuk memastikan agar peralihan kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan sebagai pemilik bank.
Peralihan kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan kepada Bank Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah mencapai jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 28
Ayat (1)
kekuatan ekonomi pada kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Demikian pula merger, konsolidasi, dan akuisisi yang dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan para nasabah.
Pasal 29
Ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam ayat (1) ini adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank.
Yang dimaksud dengan pengawasan dalam ayat (1) ini meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.Sejalan dengan itu, Bank Indonesia diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif.
Di pihak lain, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.
Ayat (4)
Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia Perbankan. Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan kualitas aset.Apabila informasi tersebut telah disediakan, bank dianggap telah melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah, atau pembelian/penjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
Ayat (5)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. ruang lingkup pembinaan dan pengawasan;
b. kriteria penilaian tingkat kesehatan;
c. prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan;
d. pedoman pemberian informasi kepada nasabah.
Pasal 31
Pada dasarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek Perbankan yang sehat. Terhadap keuangan negara yang dikelola oleh suatu bank, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan pada bank yang bersangkutan.
Pasal 31A
Pemeriksaan terhadap bank yang dilakukan oleh Akuntan Publik adalah pemeriksaan setempat yang merupakan bentuk pendelegasian wewenang Bank Indonesia selaku otoritas pembina dan pengawas bank.
Pasal 33
Ayat (2)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. jenis, prosedur, dan ruang lingkup pemeriksaan;
b. jangka waktu dan pelaporan hasil pemeriksaan;
c. tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Pasal 37
Ayat (1)
Keadaan suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain, ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas,serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehatihatian dan asas Perbankan yang sehat. Dalam ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan terhadap bank yang mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya, agar tidak terjadi pencabutan izin usahanya dan atau tindakan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka mempertahankan/menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ayat ini adalah pihak-pihak di luar bank yang bersangkutan, baik bank lain, badan usaha lain maupun individu yang memenuhi persyaratan.
Ayat (2)
Kriteria membahayakan sistem perbankan yaitu apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.
Pasal 37A
Ayat (1) dan ayat (2)
Yang dimaksud dengan kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional adalah suatu kondisi sistem perbankan yang menurut penilaian Bank Indonesia terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap Perbankan yang berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Hal ini memerlukan peran langsung dari Pemerintah untuk menanggulanginya melalui kebijakan dan tindakan yang berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Mengingat hal tersebut di atas, dalam hal pembentukan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah memerlukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Konsultasi tersebut dilakukan dengan Komisi yang membidangi keuangan dan Perbankan untuk mendapatkan persetujuan. Badan khusus dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.Badan khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat sementara sampai dengan selesainya tugas yang diberikan kepada badan ini yaitu:
a. Penyehatan bank yang diserahkan oleh Bank Indonesia;
b. Penyelesaian aset bank baik aset fisik maupun kewajiban debitur melalui Unit Pengelola Aset (Asset Management Unit);
c. Pengupayaan pengembalian uang negara yang telah tersalur kepada bank-bank.
Ayat (3)
Huruf a
Dengan dilakukannya pengambilalihan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham, badan khusus dapat melakukan pengelolaan dan pengurusan bank dalam program penyehatan, selanjutnya segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham bank dalam program penyehatan menjadi beralih kepada badan khusus.
Huruf c
Dengan ketentuan ini badan khusus dapat menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan seperti halnya sebagai pemilik.
Huruf d
Dalam hal peninjauan ulang, pembatalan pengakhiran, dan atau perubahan kontrak oleh badan khusus tersebut menimbulkan kerugian bagi suatu pihak, pihak tersebut hanya dapat menuntut penggantian yang tidak melebihi nilai manfaat yang telah
diperoleh dari kontrak dimaksud setelah terlebih dahulu membuktikan secara nyata dan jelas kerugian yang dialaminya.
Huruf e
Penjualan atau pengalihan kekayaan oleh badan khusus diikuti dengan beralihnya
hak kebendaan kepada pembeli. Dengan demikian pembeli memperoleh kepastian
hukum beralihnya hak atas kekayaan tersebut.
Penjualan atau pengalihan dapat dilakukan secara langsung atau melalui Penawaran
umum untuk memperoleh harga terbaik.
Huruf f
Pihak lain menurut ayat ini adalah perseorangan, Badan Usaha Milik Negara, badan usaha milik swasta, dan atau badan hukum lainnya.
Huruf i
Menurut ketentuan ini atas piutang bank terhadap Pihak ketiga yang diambil alih badan khusus, badan khusus dapat melakukan tindakan penagihan piutang dengan penerbitan Surat Paksa, dengan berdasarkan pada catatan utang debitur ybs. Pada bank dalam program penyehatan. Surat Paksa ini berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam hal tindakan penagihan piutang tidak diindahkan oleh pihak berutang, badan khusus dapat melakukan penyitaan atas hak kekayaan milik pihak yang berutang tersebut, dan selanjutnya dapat melakukan pelelangan atas harta pihak yang berutang dalam rangka pengembalian piutang dimaksud. Harta yang tidak dapat disita meliputi perlengkapan rumah tangga, buku-buku, dan peralatan kerja untuk kelangsungan hidup dari yang berutang. Walaupun badan khusus ini diberi kewenangan untuk melakukan penagihan paksa, tata cara pelaksanaannya tetap memperhatikan aspek kepastian hukum dan keadilan.
Huruf k
Untuk memperoleh keterangan dimaksud, badan khusus dapat meminta bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang. Yang dimaksud pihak manapun adalah Pihak Terafiliasi dan pihak-pihak lain yang terlibat atau patut diduga terlibat, termasuk badan hukum yang dimiliki oleh bank atau Pihak Terafiliasi.
Huruf l
Kerugian yang dimaksud dapat disebabkan oleh transaksi tidak wajar yang melibatkan bank dalam program ini. Transaksi tidak wajar antara lain:
a. transaksi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu secara tidak sah;
b. transaksi yang tidak berisikan syarat-syarat yang merupakan hasil negosiasi antara pihak-pihak yang tidak berafiliasi; atau
c. transaksi yang mengakibatkan bank tersebut menerima nilai yang tidak sepadan dengan nilai yang dilepaskan atau diserahkan oleh bank itu.
Huruf n
Tindakan lain yang dimaksud antara lain membentuk suatu divisi dalam badan khusus atau membentuk dan atau melakukan Penyertaan modal dalam suatu badan hukum.
Ayat (4)
Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak manapun tidak mencegah atau menunda pelaksanaan tindakan hukum yang dilakukan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. Dalam hal atas upaya hukum tersebut dikeluarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht) memenangkan pihak manapun tersebut. badan khusus wajib mematuhi putusan pengadilan tersebut.
Ayat (9)
Pokok-pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara lain:
a. pendirian badan khusus;
b. anggaran dan pengeluaran badan khusus;
c. tata cara penagihan piutang bank dalam program penyehatan;
d. tata cara penyertaan modal untuk sementara;
e. pembubaran:
f. tata cara penyehatan bank Pasal 37B.
Pasal 37B
Ayat (2)
Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.Dalam menyelenggarakan penjaminan simpanan dana Masyarakat pada bank, Lembaga Penjamin Simpanan dapat menggunakan skim dana bersama; skim asuransi; atau skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.
Pasal 47
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang diberi wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai akses terhadap informasi mengenai keadaan bank.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 51
Ayat (1)
Perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasa1-pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan.
Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini. Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum.
Pasal 52
Ayat (3)
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. jenis-jenis sanksi administratif;
b. tata cara pelaksanaan sanksi administratif;
c. tindak lanjut pelaksanaan sanksi administratif;
d. pengawasan pelaksanaan sanksi administratif.
Pasal 59A
Badan khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat sementara, dengan tugas khusus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyehatkan Perbankan nasional.Badan yang telah ada saat ini dalam rangka melakukan upaya penyehatan Perbankan, tetap dapat melakukan tugas penyehatan Perbankan berdasarkan Undang-undang ini.

 

No comments:

Post a Comment