PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
Pasal 2
Yang
dimaksud dengan "demokrasi ekonomi" adalah demokrasi ekonomi
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 5
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan "mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan
tertentu" adalah antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka
panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan
pengembangan pembangunan perumahan.
Pasal 6
Bank
Umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf n. Masing-masing bank dapat memilih jenis
usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya.
Dengan cara demikian kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank
dapat dipenuhi oleh dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan
efisiensi.
Huruf c
Bank
dapat menerbitkan surat pengakuan hutang baik yang berjangka pendek maupun yang
berjangka panjang. Surat pengakuan hutang yang berjangka pendek adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 229 k Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin
dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan hutang berjangka panjang
dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.
Huruf d
Usaha
sebagaimana dimaksud dalam huruf ini mencakup kegiatan membeli, menjual atau
menjamin surat-surat berharga seperti tersebut pada penjelasan huruf c dan
surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.
Butir
7
Ketentuan
ini dimaksud untuk menampung kemungkinan adanya jenis surat berharga lain,
selain dari yang telah disebutkan pada butir 1 sampai dengan butir 6.
Huruf g
Kegiatan
ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.
Huruf h
Yang
dimaksud dengan "menyediakan tempat" dalam ketentuan ini adalah
kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang
dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh
bank.
Huruf i
Dalam
melakukan kegiatan penitipan, bank menerima titipan harta penitip dengan
mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang
titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.
Huruf j
Dalam
kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan
dana dengan nasabah yang memiliki dana.
Huruf k
Kewajiban
bank dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk melakukan pencairan secepatnya atas
agunan yang dibeli dengan lelang, agar dana hasil pencairan dari penjualan
agunan tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam hal terdapat sisa
dari hasil pelelangan setelah diperhitungkan dengan kewajiban nasabah kepada
bank, dimanfaatkan oleh nasabah.
Huruf l
Kegiatan
anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek
dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara
pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.Usaha kartu kredit merupakan
usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang
atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit
berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu
transaksi.
Huruf n
Kegiatan
lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan
usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya
memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu
administrasi usaha nasabah dan lain-lain.
Pasal 8
Kredit
yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank
harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pembelian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh
keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian
kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh
keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya
berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah
yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat
digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang
tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan "agunan
tambahan".
Pasal 10
Huruf c
Usaha
lain yang dilarang pada huruf c ini antara lain melakukan kegiatan sebagai
penjamin emisi efek (underwriter).
Pasal 11
Pemberian
kredit oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya,
sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit
tersebut bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka risiko
yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat
tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan
daya-tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur penyaluran
kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak
terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu.
Ayat
(1)
Kelompok
(group) merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai
kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
Ayat
(2)
Bank
Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 30% (tiga
puluh perseratus) dari modal bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank
Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank. Batas maksimum dimaksud adalah untuk masing-masing peminjam atau
sekelompok peminjam termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.
Huruf d
Yang
dimaksud dengan "keluarga" dalam ketentuan ini meliputi hubungan
keluarga sampai dengan derajat kedua menurut garis lurus maupun ke samping
termasuk mertua, menantu dan ipar.
Huruf f
Ayat
(4)
Bank
Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 10% (sepuluh
perseratus) dari modal bank. Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank
Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan
bank.
Pasal 12
Yang
dimaksud dengan "Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum", adalah dalam
rangka penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan perbankan
sebagaimana diatur dalam Bab II, yang penyelenggaraannya senantiasa disesuaikan
dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional. Yang dimaksud dengan
"sektor-sektor perekonomian tertentu", adalah antara lain program
pengembangan pembangunan perumahan, serta pengembangan ekspor non migas.
Dalam
Peraturan Pemerintah dimaksud diatur pula ketentuan mengenai pelaksanaan
program tertentu oleh satu atau beberapa Bank Umum tertentu.
Pasal 13
Huruf a
Penyebutan
"bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu" dimaksudkan untuk
menampung kemungkinan adanya bentuk penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank
Perkreditan Rakyat yang serupa dengan deposito berjangka dan tabungan tetapi
bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek.
Pasal 14
Larangan
ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan kegiatan usaha Bank Perkreditan
Rakyat yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat
di daerah pedesaan. Untuk itu jenis-jenis pelayanan yang dapat diberikan oleh
Bank Perkreditan Rakyat disesuaikan dengan maksud tersebut.
Huruf b
Larangan
yang dimaksud dalam huruf ini tidak termasuk kegiatan tukar menukar valuta asing
(money changer). Untuk melakukan usaha tukar menukar valuta asing, Bank
Perkreditan Rakyat harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia.
Pasal 16
Ayat
(1)
Kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan
yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat
yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut.
Sehubungan
dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh suatu pihak, setelah pihak
yang bersangkutan terlebih dahulu memperoleh izin usaha, sebagai Bank Umum atau
sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Namun demikian, di masyarakat terdapat pula
jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh
kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan
lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan usaha perbankan,
berdasarkan ketentuan dalam ayat ini. Terhadap kegiatan menghimpun dana
masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan
Undang-undang tersendiri beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan "kecamatan" dalam ayat ini adalah kecamatan di luar
ibukota kabupaten, kotamadya, ibukota propinsi, atau ibukota negara. Hal ini
dimaksudkan agar Bank Perkreditan Rakyat tetap dapat berfungsi sebagai
penunjang pembangunan dan modernisasi di daerah pedesaan.
Ayat
(5)
Dalam
rangka menunjang peningkatan pembangunan yang lebih merata, maka khusus di
kota-kota sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat didirikan Bank Perkreditan
Rakyat oleh pemerintah daerah setempat, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan koperasi, bank milik negara dan/atau bank milik pemerintah daerah.
Ayat
(6)
Dalam
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5),
ketentuan-ketentuan menyangkut koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang
tentang perkoperasian, misalnya tentang susunan organisasi, kepemilikan, dan
kepengurusan, perlu diperhatikan.
Pasal 17
Huruf a
Dalam
ketentuan mengenai jumlah kepemilikan dan kepengurusan pihak asing, termasuk
pula pengertian tentang proses Indonesianisasi.Dengan adanya ketentuan ini,
diharapkan perbankan nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Huruf c
Mengenai
hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka penyusunan Peraturan Pemerintah
dimaksud diperoleh dari dewan moneter oleh karena secara fungsional dewan
moneter mempunyai tugas-tugas menyangkut perumusan kebijaksanaan di bidang
moneter sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Namun demikian dalam
perumusan Peraturan Pemerintah tersebut dapat diminta pula masukan dari
instansi-instansi pemerintah lainnya.
Pasal 19
Ayat
(1)
Untuk
memungkinkan pelayanan bagi golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil di daerah
perkotaan, Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dapat memberi
izin kepada Bank Perkreditan Rakyat untuk membuka kantor cabang di ibukota
kabupaten, kotamadya, dan/atau di ibukota propinsi yang bersangkutan. Izin
tersebut dapat diberikan pula kepada Bank Perkreditan Rakyat yang berkedudukan
di kecamatan sekitar ibukota negara untuk membuka kantor cabang di ibukota
negara.
Ayat
(3)
Untuk
menjaga kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat, Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia menetapkan persyaratan dan tata cara pembukaan
kantor Bank Perkreditan Rakyat antara lain mencakup persyaratan tingkat
kesehatan bank dan kesiapan pembukaan kantor. Khusus bagi Bank Perkreditan
Rakyat yang membuka kantor di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota
kabupaten, dan kotamadya, selain persyaratan kesehatan bank dan kesiapan
pembukaan kantor juga harus memenuhi persyaratan lainnya seperti permodalan,
dan tersedianya tenaga yang profesional.
Pasal 20
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "bank yang berkedudukan di luar negeri" adalah bank
yang didirikan berdasarkan hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri. Oleh
karenanya bank yang bersangkutan tunduk pada hukum di mana bank tersebut
didirikan.
Pasal 21
Huruf d
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan
yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa, lumbung desa,
badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58.
Pasal 22
Huruf a
Dalam
hal pendiri bank adalah badan hukum, maka badan hukum yang bersangkutan harus
dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia. Termasuk dalam pengertian
badan hukum Indonesia antara lain adalah badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, koperasi, dan badan usaha milik swasta.
Pasal 23
Dalam
hal Bank Perkreditan Rakyat dimiliki oleh badan hukum Indonesia, maka badan
hukum Indonesia dimaksud seluruh pemiliknya adalah warga negara Indonesia.
Pasal 25
Saham
bank dalam bentuk saham atas nama dimaksudkan untuk dapat mengetahui perubahan
kepemilikan saham bank.
Pasal 26
Ayat
(3)
Yang
dimaksud dengan "mayoritas" adalah sekurang-kurangnya sebesar 51%
(lima puluh satu perseratus) dari jumlah seluruh saham yang dijual melalui
bursa efek.
Ayat
(4)
Yang
dimaksud dengan "mayoritas kepemilikan saham oleh negara" adalah
sekurang-kurangnya sebesar 51% (lima puluh satu perseratus) dari modal disetor.
Pasal 28
Ayat
(1)
Merger
(penggabungan usaha) adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara
tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank
lainnya. Konsolidasi (peleburan usaha) adalah penggabungan dari dua bank atau
lebih dengan cara mendirikan bank baru dan melikuidasi bank-bank yang ada.
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank. Dalam hal bank umum
milik negara, merger atau konsolidasi hanya dapat dilakukan antar bank umum
milik negara. Dengan demikian pemilikan oleh swasta atas saham bank umum milik
negara hanya dapat dilakukan melalui bursa efek. Dalam melakukan merger,
konsolidasi, dan akuisisi, wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan
ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Demikian pula merger, konsolidasi atau akuisisi yang dilakukan, tidak boleh
merugikan kepentingan para nasabah.
Pasal 29
Ayat
(1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Mengingat
bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas
dasar kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara
kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan itu Bank Indonesia diberi
wewenang dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank
dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk
ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan dan pengarahan maupun secara
represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan
perbaikan.
Ayat
(5)
Informasi
yang disediakan untuk nasabah tersebut adalah informasi mengenai tingkat risiko
dari kegiatan yang menjadi sasaran penggunaan atau penempatan dana. Apabila
informasi telah disediakan, maka bank dianggap telah melaksanakan ketentuan
ini. Informasi tersebut perlu diberikan oleh bank, dalam hal bank bertindak
sebagai perantara dalam melakukan penempatan dana dari nasabah atau
membeli/menjual surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
Pasal 30
Ayat
(1) dan ayat (2)
Kewajiban
penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan usaha
suatu bank kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat keterangan tersebut
dibutuhkan untuk memantau keadaan dari suatu bank. Pemantauan keadaan bank
perlu dilakukan dalam rangka melindungi dana masyarakat dan menjaga keberadaan
lembaga perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya
dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu
berada dalam keadaan sehat. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kebenaran
atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk
melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank.
Pasal 32
Permintaan
Menteri kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus atas suatu
bank atau meminta laporan atas hasil pemeriksaan bank adalah bilamana terdapat
petunjuk yang menurut pendapat Menteri membahayakan kesehatan dan kelangsungan
hidup bank serta kepentingan umum dan kelangsungan pembangunan nasional.
Pasal 33
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan "persyaratan dan tata cara pemeriksaan" adalah antara
lain meliputi jenis pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, ruang lingkup
pemeriksaan, pelaporan, dan langkah tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam
rangka pembinaan dan pengawasan.
Pasal 36
Pengecualian
ini dapat diberikan dengan memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Bank
Perkreditan Rakyat yang bersangkutan.
Pasal 37
Ayat
(2)
Dalam
ayat ini ditetapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,
sebelum dilakukan pencabutan izin usahanya dan/atau tindakan likuidasi.
Langkah-langkah dimaksud dilakukan dalam rangka mempertahankan/menyelamatkan
bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.
Pasal 38
Ayat
(1)
Ketentuan
dalam Pasal ini berlaku pula dalam hal pengangkatan atau perubahan pejabat
pimpinan yang setingkat direksi dan anggota dewan komisaris, bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi.
Pasal 39
Ayat
(1)
Penggunaan
tenaga asing oleh bank dimungkinkan, sesuai dengan kebutuhan bank yang
bersangkutan. Dalam hal Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Umum, tenaga asing
dimaksud bersifat sementara dan terbatas pada tenaga ahli, penasehat dan
konsultan, sesuai dengan kebutuhan bank yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal
bank campuran dan cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, tenaga
asing tersebut disesuaikan dengan sifat kepemilikan oleh asing. Namun demikian
penggunaan tenaga asing dalam bank campuran dan cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri, wajib disesuaikan dengan program Indonesianisasi.
Ayat
(2)
Yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain adalah mengenai
persyaratan-persyaratan sebagai penjabaran ketentuan dalam ayat (1) misalnya
jenis pekerjaan atau keahlian yang masih memerlukan tenaga asing dan jangka
waktu penggunaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang ketenagakerjaan.
Pasal 40
Ayat
(1)
Dalam
hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh
data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan
hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan
usahanya.
Kerahasiaan
ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan
uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan
bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan
disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus
memegang teguh rahasia bank. Walaupun demikian pemberian data dan informasi
kepada pihak lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43,
dan Pasal 44.
Pasal 42
Ayat
(1)
Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana atas permintaan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung, Menteri dapat
mengeluarkan izin tertulis untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
keadaan keuangan nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa. Kata
"dapat" dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin oleh Menteri
akan diberikan sepanjang syarat/prosedur administrasi pemberian izin dipenuhi
oleh pihak yang meminta izin, seperti nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan polisi,
jaksa atau hakim, maksud pemeriksaan, pejabat yang berwenang mengajukan
permohonan kepada Menteri, nama nasabah yang menjadi tersangka/terdakwa serta
sebab-sebab keterangan diperlukan dalam hubungan perkara pidana yang
bersangkutan.
Pasal 43
Dalam
hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ini, bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam
perkara serta keterangan lain yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa
izin dari Menteri.
Pasal 44
Ayat
(1)
Tukar
menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan
kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui
keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai
tingkat risiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah
atau dengan bank lain.
Ayat
(2)
Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain
diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara
garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya
debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
Pasal 45
Apabila
permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang
diberikan oleh bank tidak dipenuhi oleh bank, maka masalah tersebut dapat
diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang.
Pasal 47
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan
bank.
Pasal 48
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank yang diberi
wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan
karyawan yang mempunyai akses terhadap informal mengenai keadaan bank.
Pasal 49
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan
bank.
Ayat
(2)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "pegawai bank" adalah semua pejabat dan karyawan
bank.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "pegawai bank" adalah pejabat bank yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank
yang bersangkutan.
Pasal 51
Ayat
(1)
Perbuatan-perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal- pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan
sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan
dimaksud akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan
apabila hanya sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah
lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga
perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada Bank,
yang pada dasarnya juga akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu
dihindarkan. Dengan digolongkan sebagai tindak kejahatan , maka diharapkan akan
dapat lebih terbentuk ketaatan yang tinggi terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini.Mengenai tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh anggota
dewan komisaris, direksi atau pegawai Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya
berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi pidana dalam Bab VIII, mengingat
sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum. Dengan ditetapkannya batas maksimum
pidana terhadap kejahatan yang dilakukan, maka besar kecilnya pidana dapat
dipertimbangkan dengan memperhatikan antara lain kerugian yang ditimbulkan.
Pasal 52
Sanksi
administratif dalam pasal ini dapat berupa:
a.
denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak
dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini;
b.
penyampaian teguran-teguran tertulis;
c.
penurunan tingkat kesehatan bank;
d.
larangan turut serta dalam kliring;
e.
pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau untuk beberapa cabang;
f.
pencabutan izin usaha.
Pelaksanaan
lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur oleh Bank Indonesia. Khusus
mengenai huruf e dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53
Sanksi
administratif dalam Pasal ini dapat berupa:
a.
denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat
tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang ini;
b.
penyampaian teguran-teguran tertulis;
c.
larangan untuk menjalankan fungsi sebagai direksi atau komisaris bank;
d.
larangan untuk memberikan jasanya kepada perbankan;
e.
penyampaian usul kepada instansi yang berwenang untuk mencabut atau membatalkan
izin usaha sebagai pemberi jasa bagi bank (antara lain terhadap konsultan,
konsultan hukum, akuntan publik, penilai).
Pasal 54
Ayat
(3)
Penyesuaian
bentuk hukum bank-bank milik negara sebagaimana diatur dalam Pasal ini
dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969. Dengan demikian setelah penyesuaian bentuk
hukum bank-bank milik negara tersebut selesai, Undang-undang tentang pendirian
bank-bank tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian pula Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1962 tidak berlaku lagi 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-undang ini.
Pasal 56
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memungkinkan bank memenuhi ketentuan batas maksimum
pemberian kredit berdasarkan Undang-undang ini secara bertahap, sehingga tidak
menimbulkan kesulitan yang berat bagi perbankan dalam memenuhi ketentuan
dimaksud, mengingat pada saat ini berlaku ketentuan batas maksimum pemberian
kredit yang lebih tinggi daripada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) dan
Pasal 57
Penyesuaian
usaha Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi bank berdasarkan Undang-undang ini
dapat dilakukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
mulai berlakunya Undang-undang ini. Sedangkan penyesuaian usaha Lembaga
Keuangan Bukan Bank menjadi perusahaan efek didasarkan pada ketentuan di bidang
pasar modal.
Pasal 58
Mengingat
lembaga-lembaga dimaksud dalam Pasal ini telah tumbuh dan berkembang dari
lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka
keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karenanya Undang-undang ini memberikan
kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud. Selanjutnya untuk menjamin
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka dengan Peraturan
Pemerintah ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga
dimaksud sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Pasal 59
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya kekosongan hukum dan menampung
pengaturan masalah-masalah yang timbul sampai dengan dikeluarkannya peraturan
yang baru.
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
10 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN
Pasal 6
Huruf m
Bank Umum yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui:
a. pendirian
kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau
b. pengubahan
kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip
Syariah.
Dalam rangka
persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor di bawah
kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional
dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah di dalam kantor bank tersebut.
Bank Umum
berdasarkan Prinsip Syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
1. kegiatan
usaha dan produk-produk bank berdasarkan Prinsip Syariah;
2. pembentukan
dan tugas Dewan Pengawas Syariah;
3. persyaratan
bagi pembukaan Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 7
Huruf c
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. penyertaan
modal sementara oleh bank berasal dari konversi kegagalan kredit atau kegagalan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah pada perusahaan yang bersangkutan;
b. persyaratan
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
dapat dikonversi menjadi penyertaan modal;
c. penyertaan
modal tersebut wajib ditarik kembali apabila:
i) telah
melebihi jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau
ii) perusahaan
telah memperoleh laba;
d. penyertaan
sementara tersebut wajib dihapusbukukan dari neraca bank, apabila dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun, bank belum berhasil menarik penyertaannya;
e. pelaporan
kepada Bank Indonesia mengenai penyertaan modal sementara oleh bank.
Pasal 8
Ayat (1)
Kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko,
sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut,
jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank
harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.
Mengingat bahwa
agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan
unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur
mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih
yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan
pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan
lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta
agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai,
yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Di samping itu,
bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus
pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi
perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi agar proyek yang
dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian
tertulis;
b. bank harus
memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur yang antara
lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;
c. kewajiban
bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah;
d. kewajiban
bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
e. larangan bank
untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan
persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau pihakpihak terafiliasi;
f. penyelesaian
sengketa.
Pasal 11
Pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah oleh bank mengandung risiko kegagalan
atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan
bank. Mengingat bahwa kredit atau pembiayaan dimaksud bersumber dari dana masyarakat
yang disimpan pada bank, risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula
kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara
kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko
dengan mengatur penyaluran kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga
tidak terpusat pada Nasabah Debitur atau kelompok Nasabah Debitur tertentu.
Ayat (1)
Kelompok (grup)
merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam
hal kepemilikan, kepengurusan, dan atau hubungan keuangan.
Huruf d
Yang dimaksud
dengan keluarga dalam ketentuan ini adalah hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua baik menurut garis keturunan lurus maupun ke samping termasuk
mertua, menantu dan ipar.
Ayat (4A)
Larangan ini
dimaksudkan agar dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, bank menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat. Bank dinyatakan melakukan
pelanggaran atas ayat ini apabila pada saat pemberiannya, saldo kredit atau pembiayaan
tersebut melampaui batas maksimum yang telah ditetapkan oleh bank Indonesia.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam rangka
penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan Perbankan pelaksanaannya
senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional,
sepanjang tidak bertentangan dengan program moneter Bank Indonesia.
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara
lain
a. Kewajiban
Bank Umum untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
kepada koperasi, usaha kecil dan menengah dengan prosedur dan persyaratan yang
mudah dan lunak;
b. Program
peningkatan taraf hidup rakyat banyak yang berupa penyediaan kredit dengan
bunga rendah atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan tingkat bagi
hasil yang rendah;
c. Subsidi bunga
atau bagi hasil yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 12A
Ayat (1)
Pembelian agunan
oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat
mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Dalam hal bank sebagai pembeli
agunan Nasabah Debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya.
Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat
penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya.
Bank tidak
diperbolehkan memiliki agunan yang dibelinya dan secepat-cepatnya harus dijual kembali
agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank.
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara
lain:
a. Agunan yang
dapat dibeli oleh bank adalah agunan yang kreditnya telah dikategorikan macet
selama jangka waktu tertentu;
b. Agunan yang
telah dibeli wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu tahun;
c. Dalam jangka
waktu satu tahun, bank dapat menangguhkan kewajiban-kewajiban berkaitan dengan
pengalihan hak atas agunan yang bersangkutan. sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 13
Huruf c
Bank Perkreditan
Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak
diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank
Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak diperkenankan
melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. Kegiatan
usaha dan produk-produk bank berdasarkan Prinsip Syariah;
b. Pembentukan
dan tugas Dewan Pengawas Syariah.
Pasal 16
Ayat (1)
Kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan
yang perlu diawasi, mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat
yang dananya disimpan pada pihak yang menghimpun dana tersebut. Sehubungan
dengan itu dalam ayat ini ditegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang telah
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat.
Namun, di
masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan penghimpunan
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang
dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi.
Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup sebagai kegiatan usaha Perbankan
berdasarkan ketentuan dalam ayat ini. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, diatur dengan undang-undang tersendiri.
Ayat (2)
Dalam hal
memberikan izin usaha sebagai Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia
selain memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara bank, tingkat kejenuhan
jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi
nasional.
Huruf a
Pada Bank Umum
dimungkinkan kepengurusan pihak asing sepanjang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf c
Persyaratan
kepemilikan dimaksud termasuk jumlah serta komposisi kepemilikan pihak asing
yang diizinkan pada Bank Umum.
Ayat (3)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan
untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang Perbankan
dan konduite yang baik;
b. larangan
adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank;
c. modal disetor
minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat;
d. batas
maksimum kepemilikan dan kepengurusan;
e. kelayakan
rencana kerja;
f. batas waktu
pemberian izin pendirian bank.
Pasal 18
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan kantor di bawah kantor cabang antara lain mencakup kantor cabang pembantu
dan kantor kas. Dalam rangka memenuhi penyediaan layanan jasa Perbankan, dimungkinkan
pula pembukaan jenis kantor lain di bawah kantor cabang, misalnya tempat pembayaran
(payment point), kas mobil dan anjungan tunai mandiri (ATM). Rencana pembukaan
kantor dimaksud wajib terlebih dahulu dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Ayat (4)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan
tingkat kesehatan bank;
b. tingkat
persaingan yang sehat antara bank;
c. tingkat
kejenuhan jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu;
d. pemerataan
pembangunan ekonomi nasional;
e. batas waktu
pemberian izin pembukaan kantor selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
dokumen permohonan diterima secara lengkap;
f. batas waktu
dan alasan penolakan;
g. batas waktu
pelaporan pembukaan kantor di bawah kantor cabang.
Pasal 19
Ayat (1)
Dalam memberikan
izin pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia selain
memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga
wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara bank, tingkat kejenuhan
jumlah bank dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi
nasional. Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat tidak
memerlukan izin. Rencana pembukaan kantor dimaksud wajib terlebih dahulu dilaporkan
kepada Bank Indonesia.
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. persyaratan
tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat;
b. tingkat
persaingan yang sehat antara Bank Perkreditan Rakyat;
c. tingkat kejenuhan
jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat dalam suatu wilayah
tertentu;
d. pemerataan
pembangunan ekonomi nasional;
e. batas waktu
pemberian izin pembukaan kantor selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
dokumen permohonan diterima secara lengkap;
f. batas waktu
dan alasan penolakan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan bank yang berkedudukan di luar negeri adalah bank yang didirikan berdasarkan
hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri. Dengan demikian, bank yang bersangkutan
tunduk pada hukum di tempat bank tersebut didirikan.
Dalam memberikan
izin pembukaan jenis kantor-kantor dimaksud, Bank Indonesia selain memperhatikan
tingkat kesehatan bank juga memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antara
bank, tingkat kejenuhan jumlah kantor bank dalam suatu wilayah tertentu serta pemerataan
pembangunan ekonomi nasional.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Yang termasuk
dalam pengertian badan hukum Indonesia antara lain adalah Negara Republik
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan
badan usaha milik swasta.
Huruf b
Dalam hal salah
satu pihak yang akan mendirikan Bank Umum adalah badan hukum asing, yang
bersangkutan. terlebih dahulu harus memperoleh rekomendasi dari otoritas
moneter negara asal. Rekomendasi dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan
bahwa badan hukum asing yang bersangkutan mempunyai reputasi yang baik dan
tidak pernah melakukan perbuatan tercela di bidang Perbankan.
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. kepemilikan
saham;
b. persyaratan
dokumen yang harus dipenuhi;
c. kondisi
keuangan talon pendiri bank.
Pasal 26
Ayat (1)
Ketentuan dalam
ayat ini dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan, penyebaran kepemilikan,
dan meningkatkan kinerja bank tersebut. Emisi saham dapat dilakukan melalui
bursa efek di Indonesia dan atau di luar negeri.
Ayat (2)
Ketentuan dalam
ayat ini dimaksudkan untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada berbagai
pihak, baik Indonesia maupun asing untuk turut serta memiliki Bank Umum.
Ayat (3)
Pokok-pokok
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara
lain:
a. Persyaratan
kepemilikan saham termasuk kondisi keuangan calon pemilik bank:
b. Persyaratan
dokumen yang harus dipenuhi.
Pasal 27
Huruf b
Rencana
pengalihan kepemilikan bank yang dilakukan secara langsung harus dilaporkan terlebih
dahulu kepada Bank Indonesia. Pelaporan ini dimaksudkan untuk memastikan agar peralihan
kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan sebagai pemilik
bank.
Peralihan
kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan kepada Bank
Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah
mencapai jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 28
Ayat (1)
kekuatan ekonomi
pada kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Demikian pula
merger, konsolidasi, dan akuisisi yang dilakukan, tidak boleh merugikan kepentingan
para nasabah.
Pasal 29
Ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3)
Yang dimaksud
dengan pembinaan dalam ayat (1) ini adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan
cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan,
kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan
operasional bank.
Yang dimaksud
dengan pengawasan dalam ayat (1) ini meliputi pengawasan tidak langsung yang
terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan
evaluasi laporan bank, dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang
disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.Sejalan dengan itu, Bank Indonesia
diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang
bersifat preventif maupun represif.
Di pihak lain,
bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin
terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu
terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.
Ayat (4)
Penyediaan
informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan
agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank
menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia Perbankan.
Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan
kualitas aset.Apabila informasi tersebut telah disediakan, bank dianggap telah
melaksanakan ketentuan ini. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank
bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah, atau
pembelian/penjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah
nasabahnya.
Ayat (5)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. ruang lingkup
pembinaan dan pengawasan;
b. kriteria
penilaian tingkat kesehatan;
c. prinsip
kehati-hatian dalam pengelolaan;
d. pedoman
pemberian informasi kepada nasabah.
Pasal 31
Pada dasarnya
pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya
satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan
setiap waktu jika dipandang perlu untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak
langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek
Perbankan yang sehat. Terhadap keuangan negara yang dikelola oleh suatu bank,
Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan pada bank yang
bersangkutan.
Pasal 31A
Pemeriksaan
terhadap bank yang dilakukan oleh Akuntan Publik adalah pemeriksaan setempat yang
merupakan bentuk pendelegasian wewenang Bank Indonesia selaku otoritas pembina
dan pengawas bank.
Pasal 33
Ayat (2)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. jenis,
prosedur, dan ruang lingkup pemeriksaan;
b. jangka waktu
dan pelaporan hasil pemeriksaan;
c. tindak lanjut
hasil pemeriksaan.
Pasal 37
Ayat (1)
Keadaan suatu
bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya
apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk,
antara lain, ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan
rentabilitas,serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip
kehatihatian dan asas Perbankan yang sehat. Dalam ayat ini ditetapkan
langkah-langkah yang perlu dilakukan terhadap bank yang mengalami kesulitan dan
membahayakan kelangsungan usahanya, agar tidak terjadi pencabutan izin usahanya
dan atau tindakan likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Langkah-langkah
dimaksud dilakukan dalam rangka mempertahankan/menyelamatkan bank sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat. Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ayat ini adalah
pihak-pihak di luar bank yang bersangkutan, baik bank lain, badan usaha lain
maupun individu yang memenuhi persyaratan.
Ayat (2)
Kriteria
membahayakan sistem perbankan yaitu apabila tingkat kesulitan yang dialami
dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.
Pasal 37A
Ayat (1) dan
ayat (2)
Yang dimaksud
dengan kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional adalah suatu
kondisi sistem perbankan yang menurut penilaian Bank Indonesia terjadi krisis kepercayaan
masyarakat terhadap Perbankan yang berdampak kepada hajat hidup orang banyak. Hal
ini memerlukan peran langsung dari Pemerintah untuk menanggulanginya melalui kebijakan
dan tindakan yang berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Mengingat
hal tersebut di atas, dalam hal pembentukan badan khusus sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Pemerintah memerlukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. Konsultasi tersebut dilakukan dengan Komisi yang membidangi
keuangan dan Perbankan untuk mendapatkan persetujuan. Badan khusus dimaksud
ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan bertanggung jawab kepada Menteri
Keuangan.Badan khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat sementara
sampai dengan selesainya tugas yang diberikan kepada badan ini yaitu:
a. Penyehatan
bank yang diserahkan oleh Bank Indonesia;
b. Penyelesaian
aset bank baik aset fisik maupun kewajiban debitur melalui Unit Pengelola Aset
(Asset Management Unit);
c. Pengupayaan
pengembalian uang negara yang telah tersalur kepada bank-bank.
Ayat (3)
Huruf a
Dengan
dilakukannya pengambilalihan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk
hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham, badan khusus dapat melakukan
pengelolaan dan pengurusan bank dalam program penyehatan, selanjutnya segala
hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang
Saham bank dalam program penyehatan menjadi beralih kepada badan khusus.
Huruf c
Dengan ketentuan
ini badan khusus dapat menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan
seperti halnya sebagai pemilik.
Huruf d
Dalam hal peninjauan
ulang, pembatalan pengakhiran, dan atau perubahan kontrak oleh badan khusus
tersebut menimbulkan kerugian bagi suatu pihak, pihak tersebut hanya dapat
menuntut penggantian yang tidak melebihi nilai manfaat yang telah
diperoleh dari
kontrak dimaksud setelah terlebih dahulu membuktikan secara nyata dan jelas
kerugian yang dialaminya.
Huruf e
Penjualan atau
pengalihan kekayaan oleh badan khusus diikuti dengan beralihnya
hak kebendaan
kepada pembeli. Dengan demikian pembeli memperoleh kepastian
hukum beralihnya
hak atas kekayaan tersebut.
Penjualan atau
pengalihan dapat dilakukan secara langsung atau melalui Penawaran
umum untuk
memperoleh harga terbaik.
Huruf f
Pihak lain
menurut ayat ini adalah perseorangan, Badan Usaha Milik Negara, badan usaha
milik swasta, dan atau badan hukum lainnya.
Huruf i
Menurut
ketentuan ini atas piutang bank terhadap Pihak ketiga yang diambil alih badan
khusus, badan khusus dapat melakukan tindakan penagihan piutang dengan
penerbitan Surat Paksa, dengan berdasarkan pada catatan utang debitur ybs. Pada
bank dalam program penyehatan. Surat Paksa ini berkepala kata-kata "DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam hal tindakan penagihan piutang tidak
diindahkan oleh pihak berutang, badan khusus dapat melakukan penyitaan atas hak
kekayaan milik pihak yang berutang tersebut, dan selanjutnya dapat melakukan
pelelangan atas harta pihak yang berutang dalam rangka pengembalian piutang
dimaksud. Harta yang tidak dapat disita meliputi perlengkapan rumah tangga,
buku-buku, dan peralatan kerja untuk kelangsungan hidup dari yang berutang.
Walaupun badan khusus ini diberi kewenangan untuk melakukan penagihan paksa,
tata cara pelaksanaannya tetap memperhatikan aspek kepastian hukum dan
keadilan.
Huruf k
Untuk memperoleh
keterangan dimaksud, badan khusus dapat meminta bantuan alat negara penegak
hukum yang berwenang. Yang dimaksud pihak manapun adalah Pihak Terafiliasi dan
pihak-pihak lain yang terlibat atau patut diduga terlibat, termasuk badan hukum
yang dimiliki oleh bank atau Pihak Terafiliasi.
Huruf l
Kerugian yang
dimaksud dapat disebabkan oleh transaksi tidak wajar yang melibatkan bank dalam
program ini. Transaksi tidak wajar antara lain:
a. transaksi
yang menguntungkan pihak-pihak tertentu secara tidak sah;
b. transaksi
yang tidak berisikan syarat-syarat yang merupakan hasil negosiasi antara
pihak-pihak yang tidak berafiliasi; atau
c. transaksi yang
mengakibatkan bank tersebut menerima nilai yang tidak sepadan dengan nilai yang
dilepaskan atau diserahkan oleh bank itu.
Huruf n
Tindakan lain
yang dimaksud antara lain membentuk suatu divisi dalam badan khusus atau
membentuk dan atau melakukan Penyertaan modal dalam suatu badan hukum.
Ayat (4)
Upaya hukum yang
dilakukan oleh pihak manapun tidak mencegah atau menunda pelaksanaan tindakan
hukum yang dilakukan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.
Dalam hal atas upaya hukum tersebut dikeluarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht) memenangkan pihak manapun tersebut. badan
khusus wajib mematuhi putusan pengadilan tersebut.
Ayat (9)
Pokok-pokok
ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah memuat antara
lain:
a. pendirian
badan khusus;
b. anggaran dan
pengeluaran badan khusus;
c. tata cara
penagihan piutang bank dalam program penyehatan;
d. tata cara
penyertaan modal untuk sementara;
e. pembubaran:
f. tata cara
penyehatan bank Pasal 37B.
Pasal 37B
Ayat (2)
Lembaga Penjamin
Simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.Dalam menyelenggarakan
penjaminan simpanan dana Masyarakat pada bank, Lembaga Penjamin Simpanan dapat
menggunakan skim dana bersama; skim asuransi; atau skim lainnya yang disetujui
oleh Bank Indonesia.
Pasal 47
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang diberi wewenang, dan tanggung
jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, dan karyawan yang mempunyai
akses terhadap informasi mengenai keadaan bank.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank.
Huruf b
Yang dimaksud
dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab tentang hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.
Pasal 51
Ayat (1)
Perbuatan-perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasa1-pasal tersebut dalam ayat ini digolongkan
sebagai tindak pidana kejahatan, berarti bahwa terhadap perbuatan-perbuatan dimaksud
akan dikenakan ancaman hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan apabila hanya
sekedar sebagai pelanggaran. Hal ini mengingat bahwa bank adalah lembaga yang menyimpan
dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, sehingga perbuatan yang dapat
mengakibatkan rusaknya kepercayaan masyarakat kepada bank, yang pada dasarnya juga
akan merugikan bank maupun masyarakat, perlu selalu dihindarkan.
Dengan
digolongkan sebagai tindak kejahatan, diharapkan akan dapat lebih terbentuk ketaatan
yang tinggi terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini. Mengenai tindak pidana
kejahatan yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
Bank Perkreditan Rakyat pada dasarnya berlaku ketentuan-ketentuan tentang sanksi
pidana dalam Bab VIII, mengingat sifat ancaman pidana dimaksud berlaku umum.
Pasal 52
Ayat (3)
Pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. jenis-jenis
sanksi administratif;
b. tata cara
pelaksanaan sanksi administratif;
c. tindak lanjut
pelaksanaan sanksi administratif;
d. pengawasan
pelaksanaan sanksi administratif.
Pasal 59A
Badan khusus
yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat sementara, dengan tugas khusus melakukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk menyehatkan Perbankan nasional.Badan yang
telah ada saat ini dalam rangka melakukan upaya penyehatan Perbankan, tetap
dapat melakukan tugas penyehatan Perbankan berdasarkan Undang-undang ini.
No comments:
Post a Comment