PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN RISIKO
5.1.
PENGUKURAN RISIKO
5.1.1.
Demensi yang Diukur
Setelah
berbagai tipe kerugian potensiil berhasil diidentifikasi, maka untuk keperluan
penentuan cara penanggulangannya maka exposure-exposure tersebut harus diukur. Dimana pengukuran tersebut mempunyai dua
manfaat, yaitu :
1. Untuk dapat menentukan kepentingan relatif
dari suatu risiko yang dihadapi.
2. Untuk mendapatkan informasi yang sangat
diperlukan oleh Manajer Risiko dalam upaya menentukan cara dan kombinasi
cara-cara yang paling dapat diterima / paling baik dalam penggunaan sarana
penanggulangan risiko.
Dalam
pengukuran risiko demensi yang diukur adalah :
1. Besarnya frekuensi kerugian, artinya berapa
kali terjadinya suatu kerugian selama suatu periode tertentu. Jadi untuk
mengetahui sering tidaknya suatu kerugian itu terjadi.
2. Tingkat kegawatan (severity) atau keparahan
dari kerugian-kerugian tersebut. Artinya untuk mengetahui sampai seberapa besar
pengaruh dari suatu kerugian terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi
finansiilnya.
Dari
hasil pengukuran yang mencakup dua demensi tersebut paling tidak akan dapat
diketahui :
1. Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu
periode anggaran.
2. Variasi nilai kerugian dari satu periode
anggaran ke periode anggaran yang lain (naik-turunnya nilai kerugian dari waktu
ke waktu).
3. Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian
tersebut, terutama kerugian yang ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak
hanya nilai rupiahnya saja.
Beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan demensi pengukuran
tersebut, antara lain :
1. Orang umumnya memandang bahwa demensi
kegawatan dari suatu kerugian potensiil lebih penting dari pada frekuensinya.
2. Dalam menentukan kegawatan dari suatu
kerugian potensiil seorang Manajer Risiko harus secara cermat memperhitungkan
semua tipe kerugian yang dapat terjadi, terutama dalam kaitannya dengan
pengaruhnya terhadap situasi finansiil perusahaan.
3. Dalam pengukuran kerugian Manajer Risiko juga
harus memperhatikan orang, harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak
terkena peril.
4. Kadang-kadang akibat akhir dari suatu peril
terhadap kondisi finansiil perusahaan lebih parah dari pada yang
diperhitungkan, antara lain akibat tidak diketahuinya atau tidak
diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak langsung.
5. Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu
kerugian penting pula diperhatikan jangka waktu dari suatu kerugian, di samping
nilai rupiahnya. Hal ini berkaitan dengan :
a. the time value of money, yang harus
diperhitungkan berdasarkan tingkat bunga (interest rate) yang ada,
b. kemampuan perusahaan untuk membagi-bagi biaya
(cash outlay) yang diperlukan untuk penanggulangan kerugian.
Contoh : Kerugian sebesar Rp. 5.000.000,- setiap
tahun, yang terjadi selama 10 tahun adalah lebih ringan / tidak gawat
dibandingkan dengan kerugian yang selama 10 tahun hanya sekali terjadi, tetapi
dengan kerugian sebesar Rp. 50.000.000,-. Sebab pada peristiwa pertama : beban
bunga lebih ringan, dan perusahaan dapat dengan mudah memasukkan kerugian
tersebut dalam komponen biaya.
5.1.2. Pengukuran
Frekuensi Kerugian
Pengukuran
frekuensi kerugian potensiil adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis
peril dapat menimpa suatu jenis obyek yang bisa terkena peril selama suatu
jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun.
Selanjutnya
berdasarkan demensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu :
1. kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi
(”almost nil”), yaitu risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko tidak akan
terjadi atau kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali atau hampir tidak
mungkin terjadi (probabilitas terjadinya mendekati nol),
2. kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil
(”slight”), yaitu risiko-risiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat
dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil,
3. kerugian yang mungkin (”moderate”),
yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa
yang akan datang.
4. kerugian yang mungkin sekali (”definite”),
yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat
maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan
dengan pengukuran kerugian dari demensi frekuensi Manajer Risiko harus
memperhatikan pula :
1. beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa
suatu obyek,
2. beberapa jenis obyek yang dapat terkena suatu
jenis kerugian.
3. Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi
besarnya probabilitas kerugian potensiil.
5.1.3. Pengukuran
Kegawatan Kerugian
Pengukuran
kerugian potensul dan demensi kegawatan adalah untuk mengetahui berapa besarnya
nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi
perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dalam
mengukur kegawatan kerugian potensiil ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a. kemungkinan kerugian maksimum dari setiap
peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril,
b. probabilitas kerugian maksimum dari setiap
peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya
lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum,
c. keseluruhan (”aggregate”) kerugian maksimum
setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang
dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan
demensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensiil, yaitu :
1. kemungkinan kerugian yang wajar (”normal
loss expectancy”), yaitu kerugian-kerugian yang dapat dikelola sendiri oleh
perusahaan ataupun oleh umum (perusahaan asuransi),
2. probabilitas kerugian maksimum (”probable
maximum loss”), yaitu kerugian yang dapat terjadi bila alat pengaman
terhadap peril tidak dapat berfungsi,
3. kerugian maksimum yang dapat diduga (”maximum
foreseeable loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara
individual (tidak bisa ditangani sendiri); jadi penanganannya harus diserahkan
kepada umum (perusahaan asuransi),
4. kemungkinan kerugian maksimum (“maximum
possible loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diamankan, baik
secara individual maupun secara umum (oleh perusahaan asuransi).
Dalam
menentukan kegawatan kerugian Manajer Risiko harus hati-hati dalam memasukkan
semua kerugian yang mungkin bisa terjadi akibat suatu peristiwa tertentu dan
bagaimana dampak terakhir terhadap kondisi keuangan perusahaannya. Sebab sering
terjadi bahwa yang terlihat adalah kerugian yang tidak penting (kerugian
langsung), sedang kerugian yang lebih penting justru yang sering sukar untuk
diidentifikasi (kerugian tidak langsung).
5.2. KONSEP
PROBABILITAS
5.2.1. Pengertian
Dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa pengukuran kerugian, baik dari demensi
frekuensi maupun demensi kegawatan, semuanya menyangkut kemungkinan (”probabilitas”)
dari kerugian potensial tersebut. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka
dalam lengukur risiko Manajer Risiko harus memahami konsep probabilitas
tersebut, sehingga strategi yang telah diputuskan dalam menangani risiko tidak
jauh menyimpang dari kenyataan yang betul-betul terjadi.
Masyarakat
awam cenderung mendefinisikan / memberikan batasan terhadap probabilitas
sebagai : ”kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian” atau ”kemungkinan
jangka panjang terjadinya sesuatu”. Dimana pengertian yang demikian ini
ternyata kurang bermanfaat untuk melakukan penganalisaan terhadap terjadinya
suatu peril / kerugian. Untuk dapat melakukan analisa terhadap kemungkinan dari
suatu kerugian potensiil kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari ”Teori
Probabilitas” (lihat statistik). Berikut akan dibahas beberapa prinsip
tersebut, terutama yang berkaitan dengan penganalisaan terhadap kerugian
potensiil.
5.2.2. Konsep “Sample Space” dan “Event”
Untuk mempelajari konsep probabilitas
perlu diawali dengan memahami konsep mengenai “sample space” dan “event”.
Sample space, yang selanjutnya disingkat
“Set S” merupakan suatu set dari kejadian tertentu yang diamati. Misalnya:
jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu (Kota Madya Surabaya) selama suatu
periode tertentu (selama tahun 1995).
Suatu sample space biasanya terdiri dari
beberapa segmen, yang disebut “sub set” atau “event”, yang selanjutnya
disingkat “Set E”, yang merupakan bagian dari “set S”. Misalnya : jumlah
kecelakaan mobil di atas terdiri dari segmen mobil pribadi dan mobil penumpang
umum.
Untuk menghitung secara cermat
probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut masing-masing event (set E) perlu
diberi bobot. Pembobotan mana biasanya didasarkan pada bukti empiris dari
pengalaman masa lalu. Dimana masing-masing event mempunyai karakteristik yang
berbeda, sehingga mempunyai probabilitas yang berbeda.
Misalnya : untuk
mobil pribadi diberi bobot 2, sedang untuk mobil penumpang umum diberi bobot 1,
maka probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a. bila tanpa dibobot : p (E) =
b. bila dengan dibobot : p (E) =
Dimana : p (E) = probabilitas terjadinya event,
E = sub
set atau event,
S = sample space atau set,
w = bobot dari masing-masing event.
Contoh : Dari
catatan polisi diketahui bahwa jumlah kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya
selama tahun 1995 sebanyak 10.000 kali, dimana dari jumlah tersebut yang 1.000
menimpa mobil pribadi dan yang 9.000 menimpa mobil penumpang umum.
Dengan demikian. probabilitas terjadinya
kecelakaan mobil pribadi adalah :
a. tanpa dibobot p (E) = = = 10 %
b. dengan dibobot p (E) =
=
= 18,18 %
Dari
hasil perhitungan di atas terlihat bahwa besarnya probabilitas yang dibobot
(18,18 %) berbeda dengan yang tanpa bobot (10 %) dan nilai perbedaannya cukup
besar (8.18 %).
5.2.3.
Asumsi dalam Probabilitas
Dalam
definisi probabilitas ada beberapa asumsi, antara lain :
a. Bahwa kejadian atau event tersebut akan
terjadi.
b. Bahwa kejadian-kejadian atau event-event
tersebut adalah saling pilah / “mutually exclusive”, artinya dua event
tersebut (kecelakaan mobil pribadi dan mobil penumpang umum) tidak akan terjadi
secara bersamaan.
Asumsi
ini membawa kita pada “hukum penambahan” / “additive rule” yang menyatakan
bahwa : total probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-masing yang
saling pilah adalah merupakan jumlah probabilitas dari masing-masing event yang
saling pilah tersebut.
Dari
contoh di atas maka probabilitas kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya .
tahun 1995 adalah :
1. tanpa bobot: p (S) = 1/10 + 9/10 =10/10 1 atau
10
%+ 90%= 100%
2. dengan bobot: p (S) = 2/11
+ 9/11 = 11/11 1 atau
18,18%
+ 81,82% = 100%
c. Bahwa pemberian bobot pada
masing-masing event dalam set adalah positif, sebab besarnya
probabilitas akan berkisar antara 1 dan 0, dimana event yang pasti terjadi probabilitasnya
1, sedang event yang pasti tidak terjadi probabilitasnya 0.
5.2.4.
Aksioma Definisi Probabilitas
Berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut di atas, maka ada 3 aksioma yang mendasari definisi probabilitas,
yaitu :
1. Probabilitas adalah suatu nilai/angka yang
besarnya terletak antara 0 dan 1, yang diberikan pada masing-masing event.
2. Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas
dari event-event (“set E”) yang saling pilah dalam sample space (“set S”)
adalah 1.
3. Probabilitas suatu event yang terdiri dari
sekelompok event yang saling pilah dalam suatu set (sample space) adalah
merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing probabilitas yang terpisah.
5.2.5. Sifat Probabilitas
Probabilitas
adalah merupakan “aproksimasi”. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau
bahkan tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara mutlak
(pasti sama dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu perkiraan,
yang mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Jadi
apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan berdasarkan
definisi probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu sebagai prosentase total
exposure dalam rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Maka dari
itu probabilitas dari sudut empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya
event dalam jangka panjang, yang dinyatakan dalam prosentase.
Misalnya
: apabila suatu event telah terjadi X kali dari jumlah n kasus dari kemungkinan
terjadinya event tersebut, maka probabilitas empirisnya adalah : X/n. Namun
probabilitas tersebut adalah menggambarkan data historis (apa yang telah terjadi).
Sedang kegunaannya untuk meramalkan kejadian / event yang akan datang merupakan
approksimasi / perkiraan saja; kecuali bila event tersebut akan dengan
sendirinya berulang persis seperti masa lalu. Suatu situasi yang tampaknya
sangat mustahil.
Selanjutnya
perlu disadari bahwa untuk probabilitas, misalnya 2/5, tidaklah berarti bahwa
kejadiannya adalah sama apabila kasus atau jumlah exposures / percobaannya
kecil. Hal itu hanya akan terjadi apabila n nya sangat besar sekali atau
mendekati tak terhingga (hukum bilangan besar), dimana X/n akan dapat
menghasilkan probabilitas empiris yang hampir tepat.
5.2.6.
Event yang Independent dan Acak
Suatu
konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam asuransi
adalah berkenaan kejadian / event yang sifatnya berdiri sendiri atau
independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok kemungkinan event
tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas dari event yang lain.
Hal
itu berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah percobaannya juga
dapat dianggap independent. Dalam kasus ini “sample space”-nya adalah
serangkaian percobaan (“succesive trials”) dan hasilnya merupakan akibat yang
dapat terjadi pada masing-masing percobaan.
Di
samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak, artinya
masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama.
Prinsip keacakan dan
ketidak-tergantungan (independent) event mempunyai peranan yang sangat penting
dalam asuransi, sebab :
1.
Underwriter / perusahaan
asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-unit exposures ke
dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian / kerugian dapat dianggap sebagai
event yang independent. Dimana dengan cara ini maka jumlah pembebanan yang sama
kepada masing-masing anggota kelompok dapat dijustifikasi karena masing-masing
kelompok menyadari bahwa besarnya kemungkinan terjadinya kerugian adalah sama,
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
2.
Suatu jenis kerugian mungkin
dapat diderita dua kali atau lebih oleh individu yang sama.
5.2.7. Event yang Berulang
Apabila kita mengetahui bahwa
probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu kali percobaan adalah “p” dan
probabilitas tidak terjadinya sesuatu adalah “q”, yang besarnya sama
dengan 1-p. (q = 1-p). Berdasarkan prinsip ini maka kita dapat
menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu event selama r kali
dalam n kali percobaan, dengan menggunakan formula binomial. Dimana
formula binomial menggunakan konsep compound probability dan addative rule.
Dengan menggunakan formula ini kita akan dapat menghitung distribusi binomial
(lihat statistik).
Distribusi binomial adalah merupakan
salah satu dari teori probabilitas yang digunakan dalam asuransi dan merupakan
salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi binomial
digunakan 3 asumsi :
1.
Ada suatu event atau hasil
yang bersifat saling pilah.
2.
Probabilitas dari
masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi.
3.
Karena masing-masing event
berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan berubah dari percobaan yang
satu ke percobaan yang lainnya, tetapi tetap konstan, karena probabilitas terjadinya
event sudah diketahui dan hanya terdapat dua event, maka probabilitas tidak
terjadinya event adalah : 1 - probabilitas terjadinya event (q = 1 - p).
5.2.8. NIlai Harapan (Expected Value)
Expected value dari suatu event dapat
ditentukan dengan membuat tabel (label binomial) untuk hasil-hasil yang mungkin
diperoleh dari menilai masing-masing hasil tersebut berdasarkan
probabilitasnya. Dengan menjumlahkan hasil dari masing-masing event tersebut
akan diperoleh expected valuenya.
Contoh : Diketahui
bahwa dari 100 buah rumah kemungkinan terbakarnya satu rumah adalah 37 % (tabel
binomial) dan rata-rata kerugian untuk setiap kebakaran adalah Rp.
100.000.000,, maka expected value kerugiannya : Rp. 37.000.000 (37 %xRp.
100.000.000,-).
Apabila terjadi peril, maka
pihak asuransi harus membayar santunan sebesar Rp. 100.000.000,-. Karena pihak
asuransi tidak merasa pasti bahwa peril tersebut terjadi, maka pihak asuransi
menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya asuransi menetapkan probabilitasnya
dari kerugian seandainya betul terjadi serta menilainya pada tingkat expected
loss sebesar Rp. 37.000.000,-.
Selanjutnya bila kemungkinan
terbakarnya dua rumah adalah sebesar 19%, maka expected lossnya : Rp. 38.000.000,-
(19% x 2 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar
Rp. 19.000.000,-.
Kemudian bila kemungkinan
terbakarnya sepuluh rumah adalah sebesar
1 %, expected lossnya : Rp. 10.000.000,- (1 % x 10 x Rp. 100.000.000,-),
sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp. 1.000.000,-.
Perhitungan seperti tersebut diataslah
yang digunakan oleh perusahaan asuransi dalam mengestimasi total kerugian dan
menentukan provisi untuk menetapkan besarnya premi yang tepat bagi
masing-masing tertanggung.
Dalam distribusi binomial jumlah
keseluruhan expected loss adalah jumlah percobaan atau event dikalikan dengan
expected long frequency (frekuensi kerugian yang diperkirakan dalam jangka
panjang) dan selanjutnya dikalikan dengan besarnya nilai kerugian (Rp) untuk setiap
kerugian.
Konsep expected value juga sering kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis.
Contoh : Seorang
kontraktor diminta untuk membangun sebuah gedung dimana apabila segala sesuatu
berjalan baik ia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 10.000.000,-. Karena
menyadari selalu adanya hal-hal yang tidak terduga, maka probabilitas untuk
mendapatkan keuntungan tersebut, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan
tersebut diperkirakan hanya 80 %, dimana yang 20 % adalah
pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Jadi expected value dari pekerjaan
tersebut sebesar Rp. 6.000.000,-.
Dengan data itu pihak
kontraktor dapat mempertimbangkan untuk membangun gedung tersebut, dengan tidak
lupa mempertimbangkan kesempatan-kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan lain
sehubungan dengan perputaran misalnya. Mungkin pula untuk mengamankan terhadap
risiko tersebut kontraktor mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang
mau menerima (perusahaan asuransi).
Yang perhitungannya dapat digambarkan sebagai
berikut :
Expected Value of Contract :
Probabilitas:
|
H a s i I:
|
Expected Value:
|
80%
|
+ Rp. 10.000.000,-
|
Rp. 8.000.000,-
|
20%
|
- Rp. 10.000.000,-
|
Rp.
2.000.000.-
|
100%
|
|
Rp.
6.000.000,-
|
5.2.9. Penafsiran Tentang Probabilitas
Bila seorang Manajer Risiko menyatakan
bahwa probabilitas akan terbakarnya sebuah gedung tertentu adalah 1/10, hal itu
menunjukkan kemungkinan relatif akan terjadinya peristiwa tersebut. Karena
probabilitas bervariasi antara 0 dan 1, maka akan timbul dua penafsiran
tentang probabilitas 1/10 tersebut, yaitu :
1.
Bahwa 1/10 dari seluruh
gedung yang menghadapi risiko yang sama di seluruh dunia diperkirakan akan
terbakar.
Penafsiran ini didasarkan
pada hukum bilangan besar.
2.
Jika gedung tersebut
dihadapkan pada kerugian karena kebakaran selama jangka waktu panjang,
maka kebakaran yang akan terjadi kira-kira 1/10 dari jumlah exposure.
Penafsiran yang kedua tersebut sangat
berfaedah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tindakan apa yang akan
diambil berkenaan dengan pengelolaan exposure tersebut.
Untuk itu ada beberapa pengertian yang
perlu dipahami, antara lain :
1.
Peristiwa yang saling pilah (mutually exclusive event)
Dua peristiwa dikatakan
saling pilah apabila terjadinya peristiwa yang satu menyebabkan tidak
terjadinya peristiwa yang lain. Dimana menurut aturan probabilitas terjadinya
salah satu peristiwa adalah merupakan jumlah probabilitas masing-masing
perisriwa. Bila peristiwanya A dan B, maka probabilitas terjadinya peristiwa A
atau B dapat dinyatakan sebagai berikut :
p (A atau B) = p (A) + p (B)
Contoh : Probabilitas terjadinya kerugian peristiwa A
sebesar Rp. 1.000.000,- adalah 1/10 dan kerugian peristiwa B sebesar Rp.
2.500.000,- adalah 1/20, maka probabilitas akan terjadinya kerugian Rp.
1.000.000,- atau Rp. 2.500.000,-adalahl/10 + 1/20 = 3/20
Sedang
jumlah probabilitas dari semua peristiwa yang mungkin dalam suatu seri
peristiwa (yang mutually exclusive) sama dengan 1, sebab salah satu dari
peristiwa-peristiwa tersebut pasti akan terjadi.
2. Compound events
Compound
events adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang
sama.
Metode
untuk menentukan probabilitas suatu compound events tergantung pada sifat
events yang terpisah, apakah merupakan peristiwa bebas atau peristiwa
bersyarat.
2.1.
Compound events yang
bebas (independent):
Dua event adalah bebas
terhadap satu sama lain, jika terjadinya salah satu tidak ada hubungannya
dengan peristiwa yang lain. Dimana probabilitas terjadinya peristiwa itu
serentak (dalam waktu yang sama) adalah sama dengan hasil perkalian
probabilitas masing-masing peristiwa.
Contoh : Perusahaan
X mempunyai dua gudang A dan B, dimana gudang A terletak di Surabaya dan gudang
B terletak di Sidoarjo. Dimana probabilitas terbakarnya gudang A tidak
mempengaruhi / dipengaruhi oleh terbakarnya gudang B.
Bila probabilitas terbakarnya
gudang A adalah 1/20 dan probabilitas terbakarnya gudang B adalah 1/40, maka
probabilitas terbakarnya gudang A dan B : (1/20) x (1/40) = 1/800.
Aturan (theorema) tentang
compound probability dapat digabungkan dengan aturan tentang mutually exclusive
probability dalam rangka menghitung probability dari semua kemungkinan, yaitu
sebagai berikut :
1. Kemungkinan I : Terbakarnya gudang A dan
tidak
terbakarnya gudang B : (1/20) x (1 -1/40) = 39/800
2. Kemungkinan II: Tidak terbakarnya gudang A
dan
terbakarnya gudang B: (1 -1/20) x (1/40) = 19/800
3. Kemungkinan III: Tidak terbakarnya gudang A
dan
gudang B: (1 -1/20) x (1 -1/40) = 741/800
4. 4. Kemungkinan IV : Terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1/20) x (1/40) = 1/800
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan = 1
2.2.
Compound events
bersyarat (Conditional compound events):
Compound events bersyarat
adalah dua peristiwa atau lebih dimana terjadinya peristiwa yang satu akan
mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain. Probabilitas dari compound events
bersyarat dapat dihitung dengan rumus :
p (A dan B)
= p
(A) x p (B/A) atau
p (BdanA) = p (A) x p (A/B)
Dimana
p (A dan B) notasi untuk probabilitas bersyarat yang terjadinya peristiwa B
sesudah terjadinya peristiwa A, sedang p (B dan A) bila sebaliknya.
Contoh : Penggunaan uang oleh perusahaan untuk
memasang iklan (sebagai peristiwa A) dan peningkatan penjualan produk (sebagai
peristiwa B) setelah terjadinya pemasangan iklan. Dimana p (A) adalah 1/40 dan
p (B) adalah 1/40, sedang p (B/A) adalah 1/3, maka probabilitasnya dapat dihitung
sebagai berikut :
1. Kemungkinan I: ada pemasangan iklan dan
ada kenaikan penjualan : 1/40x1/3 = 1/120
2. Kemungkinan II: ada pemasangan iklan dan
tidak ada kenaikan penjualan (1/40) x (1 -1/3) = 2/120
3. Kemungkinan III: tidak ada pemasangan iklan
ada kenaikan penjualan: (1 -1/3) x (1/40) = 2/120
4. Kemungkinan IV: tidak ada pemasangan iklan
dan
tidak ada kenaikan penjualan:
(-1-1/120) -2/120 -2/120 = 115/120
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan = 120/120
atau 1
3. Peristiwa yang inklusif :
Peristiwa
inklusif adalah dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai hubungan saling
pilah dimana kita ingin mengetahui probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa
diantara dua atau lebih peristiwa tersebut.
Jika
peristiwa A dan peristiwa B merupakan peristiwa yang terpisah (tidak saling
pilah), maka probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa adalah
Jumlah kedua probabilitas dikurangi dengan probabilitas terjadinya kedua
peristiwa tersebut, yang dapat digambarkan dengan rumus :
p
(A atau B) = p (A) + p (B) - p (A dan B)
Kata ”atau”
dalam p (A atau B) dinamaka ”atau inklusif”, yang berarti A, B atau keduanya
terjadi. Dengan kata lain paling sedikit salah satu dari kedua peristiwa tersebut
terjadi.
Contoh : Terbakarnya gudang A dan gudang B tidak
mempunyai hubungan saling pilah (terpisah), dimana probabilitas terbakarnya
gudang A adalah 1/40 dan gudang B juga 1/40, maka probabilitas dari kedua
peristiwa tersebut sebesar :
p
(A atau B) = 1/40 + 1/40 -1/40 x 1/40 = 79/1600
Probabilitas
tersebut dapat pula dihitung dengan cara
Terbakarnya
gudang A dan B :
(1/40) x (1/40) = 1/1600
Gudang
A terbakar, gudang B tidak :
(1/40)
x (1 -1/40) = 39/1600
Gudang
B terbakar, gudang A tidak :
(1/40) x (1 -1/40) = 39/1600
Probabilitas
(A dan B) yang terbakar = 79/1600
No comments:
Post a Comment