Wednesday, December 12, 2018

PRINSIP PENGUKURAN RISIKO


PRINSIP-PRINSIP PENGUKURAN RISIKO

5.1. PENGUKURAN RISIKO
5.1.1. Demensi yang Diukur
Setelah berbagai tipe kerugian potensiil berhasil diidentifikasi, maka untuk keperluan penentuan cara penanggulangannya maka exposure-exposure tersebut harus diukur. Dimana pengukuran tersebut mempunyai dua manfaat, yaitu :
1.      Untuk dapat menentukan kepentingan relatif dari suatu risiko yang dihadapi.
2.      Untuk mendapatkan informasi yang sangat diperlukan oleh Manajer Risiko dalam upaya menentukan cara dan kombinasi cara-cara yang paling dapat diterima / paling baik dalam penggunaan sarana penanggulangan risiko.
Dalam pengukuran risiko demensi yang diukur adalah :
1.      Besarnya frekuensi kerugian, artinya berapa kali terjadinya suatu kerugian selama suatu periode tertentu. Jadi untuk mengetahui sering tidaknya suatu kerugian itu terjadi.
2.      Tingkat kegawatan (severity) atau keparahan dari kerugian-kerugian tersebut. Artinya untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh dari suatu kerugian terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dari hasil pengukuran yang mencakup dua demensi tersebut paling tidak akan dapat diketahui :
1.      Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu periode anggaran.
2.      Variasi nilai kerugian dari satu periode anggaran ke periode anggaran yang lain (naik-turunnya nilai kerugian dari waktu ke waktu).
3.      Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, terutama kerugian yang ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak hanya nilai rupiahnya saja.
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan demensi pengukuran tersebut, antara lain :
1.      Orang umumnya memandang bahwa demensi kegawatan dari suatu kerugian potensiil lebih penting dari pada frekuensinya.
2.      Dalam menentukan kegawatan dari suatu kerugian potensiil seorang Manajer Risiko harus secara cermat memperhitungkan semua tipe kerugian yang dapat terjadi, terutama dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap situasi finansiil perusahaan.
3.      Dalam pengukuran kerugian Manajer Risiko juga harus memperhatikan orang, harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak terkena peril.
4.      Kadang-kadang akibat akhir dari suatu peril terhadap kondisi finansiil perusahaan lebih parah dari pada yang diperhitungkan, antara lain akibat tidak diketahuinya atau tidak diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak langsung.
5.      Dalam mengestimasi kegawatan dari suatu kerugian penting pula diperhatikan jangka waktu dari suatu kerugian, di samping nilai rupiahnya. Hal ini berkaitan dengan :
a.       the time value of money, yang harus diperhitungkan berdasarkan tingkat bunga (interest rate) yang ada,
b.      kemampuan perusahaan untuk membagi-bagi biaya (cash outlay) yang diperlukan untuk penanggulangan kerugian.
Contoh  :    Kerugian sebesar Rp. 5.000.000,- setiap tahun, yang terjadi selama 10 tahun adalah lebih ringan / tidak gawat dibandingkan dengan kerugian yang selama 10 tahun hanya sekali terjadi, tetapi dengan kerugian sebesar Rp. 50.000.000,-. Sebab pada peristiwa pertama : beban bunga lebih ringan, dan perusahaan dapat dengan mudah memasukkan kerugian tersebut dalam komponen biaya.

5.1.2. Pengukuran Frekuensi Kerugian
Pengukuran frekuensi kerugian potensiil adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis obyek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun.
Selanjutnya berdasarkan demensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu :
1.      kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (”almost nil”), yaitu risiko yang menurut pendapat Manajer Risiko tidak akan terjadi atau kemungkinan terjadinya sangat kecil sekali atau hampir tidak mungkin terjadi (probabilitas terjadinya mendekati nol),
2.      kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (”slight”), yaitu risiko-risiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil,
3.      kerugian yang mungkin (”moderate”), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang.
4.      kerugian yang mungkin sekali (”definite”), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan dengan pengukuran kerugian dari demensi frekuensi Manajer Risiko harus memperhatikan pula :
1.      beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa suatu obyek,
2.      beberapa jenis obyek yang dapat terkena suatu jenis kerugian.
3.      Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi besarnya probabilitas kerugian potensiil.

5.1.3. Pengukuran Kegawatan Kerugian
Pengukuran kerugian potensul dan demensi kegawatan adalah untuk mengetahui berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansiilnya.
Dalam mengukur kegawatan kerugian potensiil ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.       kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril,
b.      probabilitas kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum,
c.       keseluruhan (”aggregate”) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan demensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensiil, yaitu :
1.      kemungkinan kerugian yang wajar (”normal loss expectancy”), yaitu kerugian-kerugian yang dapat dikelola sendiri oleh perusahaan ataupun oleh umum (perusahaan asuransi),
2.      probabilitas kerugian maksimum (”probable maximum loss”), yaitu kerugian yang dapat terjadi bila alat pengaman terhadap peril tidak dapat berfungsi,
3.      kerugian maksimum yang dapat diduga (”maximum foreseeable loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diatasi secara individual (tidak bisa ditangani sendiri); jadi penanganannya harus diserahkan kepada umum (perusahaan asuransi),
4.      kemungkinan kerugian maksimum (“maximum possible loss”), yaitu kerugian-kerugian yang tidak dapat diamankan, baik secara individual maupun secara umum (oleh perusahaan asuransi).
Dalam menentukan kegawatan kerugian Manajer Risiko harus hati-hati dalam memasukkan semua kerugian yang mungkin bisa terjadi akibat suatu peristiwa tertentu dan bagaimana dampak terakhir terhadap kondisi keuangan perusahaannya. Sebab sering terjadi bahwa yang terlihat adalah kerugian yang tidak penting (kerugian langsung), sedang kerugian yang lebih penting justru yang sering sukar untuk diidentifikasi (kerugian tidak langsung).

5.2. KONSEP PROBABILITAS
5.2.1. Pengertian
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengukuran kerugian, baik dari demensi frekuensi maupun demensi kegawatan, semuanya menyangkut kemungkinan (”probabilitas”) dari kerugian potensial tersebut. Sehubungan dengan kenyataan tersebut, maka dalam lengukur risiko Manajer Risiko harus memahami konsep probabilitas tersebut, sehingga strategi yang telah diputuskan dalam menangani risiko tidak jauh menyimpang dari kenyataan yang betul-betul terjadi.
Masyarakat awam cenderung mendefinisikan / memberikan batasan terhadap probabilitas sebagai : ”kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian” atau ”kemungkinan jangka panjang terjadinya sesuatu”. Dimana pengertian yang demikian ini ternyata kurang bermanfaat untuk melakukan penganalisaan terhadap terjadinya suatu peril / kerugian. Untuk dapat melakukan analisa terhadap kemungkinan dari suatu kerugian potensiil kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar dari ”Teori Probabilitas” (lihat statistik). Berikut akan dibahas beberapa prinsip tersebut, terutama yang berkaitan dengan penganalisaan terhadap kerugian potensiil.

5.2.2. Konsep “Sample Space” dan “Event”
Untuk mempelajari konsep probabilitas perlu diawali dengan memahami konsep mengenai “sample space” dan “event”.
Sample space, yang selanjutnya disingkat “Set S” merupakan suatu set dari kejadian tertentu yang diamati. Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu (Kota Madya Surabaya) selama suatu periode tertentu (selama tahun 1995).
Suatu sample space biasanya terdiri dari beberapa segmen, yang disebut “sub set” atau “event”, yang selanjutnya disingkat “Set E”, yang merupakan bagian dari “set S”. Misalnya : jumlah kecelakaan mobil di atas terdiri dari segmen mobil pribadi dan mobil penumpang umum.
Untuk menghitung secara cermat probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut masing-masing event (set E) perlu diberi bobot. Pembobotan mana biasanya didasarkan pada bukti empiris dari pengalaman masa lalu. Dimana masing-masing event mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga mempunyai probabilitas yang berbeda.
Misalnya  :    untuk mobil pribadi diberi bobot 2, sedang untuk mobil penumpang umum diberi bobot 1, maka probabilitas dari kecelakaan mobil tersebut dapat dihitung dengan rumus :
a.       bila tanpa dibobot : p (E) =
b.      bila dengan dibobot : p (E) =
Dimana    :    p (E)    =     probabilitas terjadinya event,
                     E         =     sub set atau event,
                     S          =     sample space atau set,
                     w         =     bobot dari masing-masing event.

Contoh     :    Dari catatan polisi diketahui bahwa jumlah kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya selama tahun 1995 sebanyak 10.000 kali, dimana dari jumlah tersebut yang 1.000 menimpa mobil pribadi dan yang 9.000 menimpa mobil penumpang umum.
Dengan demikian. probabilitas terjadinya kecelakaan mobil pribadi adalah :
a.       tanpa dibobot p (E)     =  =  = 10 %
b.      dengan dibobot p (E) =
                                          =  = 18,18 %
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa besarnya probabilitas yang dibobot (18,18 %) berbeda dengan yang tanpa bobot (10 %) dan nilai perbedaannya cukup besar (8.18 %).

5.2.3. Asumsi dalam Probabilitas
Dalam definisi probabilitas ada beberapa asumsi, antara lain :
a.       Bahwa kejadian atau event tersebut akan terjadi.
b.      Bahwa kejadian-kejadian atau event-event tersebut adalah saling pilah / “mutually exclusive”, artinya dua event tersebut (kecelakaan mobil pribadi dan mobil penumpang umum) tidak akan terjadi secara bersamaan.
Asumsi ini membawa kita pada “hukum penambahan” / “additive rule” yang menyatakan bahwa : total probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-masing yang saling pilah adalah merupakan jumlah probabilitas dari masing-masing event yang saling pilah tersebut.
Dari contoh di atas maka probabilitas kecelakaan mobil di Kota Madya Surabaya . tahun 1995 adalah :
1.      tanpa bobot: p (S)   =     1/10 + 9/10 =10/10            1 atau
                                             10 %+ 90%= 100%
2.      dengan bobot: p (S)       =                                        2/11 + 9/11 = 11/11             1 atau
                                             18,18% + 81,82% = 100%
c.       Bahwa pemberian bobot pada masing-masing event dalam set adalah positif, sebab besarnya probabilitas akan berkisar antara 1 dan 0, dimana event yang pasti terjadi probabilitasnya 1, sedang event yang pasti tidak terjadi probabilitasnya 0.

5.2.4. Aksioma Definisi Probabilitas
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, maka ada 3 aksioma yang mendasari definisi probabilitas, yaitu :
1.      Probabilitas adalah suatu nilai/angka yang besarnya terletak antara 0 dan 1, yang diberikan pada masing-masing event.
2.      Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas dari event-event (“set E”) yang saling pilah dalam sample space (“set S”) adalah 1.
3.      Probabilitas suatu event yang terdiri dari sekelompok event yang saling pilah dalam suatu set (sample space) adalah merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing probabilitas yang terpisah.

5.2.5. Sifat Probabilitas
Probabilitas adalah merupakan “aproksimasi”. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau bahkan tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara mutlak (pasti sama dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu perkiraan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Jadi apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan berdasarkan definisi probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu sebagai prosentase total exposure dalam rangka mendapatkan estimasi empiris dari probabilitas. Maka dari itu probabilitas dari sudut empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka panjang, yang dinyatakan dalam prosentase.
Misalnya : apabila suatu event telah terjadi X kali dari jumlah n kasus dari kemungkinan terjadinya event tersebut, maka probabilitas empirisnya adalah : X/n. Namun probabilitas tersebut adalah menggambarkan data historis (apa yang telah terjadi). Sedang kegunaannya untuk meramalkan kejadian / event yang akan datang merupakan approksimasi / perkiraan saja; kecuali bila event tersebut akan dengan sendirinya berulang persis seperti masa lalu. Suatu situasi yang tampaknya sangat mustahil.
Selanjutnya perlu disadari bahwa untuk probabilitas, misalnya 2/5, tidaklah berarti bahwa kejadiannya adalah sama apabila kasus atau jumlah exposures / percobaannya kecil. Hal itu hanya akan terjadi apabila n nya sangat besar sekali atau mendekati tak terhingga (hukum bilangan besar), dimana X/n akan dapat menghasilkan probabilitas empiris yang hampir tepat.

5.2.6. Event yang Independent dan Acak
Suatu konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam asuransi adalah berkenaan kejadian / event yang sifatnya berdiri sendiri atau independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok kemungkinan event tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas dari event yang lain.
Hal itu berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah percobaannya juga dapat dianggap independent. Dalam kasus ini “sample space”-nya adalah serangkaian percobaan (“succesive trials”) dan hasilnya merupakan akibat yang dapat terjadi pada masing-masing percobaan.
Di samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak, artinya masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang sama.
Prinsip keacakan dan ketidak-tergantungan (independent) event mempunyai peranan yang sangat penting dalam asuransi, sebab :
1.      Underwriter / perusahaan asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-unit exposures ke dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian / kerugian dapat dianggap sebagai event yang independent. Dimana dengan cara ini maka jumlah pembebanan yang sama kepada masing-masing anggota kelompok dapat dijustifikasi karena masing-masing kelompok menyadari bahwa besarnya kemungkinan terjadinya kerugian adalah sama, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
2.      Suatu jenis kerugian mungkin dapat diderita dua kali atau lebih oleh individu yang sama.

5.2.7. Event yang Berulang
Apabila kita mengetahui bahwa probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu kali percobaan adalah “p” dan probabilitas tidak terjadinya sesuatu adalah “q”, yang besarnya sama dengan 1-p. (q = 1-p). Berdasarkan prinsip ini maka kita dapat menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu event selama r kali dalam n kali percobaan, dengan menggunakan formula binomial. Dimana formula binomial menggunakan konsep compound probability dan addative rule. Dengan menggunakan formula ini kita akan dapat menghitung distribusi binomial (lihat statistik).
Distribusi binomial adalah merupakan salah satu dari teori probabilitas yang digunakan dalam asuransi dan merupakan salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi binomial digunakan 3 asumsi :
1.      Ada suatu event atau hasil yang bersifat saling pilah.
2.      Probabilitas dari masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi.
3.      Karena masing-masing event berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan berubah dari percobaan yang satu ke percobaan yang lainnya, tetapi tetap konstan, karena probabilitas terjadinya event sudah diketahui dan hanya terdapat dua event, maka probabilitas tidak terjadinya event adalah : 1 - probabilitas terjadinya event (q = 1 - p).

5.2.8. NIlai Harapan (Expected Value)
Expected value dari suatu event dapat ditentukan dengan membuat tabel (label binomial) untuk hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari menilai masing-masing hasil tersebut berdasarkan probabilitasnya. Dengan menjumlahkan hasil dari masing-masing event tersebut akan diperoleh expected valuenya.
Contoh  :    Diketahui bahwa dari 100 buah rumah kemungkinan terbakarnya satu rumah adalah 37 % (tabel binomial) dan rata-rata kerugian untuk setiap kebakaran adalah Rp. 100.000.000,, maka expected value kerugiannya : Rp. 37.000.000 (37 %xRp. 100.000.000,-).
                   Apabila terjadi peril, maka pihak asuransi harus membayar santunan sebesar Rp. 100.000.000,-. Karena pihak asuransi tidak merasa pasti bahwa peril tersebut terjadi, maka pihak asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya asuransi menetapkan probabilitasnya dari kerugian seandainya betul terjadi serta menilainya pada tingkat expected loss sebesar Rp. 37.000.000,-.
                   Selanjutnya bila kemungkinan terbakarnya dua rumah adalah sebesar 19%, maka expected lossnya : Rp. 38.000.000,- (19% x 2 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp. 19.000.000,-.
                   Kemudian bila kemungkinan terbakarnya sepuluh rumah adalah sebesar  1 %, expected lossnya : Rp. 10.000.000,- (1 % x 10 x Rp. 100.000.000,-), sehingga expected loss untuk satu rumah sebesar Rp. 1.000.000,-.
Perhitungan seperti tersebut diataslah yang digunakan oleh perusahaan asuransi dalam mengestimasi total kerugian dan menentukan provisi untuk menetapkan besarnya premi yang tepat bagi masing-masing tertanggung.
Dalam distribusi binomial jumlah keseluruhan expected loss adalah jumlah percobaan atau event dikalikan dengan expected long frequency (frekuensi kerugian yang diperkirakan dalam jangka panjang) dan selanjutnya dikalikan dengan besarnya nilai kerugian (Rp) untuk setiap kerugian.
Konsep expected value juga sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis.
Contoh  :    Seorang kontraktor diminta untuk membangun sebuah gedung dimana apabila segala sesuatu berjalan baik ia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 10.000.000,-. Karena menyadari selalu adanya hal-hal yang tidak terduga, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut, maka probabilitas untuk mendapatkan keuntungan tersebut diperkirakan hanya 80 %, dimana yang 20 % adalah pengeluaran-pengeluaran yang tak terduga. Jadi expected value dari pekerjaan tersebut sebesar Rp. 6.000.000,-.
                   Dengan data itu pihak kontraktor dapat mempertimbangkan untuk membangun gedung tersebut, dengan tidak lupa mempertimbangkan kesempatan-kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan lain sehubungan dengan perputaran misalnya. Mungkin pula untuk mengamankan terhadap risiko tersebut kontraktor mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang mau menerima (perusahaan asuransi).
                   Yang perhitungannya dapat digambarkan sebagai berikut :
Expected Value of Contract :
Probabilitas:
H a s i I:
Expected Value:
80%
+ Rp. 10.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
20%
- Rp. 10.000.000,-
Rp. 2.000.000.-
100%

Rp. 6.000.000,-

                                                                   
5.2.9. Penafsiran Tentang Probabilitas
Bila seorang Manajer Risiko menyatakan bahwa probabilitas akan terbakarnya sebuah gedung tertentu adalah 1/10, hal itu menunjukkan kemungkinan relatif akan terjadinya peristiwa tersebut. Karena probabilitas bervariasi antara 0 dan 1, maka akan timbul dua penafsiran tentang probabilitas 1/10 tersebut, yaitu :
1.      Bahwa 1/10 dari seluruh gedung yang menghadapi risiko yang sama di seluruh dunia diperkirakan akan terbakar.
Penafsiran ini didasarkan pada hukum bilangan besar.
2.      Jika gedung tersebut dihadapkan pada kerugian karena kebakaran selama jangka waktu panjang, maka kebakaran yang akan terjadi kira-kira 1/10 dari jumlah exposure.
Penafsiran yang kedua tersebut sangat berfaedah sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan tindakan apa yang akan diambil berkenaan dengan pengelolaan exposure tersebut.
Untuk itu ada beberapa pengertian yang perlu dipahami, antara lain :
1.      Peristiwa yang saling  pilah (mutually exclusive event)
Dua peristiwa dikatakan saling pilah apabila terjadinya peristiwa yang satu menyebabkan tidak terjadinya peristiwa yang lain. Dimana menurut aturan probabilitas terjadinya salah satu peristiwa adalah merupakan jumlah probabilitas masing-masing perisriwa. Bila peristiwanya A dan B, maka probabilitas terjadinya peristiwa A atau B dapat dinyatakan sebagai berikut :
p (A atau B) = p (A) + p (B)
Contoh   :    Probabilitas terjadinya kerugian peristiwa A sebesar Rp. 1.000.000,- adalah 1/10 dan kerugian peristiwa B sebesar Rp. 2.500.000,- adalah 1/20, maka probabilitas akan terjadinya kerugian Rp. 1.000.000,- atau Rp. 2.500.000,-adalahl/10 + 1/20 = 3/20
Sedang jumlah probabilitas dari semua peristiwa yang mungkin dalam suatu seri peristiwa (yang mutually exclusive) sama dengan 1, sebab salah satu dari peristiwa-peristiwa tersebut pasti akan terjadi.

2.      Compound events
Compound events adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang sama.
Metode untuk menentukan probabilitas suatu compound events tergantung pada sifat events yang terpisah, apakah merupakan peristiwa bebas atau peristiwa bersyarat.
2.1.     Compound events yang bebas (independent):
Dua event adalah bebas terhadap satu sama lain, jika terjadinya salah satu tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang lain. Dimana probabilitas terjadinya peristiwa itu serentak (dalam waktu yang sama) adalah sama dengan hasil perkalian probabilitas masing-masing peristiwa.
Contoh  :    Perusahaan X mempunyai dua gudang A dan B, dimana gudang A terletak di Surabaya dan gudang B terletak di Sidoarjo. Dimana probabilitas terbakarnya gudang A tidak mempengaruhi / dipengaruhi oleh terbakarnya gudang B.
                   Bila probabilitas terbakarnya gudang A adalah 1/20 dan probabilitas terbakarnya gudang B adalah 1/40, maka probabilitas terbakarnya gudang A dan B : (1/20) x (1/40) = 1/800.
Aturan (theorema) tentang compound probability dapat digabungkan dengan aturan tentang mutually exclusive probability dalam rangka menghitung probability dari semua kemungkinan, yaitu sebagai berikut :
1.      Kemungkinan I : Terbakarnya gudang A dan tidak
terbakarnya gudang B : (1/20) x (1 -1/40)                  =   39/800
2.      Kemungkinan II: Tidak terbakarnya gudang A dan
terbakarnya gudang B: (1 -1/20) x (1/40)                   =   19/800
3.      Kemungkinan III: Tidak terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1 -1/20) x (1 -1/40)                                   =   741/800
4.      4. Kemungkinan IV : Terbakarnya gudang A dan
gudang B: (1/20) x (1/40)                                           =   1/800
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan                =       1
2.2.     Compound events bersyarat (Conditional compound events):
Compound events bersyarat adalah dua peristiwa atau lebih dimana terjadinya peristiwa yang satu akan mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain. Probabilitas dari compound events bersyarat dapat dihitung dengan rumus :
p (A dan B)    =   p (A) x p (B/A) atau
p (BdanA)      =   p (A) x p (A/B)
Dimana p (A dan B) notasi untuk probabilitas bersyarat yang terjadinya peristiwa B sesudah terjadinya peristiwa A, sedang p (B dan A) bila sebaliknya.
Contoh  :    Penggunaan uang oleh perusahaan untuk memasang iklan (sebagai peristiwa A) dan peningkatan penjualan produk (sebagai peristiwa B) setelah terjadinya pemasangan iklan. Dimana p (A) adalah 1/40 dan p (B) adalah 1/40, sedang p (B/A) adalah 1/3, maka probabilitasnya dapat dihitung sebagai berikut :
1.      Kemungkinan I: ada pemasangan iklan dan
ada kenaikan penjualan : 1/40x1/3                       =   1/120
2.      Kemungkinan II: ada pemasangan iklan dan
tidak ada kenaikan penjualan (1/40) x (1 -1/3)    =   2/120
3.      Kemungkinan III: tidak ada pemasangan iklan
ada kenaikan penjualan: (1 -1/3) x (1/40)            =   2/120
4.      Kemungkinan IV: tidak ada pemasangan iklan
dan tidak ada kenaikan penjualan:
(-1-1/120) -2/120 -2/120                                      =   115/120
Jumlah probabilitas keempat kemungkinan         =   120/120
atau 1
3.      Peristiwa yang inklusif :
Peristiwa inklusif adalah dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai hubungan saling pilah dimana kita ingin mengetahui probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa diantara dua atau lebih peristiwa tersebut.
Jika peristiwa A dan peristiwa B merupakan peristiwa yang terpisah (tidak saling pilah), maka probabilitas terjadinya paling sedikit satu peristiwa adalah Jumlah kedua probabilitas dikurangi dengan probabilitas terjadinya kedua peristiwa tersebut, yang dapat digambarkan dengan rumus :
p (A atau B) = p (A) + p (B) - p (A dan B)
Kata ”atau” dalam p (A atau B) dinamaka ”atau inklusif”, yang berarti A, B atau keduanya terjadi. Dengan kata lain paling sedikit salah satu dari kedua peristiwa tersebut terjadi.
Contoh   :    Terbakarnya gudang A dan gudang B tidak mempunyai hubungan saling pilah (terpisah), dimana probabilitas terbakarnya gudang A adalah 1/40 dan gudang B juga 1/40, maka probabilitas dari kedua peristiwa tersebut sebesar :
                    p (A atau B) = 1/40 + 1/40 -1/40 x 1/40        =   79/1600
                    Probabilitas tersebut dapat pula dihitung dengan cara
                    Terbakarnya gudang A dan B :
                    (1/40) x (1/40)                                                =   1/1600
                    Gudang A terbakar, gudang B tidak :
                    (1/40) x (1 -1/40)                                            =   39/1600
                    Gudang B terbakar, gudang A tidak :
                    (1/40) x (1 -1/40)                                            =   39/1600
                    Probabilitas (A dan B) yang terbakar            =   79/1600

No comments:

Post a Comment